Pendidikan telah menjadi salah satu proses yang sangat dibutuhkan dalam upaya untuk mengembangkan diri. Begitu pentingnya proses pendidikan sehingga pada tahapan usia tertentu, anak dikirim untuk mengikuti proses pendidikan. Sebenarnya, proses pendidikan dapat dilakukan di lingkungan keluarga, khususnya pendidikan usia dini. Tetapi, pola kehidupan yang terus berkembang memberikan konsekuensi ketat pada setiap keluarga, khususnya ayah dan ibu. Mereka harus bekerja di luar lingkungan keluarga sebab harus menjawab tuntutan kehidupan. Tuntutan kehidupan semakin lama semakin berat dan tidak dapat ditunda lagi. Dan, keputusan yang diambil adalah menitipkan anak – anak pada proses – proses pendidikan di luar lingkungan keluarga.
Proses menitipkan proses pendidikan kepada
lingkungan di luar keluarga, khususnya untuk anak – anak balita pada saat
sekarang telah menjadi sesuatu yang umum. Hal ini terjadi karena orangtua yang
disibukkan oleh kegiatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Orangtua
menyerahkan proses pembentukan karakter pada sekolah, dalam hal ini para guru.
Sementara, para orangtua sibuk dengan kegiatan masing – masing. Kebutuhan dasar
anak untuk pembentukan karakter digantikan oleh orang lain. Hal ini menyebabkan
prosentase pembentukan oleh orangtua berkurang. Sementara, sebenarnya peranan
orangtua dalam pembentukan karakter merupakan tanggungjawab utama orangtua.
Tetapi, tuntutan kehidupan yang semakin besar memaksa setiap orangtua untuk
melakukan hal yang sama terhadap anak – anak. Dan, kondisi tersebut sudah
dianggap sebagai sesuatu yang wajar.
Kita tidak sedang menghakimi masyarakat,
orangtua atau siapa saja yang dianggap mempunyai kewajiban dan tanggungjawab
dalam proses pembentukan dan pengembangan karakter anak. Pembahasan dalam
tulisan ini justru diharapkan dapat menjadi satu pengetahuan tambahan terkait
karakter anak – anak jaman sekarang dan bagaimana langkah untuk menanganinya.
Hal ini sangat penting sebab karakter menjadi satu aspek penentu kualitas dan
kondisi kehidupan masyarakat. bagaimana kualitas hidup sebuah masyarakat di
masa depan dapat kita prediksi dari karakter masyarakatnya. Masyarakat yang
berkarakter mempunyai kecenderungan lebih tertata pola kehidupannya dibandingkan
masyarakat yang kehilangan karakternya. Oleh karena itulah, berbagai program
pembentukan dan karakter dicanangkan oleh banyak daerah sebagai
upaya mencegah atau mengatasi permasalahan karakter anak bangsa. Salah satu
program yang dianggap sebagai langkah solutif adalah kegiatan literasi.
Pembentukan
karakter melalui Literasi
Pembentukan karakter memang sudah
selayaknya mendapatkan perhatian yang lebih besar dibandingkan program yang
lainnya, khususnya dalam bidang pendidikan. Hal ini terkait dengan kenyataan
bahwa kesadaran literasi pada anak – anak sangat rendah sehingga kegiatan
membaca buku hampir tidak pernah dilakukan. Anak – anak tidak menyukai buku.
Sungguh kondisi ini sangat riskan sebab
seperti kita ketahui pepatah mengatakan bahwa buku adalah jendela dunia.
Kegiatan membaca buku yang kita lakukan merupakan satu cara kita untuk
mengetahui kondisi yang ada di luar lingkungan kita. Buku juga merupakan sumber informasi yang paling penting, termasuk
dalam upaya pembentukan dan pengembangan karakter. Buku merupakan karya tulis
seseorang yang terkait dengan satu obyek kehidupan. Dengan demikian, maka kita
dapat mengatakan bahwa buku merupakan sari kehidupan yang dituliskan oleh
seseorang sebagai upaya untuk menjaga kehidupan tetap baik selama – lamanya.
