Kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana saja, kapan saja, dimana saja dan dengan siapa saja. Dengan berlandas pada kejujuran, maka segala kegiatan hidup dapat kita lakukan dengan nyaman dan tenang. Jika kita mengedepankan kejujuran di dalam hidup kita, maka siapapun dapat mem-berikan respon positif pada diri kita. Respon inilah yang selanjutnya menjadi nilai mata uangnya.
Sebagai guru, maka kita mempunyai tanggungjawab dan kewajiban atas tumbuh dan berkembangnya sikap jujur dan kejujuran anak didik. Kejujuran yang tumbuh atas kesadaran tinggi terhadap kondisi kehidupan yang ada di masyarakat pada akhirnya memposisikan anak didik sebagai pribadi unggul. Kita masih ingat pepatah Jawa yang menyatakan bahwa: “Ajining diri soko lathi!” (Kehormatan diri dari lidah!)
Lidah (Lathi) di dalam hal ini dianalogkan pada ucapan dan segala perkataan yang diucapkan oleh lidah. Bagaimana dan apa yang kita ucapkan pada dasarnya merupakan aktualisasi dari kondisi diri kita. Pada saat kita membicarakan sesuatu, pada saat itu kita mengungkapkan apa yang ada di dalam diri kita. Apa yang sedang kita rasakan, kita inginkan dan kita butuhkan kita ungkapkan secara lesan sehingga orang lain tahu. Dan, setiap orang akan menjadi saksi atas segala yang kita katakan.
Dalam kondisi inilah, maka apa yang kita katakana adalah sesuatu yang benar, sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, konsekuensi logisnya adalah pertaruhan atas nama kita. Jika ternyata pasa saatnya apa yang kita katakana tidak benar, maka orang lain akan merasa tidaka nyaman. Cukup sekali saja kita melakukan hal tersebut, maka selamanya orang tidak mempunyai kepercayaan pada kita. Sekali lacung ke tjuan, selamanya orang tidak percaya pada kita. Sekali kita bertindak tidak jujur, maka selamanya orang tidak mempercayai kata-kata kita.
Semua orang mengetahui dan memaklumi bahwa seorang guru mempunyai tanggungjawab dan kewajiban yang kompleks di dalam upaya untuk mempersiapkan anak didik sebagai generasi penerus bangsa dan negeri ini. Dan, salah satu aspek yang harus diberikan adalah materi yang terkait dengan nilai-nilai positif dalam kehidupan. Guru harus memberikan materi tentang berbagai hal positif, misalnya sikap tanggungjawab, saling meng-hormati, dan terutama adalah bersikap jujur didalam kehidupannya.
Penanaman pola hidup positif dianggap sebagai hal yang paling men-desak pada jaman sekarang ini. Kemendesakan ini karena pola kehidupan yang terus mengalami perubahan. Dan, perubahan itu terjadi karena ke-hidupan adalah sesuatu yang dinamis. Sesuatu yang selalu mengalami perubahan sesuai dengan kondisi yang ada. Kita tidak dapat menentang segala kondisi yang terjadi di dalam kehidupan. Kita hanya dapat mengikuti-nya dengan beberapa inovasi dan improvisasi sehingga kondisi kira dapat sesuai dengan kondisi kehidupan.
Tetapi, bagaimanapun semua kondisi selalu membutuhkan sikap hidup positif sehingga kondisi tersebut tidak menjadi bumerang bagi hidup kita. Justru menjadikan kita sebagai ujung tombak kehidupan ini. kita harus mampu menjalani kehidupan ini dengan sebaik-baiknya. Tapi terjadi friksi berarti pada kehidupan kita. Friksi yang muncul di dalam hidup kita ter-utama karena sikap hidup yang menyimpang dari pola yang sedang ber-langsung.
Pendidikan kejujuran merupakan aspek pendidikan dan pembelajaran yang sejak dahulu telah menjadi bidang garapan. Pada setiap tingkat pen-didikan, pembelajaran kejujuran diberikan sesuai dengan tingkat kemampu-an anak didik. Tentunya, penekanan lebih pada anak-anak yang berada di tingkat dasar sebab pendidikan dasar merupakan pondasi bagi sikap, pola hidup, pengetahuan dan keterampilan anak didik. Sementara untuk anak didik pada tingkat pendidikan menengah lebih ditekankan pada aplikasi materi pendidikan kejujuran dalam kehidupan bermasyarakat.
Untuk dapat melaksanakan program dan proses pendidikan nilai-nilai positif kehidupan, kejujuran, maka guru menerapkan berbagai teknik yang diharapkan dapat diterima anak didik dengan mudah. Hal ini sangat penting sebab metode terbaik yang dilakukan anak didik di dalam belajar adalah meniru apa yang dihadapi dan ditemui dalam kehidupan. Mereka menirukan obyek belajar dan menjadikannya sebagai bagian dirinya. Anak didik melihat, meniru dan mengambil berbagai pengetahuan, keterampilan dan tentu saja sikap orang-orang yang ada di sekitarnya. Oleh karena itulah, guru dijabar-kan sebagai sosok yang digugu dan ditiru, dipercaya dan diikuti/ditiru apa yang dikatakan dan dilakukannya.