Buku akan tetap ada dalam kehidupan kita sehingga setiap generasi dapat
membacanya untuk menambah pengetahuan, bahkan membentuk dan mengembangkan
karakter dirinya.
Sebuah buku yang berada di tangan pembaca,
sebenarnya sudah melalui berbagai proses sehingga dapat terbit. Proses tersebut
salah satunya adalah kurasi dan editing naskah. Pada saat sebuah konsep buku
melewati proses kurasi dan editing, isi buku sudah dipelajari oleh mereka yang mempunyai
pemahaman kelayakan terbit buku. Dengan proses ini, maka sebuah buku yang
berada di tangan pembaca sudah mempunyai kelayakan yang sesuai dengan tingkat
pemahaman pembaca. Dan, jika materi di dalam buku dibaca, maka pemahamannya
dapat membentuk karakter pembacanya. Sebuah buku mempunyai kecenderungan untuk
memuat nilai – nilai positif yang diharapkan dapat diserap para pembaca. Buku
sebagai sumber pengetahuan tertulis merupakan hasil dari pencerahan kehidupan oleh penulisnya.
Energi dan kekuatan yang ada di dalam kehidupan mengisyaratkan kepada kita betapa besar pengaruh buku pada seseorang atau masyarakat. Pada aspek karakter, isi buku dapat menjadi energy pembentuk dan pengembang karakter, bahkan pematiknya. Dan, bukan sesuatu yang aneh jika kehidupan atau karakter seseorang mengalami perubahan yang sangat signifikan setelah membaca sebuah buku. Pola kehidupan seseorang dapat mengalami perubahan setelah membaca sebuah buku. Inilah bukti bahwa buku dapat dijadikan sebagai pembentuk karakter seseorang. Oleh karena itulah, program literasi dicanangkan sebagai gerakan nasional dengan harapan ada pembiasaan anak pada kegiatan literasi, membaca dan menulis. Kegiatan ini diyakini dapat memberikan pengaruh yang snagat signifikan terhadap pembentukan karakter anak.
Sekolah atau orangtua sudah seharusnya
mencanangkan gerakan literasi sebagai kegiatan wajib yang harus dilaksanakan
oleh anak – anak. Setiap saat anak selalu dikondisikan untuk dekat dengan
kegiatan literasi, baik itu membaca ataupun menulis. Berbagai buku kita
sediakan untuk dibaca anak – anak, terutama buku – buku pembangun karakter.
Jika setiap saat anak membaca buku dengan isi nilai – nilai positif, maka dalam
dirinya akan terbentuk satu karakter yang dibacanya. Pada saat itu, Harry
Potter sedang booming, maka mayoritas karakter anak – anak menyerap karakter
Harry dan menerapkannya dalam kehidupannya. Pada saat yang lain, ada buku
dengan karakter lain dan dibaca anak – anak, maka karakter tersebut muncul
sebagai karakter anak – anak. Bagaimana jika ternyata ada buku yang menyanjikan
tokoh negatif dalam isinya?
Pilihan
Literasi yang Tepat
Kegiatan literasi menjadi salah satu
solusi yang banyak diterapkan untuk meningkatkan kemampuan karakter anak – anak
dan masyarakat. Berbagai kegiatan dilakukan untuk meningkatkan kemauan anak –
anak pada literasi. Bahkan, tidak hanya anak – anak yang diharapkan mengikuti
kegiatan terkait dengan literasi melainkan juga masyarakat. Gerakan literasi
yang dicanangkan secara nasional tidak hanya diarahkan untuk lingkungan
sekolah, melainkan semua lingkungan yang ada. Harapan yang muncul adalah
kesadaran masyarakat terhadap literasi mneingkat secara signifikan. Kegiatan
ini terutama sebagai upaya untuk membangkitkan kembali kegemaran membaca buku.
Memang, angka buta huruf di masyarakat sudah mengalami penurunan secara
signifikan, tetapi gempuran kedatangan informasi secara digital telah
menurunkan pula kemauan masyarakat untuk membaca buku ataupun sejenisnya.
Masyarakat lebih suka membaca secara digital daripada bacaan- bacaan yang
diterbitkan secara cetak. Buku – buku kehilangan pembacanya. Perpustakaan sepi
dari pengunjung. Buku – buku rusak karena tidak dibaca. Bahkan, tidak jarang
perpustakaan yang seharusnya menjadi tempat mendapatkan pengetahuan hanya
berfungsi sebagai gudang buku.
Tetapi, meskipun demikian tidak mengurangi
semangat penerbitan untuk memproduksi berbagai buku untuk dibaca masyarakat.
dalam konteks inilah, maka orangtua mempunyai kewajiban untuk memilih bahan
literasi untuk anak – anaknya. Pemilihan bahan literasi ini diyakini mempunyai
peran penting dalam pembentukan dan pengembangan karakter anak. Dengan pilihan
bahan literasi atau buku yang tepat, maka proses pembentukan dan pengembangan
karakter anak sesuai dengan harapan. Kegiatan literasi, dalam hal ini kegiatan
membaca pada dasarnya kegiatan mengikat intisari dari materi yang ada di dalam
buku. Pada saat kita membaca buku, maka pada saat itulah sensor otak kita
memilih dan memilah hal – hal yang penting dan tidak penting untuk
kehidupannya.
Pemilihan buku yang tepat bagi anak
diyakini dapat memberikan arah yang tepat bagi anak untuk mencapai kondisi yang
diharapkan dalam prosesnya. Bahwa sebenarnya karakter yang dimiliki oleh
seseorang salah atunya berasal dari proses pembiasaan yang dijalaninya dalam
waktu tertentu. Artinya, jika kita selalu melakukan kegiatan rutin, maka
kegiatan tersebut akan melekat pada diri kita sehingga kita merasa kurang jika
belum melakukan kegiatan tersebut. Begitu juga karakter, jika anak dibiasakan
untuk melakukan hal – hal positif, maka pada masa mendatang hal tersebut akan
muncul secara otomatis setiap kali menghadapi kondisi sesuai dengan hal – hal
yang dibiasakannya. Misalnya, seorang anak dibiasakan untuk cuci tangan sebelum
makan, maka sepanjang hidupnya akan melakukan hal yang sama. Mereka terbiasa
untuk melakukan sesuatu tersebut.
Begitu juga halnya dengan kegiatan membaca
yang mengarah pada pembentukan dan pengembangan karakter anak. Bahan bacaan
haruslah dipilih oleh orangtua sedemikian rupa sehingga anak selalu berhubungan
dengan bahan bacaan yang sama atau mempunyai nilai sebagaimana yang kita harapkan.
Bahan bacaan dengan isi positif berkecenderungan untuk membentuk jiwa positif
pada pembacanya. Untuk hal ini, maka kita memang harus memilih buku sesuai
dengan kondisi yang kita harapkan. Tugas orangtua dan orang – orang dewasa di
sekitar anak menentukan jenis buku yang harus dibaca oleh anak – anak. Kita
tidak boleh membiarkan anak membaca buku yang di luar konteks peruntukan bagi
dirinya. Artinya jika anak masih kecil, maka bacaannya untuk anak kecil. Anak
remaja dipilihkan buku remaja. Begitu seterusnya. Dengan cara seperti itu, maka
diyakini bahwa pembentukan karakter dapat dilakukan secara optimal melalui
bahan literasi atau buku.
Penentuan pilihan buku yang tepat bagi
anak – anak harus dilakukan secara intensif agar anak tidak salah membaca buku.
Kesalahan membaca buku dapat menyebabkan anak mengabaikan buku yang seharusnya
menjadi porsinya. Anak – anak kecil seharusnya membaca buku – buku anak kecil,
tetapi jika ternyat aanak kecil sudah membaca buku untuk remaja, maka isi buku
akan meracuni pikirannya dan menyebabkan dia nyaman dengan buku remaja. Kondisi
ini sangat membahayakan pol akehidupan anak di masa depan. Sekali lagi, untuk
proses pembentukan dan pengembangan karakter melalui literasi harus didukung
oleh orangtua dengan memilihkan buku yang tepat bagi anak – anak. Jangan
membiarkan anak membaca buku yang bukan peruntukannya, walaupun kit
amenggencarkan kegiatan literasi, bukan berarti kita membiarkan anak membaca
apapun.