Tugas mendidikan kejujuran adalah tugas berat yang harus dilaksana-kan oleh guru. Mendidik kejujuran merupakan kegiatan yang menuntut sebuah konsekuensi tinggi. Artinya, sebelum orang lain kita arahkan menjadi jujur, maka guru harus menerapkan pola idup penuh kejujuran pada setiap langkah hidupnya. Sangat aneh jika guru yang tidak jujur ternyata harus memberikan pelajaran tentang kejujuran kepada anak didiknya. Anak didik dapat mengetahui, apakah sang guru jujur pada saat mengajar atau tidak.
Sebenarnya, sebelum anak didik mendapatkan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, mereka sudah mendapatkannya di rumah, di ling-kungan keluarganya, termasuk dalam hal ini adalah materi kejujuran. Mereka dibekali dengan nilai kejujuran sebab setiap keluarga tidak menginginkan anak-anaknya melakukan sesuatu yang memalukan bagi orangtua.
Sejak kecil anak sudah dibimbing untuk dapat bersikap positif di dalam kehidupannya agar tidak mengalami kesulitan saat harus hidup di masyarakat. Bekal kejujuran ini diberikan sebagai antisipasi orangtua ter-hadap kondisi masyarakat yang semakin sengit dan ketat persaingannya. Setidaknya bekal dari orangtua ini adalah untuk memberikan pagar atau batas-batas bagi hati dan jiwa anak terhadap berbagai hal dalam kehidupan yang sebenarnya tidak pantas atau tidak baik jika dilakukan oleh mereka.
Dan, di sekolah guru berkewajiban untuk secara intens memberikan bantuan pada anak didik untuk memupuk, membiasakan diri dengan kondisi yang sudah tercipta dari lingkungan keluarga tersebut. Memupuk kejujuran ini tidak lain adalah untuk semakin memperkokoh kemantapan anak ter-hadap nilai-nilai yang sudah dipersiapkan oleh orangtua di lingkungan keluarganya.
Kita harus meyakini bahwa salah satu langkah konkrit untuk dapat menghasilkan produk pendidikan dan pembelajaran terbaik adalah dengan memupuk sikap dan pola kejujuran yang ada di dalam diri anak didik sehingga mampu mengaktualisasikan dirinya sebagai kelompok orang dengan tingkat intelektualitas tinggi, bukan sebagai orang kebanyakan yang bersikap hidup sembarangan.
Sekolah sebagai institusi yang memberikan proses penguasaan nilai-nilai positif dalam kehidupan memang sudah seharusnya ikut memupuk pola kehidupan penuh kejujuran dari diri anak didik sebab sebenarnya pada hakikatnya manusia merupakan sosok yang lurus, hanya pengaruh lingkungan yang menjadikan seseorang bengkok dan tidak mengikuti tata aturan dan pola kehidupan yang ada.
Inilah bentuk tanggungajawab dan kewajiban guru serta institusi sekolah, pendidikan sebagai penopang nilai-nilai positif dalam kehidupan. Semoga para guru masih mempunyai idealisme tinggi sehingga tugas tersebut bukan menjadi beban melainkan sebuah tugas pengabdian dengan nilai yang cukup bahkan sangat tinggi bagi kelangsungan hidup bermasya-rakat yang penuh tanggungjawab.
Selasa, 23 Juni 2009
Jumat, 12 Juni 2009
Belajar Dewasa
Sering kali kita merasa bahwa hidup ini terlalu cepat bergulir... Kita merasa terlambat untuk menempatkan diri pada posisi yang seharusnya. Maka tidak heran jika ternyata masih banyak orang-orang yang terlalu terpaku pada amsa kecil yang membahagiakan. bahkan tidak sedikit orang yang bertahan pada pola hidup masa kecil sehingga apapun yang dilakukan adalah cerminan masa kecilnya... apalagi jika masa kecil kurang bahagia!
Untuk hal tersebut, maka setidaknya hal utama yang harus kita mulai kerjakan adalah belajar dewasa!
Menjadi dewasa itu ternyata sangat sulit dan berat! bagi kita seringkali enggan untuk menanggalkan kondisi nyaman yang sejak kecil membelit kita. Kita enggan untuk melepaskan masa kecil kita sehingga yang seringkali kita dapati adalah anak-anak kecil yang dibungkus dalam tubuh orang dewasa. secara fisik mereka sudah dewasa, tetapi dalam hal pola pikir tidak lebih dari balita atau anak TK... he... he... termasuk dalam hal ini orang-orang yang kita angkat dan pilih sebagai wakil di perwakilan kita.... mengapa?
Untuk hal tersebut, maka setidaknya hal utama yang harus kita mulai kerjakan adalah belajar dewasa!
Menjadi dewasa itu ternyata sangat sulit dan berat! bagi kita seringkali enggan untuk menanggalkan kondisi nyaman yang sejak kecil membelit kita. Kita enggan untuk melepaskan masa kecil kita sehingga yang seringkali kita dapati adalah anak-anak kecil yang dibungkus dalam tubuh orang dewasa. secara fisik mereka sudah dewasa, tetapi dalam hal pola pikir tidak lebih dari balita atau anak TK... he... he... termasuk dalam hal ini orang-orang yang kita angkat dan pilih sebagai wakil di perwakilan kita.... mengapa?
Langganan:
Postingan (Atom)