Pembiasaan
Anak di Lingkungan Literatif
Pada kondisi yang lainnya, kegiatan
literasi dapat ditingkatkan dengan membiasakan anak berada di lingkungan
yang literatif. Lingkungan literatif
adalah lingkungan yang didalamnya selalu ada kegiatan berhubungan dengan
literasi, buku. Lingkungan literatif ini memungkinkan anak mendapatkan jenis
buku yang diinginkannya sesuai dengan tingkatan usianya. Anak tidak akan
memilih buku yang bukan untuk dirinya karena banyaknya buku yang tersedia di
lingkungan tersebut. Lingkungan ini dapat berupa perpustakaan, toko buku, atau
pusat belajar masyarakat.
Anak adalah sosok duplikator ulung untuk
segala hal. Setiap kemampuan yang dimiliki oleh anak merupakan hasil dari
proses duplikator yang dilakukan terhadap lingkungannya. Oleh karena itu, kita
selalu metekankan agar tidak sembarangan berbicara atau bersikap di sekitar
anak – anak. Hal ini sangat memudahkan anak – anak untuk merekam segala yang
didengar dan dilihat di sekelilingnya. Dalam konteks tersebut, kita manfaatkan
sebagai proses pembentukan dan pengembangan karakter. Anak – anak membentuk
karakternya berbasis pada proses duplikator terhadap setiap yang dilihat dan
didengar di sekelilingnya. Perkembangan seorang anak karena dia berada di
lingkungan orang – orang yang aktif menstimulusnya dengan kegiatan dan kata –
kata yang positif.
Selanjutnya kondisi tersebut kita
aplikasikan pada peranan buku, bahan literasi untuk pembentukan karakter anak.
Hal ini kita dasarkan pada kenyataan bahwa buku mempunyai energy yangs angat
besar dalam mempengaruhi karakter seseorang, khususnya anak – anak. Anak – anak
sebagai sosok duplikator atau peniru sangat mungkin untuk menirukan atau
menduplikasi hal – hal yang dibacanya dari sebuah buku. Oleh karena itu, maka
untuk membentuk dan mengembangkan karakter dapat dilakukan dengan membiasakan
anak berada di lingkungan yang literatif. Anak – anak harus secara terus
menerus kita biasakan berada di lingkungan yang bernuansa literasi. Setiap
saat, anak harus merasakan nikmatnya berada di lingkungan literasi.
Untuk pembiasaan anak di lingkungan
literatif, maka secara intensif anak dapat kita ajak berkunjung ke temapt –
tempat yang identik dengan buku atau bahan literasi, yaitu perpustakaan, toko
buku, atau tempat belajar masyarakat lainnya. Anak – anak harus dibiasakan
untuk berkunjung ke tempat – tempat yang terkait dengan kegiatan literasi. Cara
ini memungkinkan anak untuk sellau berada dalam lingkungan literatif. Setiap
saat anak dapat menemukan buku bacaan dan mengkonsumsinya sebagai bacaan
dirinya. Pembiasaan anak berada di lingkungan literatif memungkinkan tumbuhkembangnya
rasa senang terhadap bahan bacaan. Tak kenal, maka tak sayang. Begitu satu
pepatah yang sangat dekat dengan kebiasaan membaca pada anak – anak. Kebiasaan
mereka berada di lingkungan literatif dapat menumbuhkan rasa sayangnya kepada
buku.
Proses pembentukan dan pengembangan
karakter pada dasarnya berbasis pada proses pembiasaan. Pada saat anak berada
di lingkungan keluarga atau dimanapun, jika dibiasakan untuk melakukan suatu
kondisi, maka kondisi tersebut menjadi bagian integral dirinya. Jika sudah
menjadi bagian integral dalam diri anak, maka setiap saat kondisi tersebut akan
muncul sebagai karakter diri. Kita tidak perlu program yang muluk – muluk untuk
membentuk dan mengembangkan kemampuan karakter anak. Kita hanya perlu
membiasakan anak untuk selalu berada dalam lingkungan literatif atau setidaknya
kita slelau dekatkan mereka pada lingkungan literatif. Kenalkan saja anak –
anak dengan lingkungan yang literatif,maka akan tumbuh kebutuhan terhadap
literasi.
Pembiasaan memang menjadi satu kondisi khusus
yang harus diciptakan untuk anak – anak. Kita tidak perlu memaksakan agar anak
mengikuti sesuatu, melainkan biasakan anak berada di lingkungan tersebut, maka akan
tumbuh dengan sendirinya kebiasaan. Kebiasaan itulah yang selanjutnya menjadi
citra diri anak – anak. Masyarakat dapat mengenal kita berdasarkan kebiasaan
kita dalam kehidupan. Kebiasaan tersebut selanjutnya dapat kita katakan sebagai
karakter diri. Artinya, sesungguhnya karakter yang dimiliki oleh seseorang
merupakan hasil proses berkelanjutnya yang terus menerus sebagai suatu
kebiasaan hidup. Seseorang memiliki satu karakter karena selama dalam kurun
waktu tertentu telah mengkondisikan dirinya untuk berada pada situasi
tertentu. Dia membiasakan dirinya untuk
terus menerus melakukan kebiasaan tersebut.
Dan, masa anak – anak merupakan masa emas
untuk membentuk dan mengembangkan kemampuan karakter tersebut. Sejak masa anak
– anak, proses pembentukan dan pengembangan karakter dilakukan oleh orangtua.
Setiap hari anak dikondisikan untuk melakukan nilai – nilai kehidupan yang
berlaku dalam kehidupan. Pengkondisian ini merupakan upaya agar anak terbiasa
melakukan hal – hal baik. Kebiasaan itulah yang selanjutnya menjadi bagian
integral diri. Bagian integral ini selanjutnya muncul sebagai kebiasaan.
Pembentukan dan pengembangan kemampuan
karakter anak melalui kegiatan literasi diharapkan mampu menjadikan anak – anak
sebagai generasi positif. Oleh karena itu, maka pemerintah mencanangkan gerakan
literasi sekolah sebagai upaya untuk membentuk kebiasaan positif pada anak –
anak. Gerakan literasi sekolah yang menggarap karakter melalui literasi
merupakan kegiatan yang pas dengan upaya pembentukan dan pengembangan karakter
ini. Kegiatan ini seharusnya mendapatkan repon positif dari semua pihak.
Bahkan, mereka harus bergiat aktif sehingga gerakan literasi menjadi
tanggungjawab bersama. Perasaan bertanggungjawab sudah merupakan nilai tambah
yang sangat penting bagi keterlaksanaan kegiatan.
Pembentukan dan pengembangan kemampuan
karakter memang dapat dilaksanakan melalui literasi. Bahan – bahan literasi
yang berupa buku menjadi sumber informasi nilai – nilai positif kehidupan. Nilai
– nilai positif yang tertulis di dalam buku jika dibaca secara terus menerus,
maka tertanam dalam memori anak dan menjadi bagian dirinya. Kita tidak
kesulitan menanamkan karakter sebab anak sudah dapat menyerap nilai – nilai
positif tersebut dari bacaan yang dibacanya. Kita dapat memberikan berbagai
bahan bacaan untuk anak – anak agar menyerap nilai – nilai positif yang ada di
dalam buku dan menjadikannya sebagai bagian dirinya.
Semoga kegiatan yang kita balut dalam
gerakan literasi sekolah ataupun gerakan literasi nasional benar – benar dapat
terwujudkan secara optimal. Kita harus meyakini bahwa pembentukan dan
pengembangan dapat dilakukan dengan kegiatan literasi. Hal ini karena bahan
yang kita isikan dalam sebuah buku dapat kita kondisikan sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan harapan. Dan, setiap penulis mempunyai kecenderungan
untuk menuliskan hal – hal positif dalam kehidupan dan menyampaikan bahwa hal –
hal yang negatif harus ditinggalkan agar hidup dapat bahagia. Muatan yang ada
di dalam sebuah buku adalah upaya untuk mengajak pembacanya untuk menyerap
nilai – nilai yang berguna bagi kehidupan dan mendukung penciptaan kehidupan
yang nyaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar