Suka dan duka adalah hiasan dari hidup. Setiap kegiatan hidup yang dilakukan, pasti mempunyai 2 (dua) sisi kondisi yaitu suka dan duka ini. Dengan adanya suka dan duka, maka hidup menjadi dinamis, tidak statis. Hal ini karena sifat dasar manusia yang selalu serba kurang, selalu serba kurang bahkan tidak puas dengan kondisi yang dimilikinya. Kita selalu dan terus berusaha agar kondisi suka merupakan kondisi akhir dari sebuah kegiatan hidup. Tidak seorangpun yang menginginkan duka dalam kehidupannya. Karenanya, mereka berusaha untuk mencapai kondisi terbaik dalam hidupnya. Upaya inilah yang menyebabkan dinamisasi hidup. Hidup terus mengalami perubahan dan perkembangan.
Meskipun demikian, kita jangan terpengaruh oleh kondisi yang terjadi saat bergiat ataupun sesudah bergiat. Kita harus berbesar hati untuk menerima setiap kondisi. Untuk kondisi positif, kemungkinan bukan permasalahan sebab memang kondisi itu yang kita harapkan. Tetapi, untuk kondisi negatif, pasti sangat berpengaruh terhadap setiap penulis. Beberapa kondisi penulis yang menyebabkan lahirnya suka dan dukanya adalah:
a. Kehilangan ide
Ide adalah jiwa dari proses menulis. Tanpa adanya ide, maka proses menulis akan mengalami kesulitan, bahkan hambatan sehingga menyebabkan penulis gagal menulis. Ide juga merupakan koridor panjang yang akan mengantarkan penulis menuju goal penulisan. Oleh karena itu, seorang penulis yang kehilangan ide akan kehilangan jiwa menulis. Kehilangan jiwa menulis berarti mati.
Ini merupakan kondisi negatif yang dapat menyebabkan seorang penulis berduka. Tidak ada yang dituliskan pada kerja tulisnya. Bisa terjadi, setelah berjam-jam menghadapi layar monitor laptop, PC, maupun hape, tetapi tidak satupun tulisan yang dihasilkan. Pikirannya zonk, blank, dan berduka. Kehilangan ide ini menyebabkan penulis kehilangan arah menulisnya sebab koridor jalan yang harus dilewatinya hilang.
Kehilangan ide menyebabkan seorang penulis mengalami kedukaan panjang sebab didasari oleh rasa eman sebab tidak dapat mewujudkan ide yang sempat muncul. Tetapi, karena ketidakmampuannya mengikat ide, maka dia kehilangan ide tersebut. Ini sebuah perasaan bersalah yang sangat besar dari seorang penulis. Tetapi, kita para penulis merasa bersyukur bahwa kita diberi kemampuan untuk segera move on untuk mengikat ide lain yang muncul.
b. Kehilangan waktu
Waktu adalah uang, begitu pendapat banyak orang. Banyak orang memberdayakan waktu untuk memperoleh uang sebanyak-banyaknya. Setiap waktu yang mereka miliki adalah untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Bagi penulis, waktu adalah karya tulis. Setiap waktu yang dimiliki oleh seorang penulis, adalah untuk menghasilkan karya tulis. Jika ada waktu yang terbuang, berarti tidak ada karya tulisan, maka hal tersebut sangat merugikannya.
Seorang penulis akan sangat berduka jika kehilangan waktu. Hal ini karena menghilangkan kesempatan yang dimiliki untuk menghasilkan karya tulis. Waktu yang seharusnya dipergunakan untuk menulis, ternyata tidak ada lagi. Kehilangan waktu dapat terjadi karena dead line atau DL penulisan. Atau karena kesibukan yang tidak dapat dihindari sehingga sebagian besar waktu terhisap untuk menyelessikan kesibukan tersebut.
Kadang, kita tidak dapat mengelak ketika tiba-tiba ada tamu ke rumah dan tidak pulang-pulang. Kita ngobrol ngalor ngidul sehingga memakan waktu yang seharusnya terjadwal untuk menulis. Target pencapaian hasil tulisan terlewatkan dan menyebabkan target penyelesaian tulisan juga mengalami mundur. Hal ini merupakan kedukaan bagi seorang penulis. Oleh karena itu, kota harus dapat mengatur, mengelola waktu seefektif mungkin sehingga dapat terhindar dari segala bentuk gangguan.
c. Kehilangan karya tulis
Kehilangan karya tulis dapat terjadi oleh berbagai sebab. Ketika seorang penulis kehilangan karya tulis seperti kehilangan sebagian jiwanya. Karya tulis adalah pengejahwantahan dati jiwa seorang penulis dalam upaya memberikan respon kepada suatu obyek tulisan. Bagaimana respon seorang penulis terhadap setiap fenomena yang terjadi dan dituliskan untuk lebih mudah pemahaman, khususnya oleh orang lain.
Pekerjaan menulis adalah paduan kerja fisik dan psikis. Kadangkala, kehabisan energi fisik, kadang kehabisan energi psikis. Energi fisik dan psikis merupakan kebutuhan penulis pada saat bergiat menulis. Artinya, seorang penulis harus mempersiapkan fisik dan psikis secara optimal agar dapat menghasilkan tulisan. Penulis harus menyeimbangkan kondisi fisik dan psikisnya.
Seorang penulis dapat kehilangan karya tulisnya jika kondisi fisik dan psikis tidak berimbang sehingga proses menulis terganggu. Daya ingat kita sangat terbatas sehingga sangat memungkinkan kehilangan karya tulis. Pada jaman sekarang, mungkin hal tersebut dapat diminimalisir sebab kehadiran komputer yang mampu menyimpan data. Tetapi pada jaman dahulu, penulis menggunakan mesin ketik untuk menulis atau menulis secara manual. Jika berkas tulisan hilang, maka kita tidak dapat memunculkan lagi. Tetapi, kelelahan fisik dan psikis dapat menyebabkan kehilangan karya tulis secara permanen. Jika terjadi hal tersebut, maka itu kondisi yang membuat penulis sangat berduka. Dalam sebuah buku, Pramudya Ananta Toer pernah mengalami hal tersebut, dimana hasil tulisannya diberangus sehingga hilang. Beruntung Tuhan memberi kemampuan mengingat yang sangat bagus sehingga dapat ditulis ulang. Kika terjadi pada kita?
d. Kehilangan kesempatan menulis
Hal lain yang dapat menyebabkan seorang penulis berduka adalah kehilangan kesempatan menulis. Ada peribahasa mengatakan bahwa kesempatan tidak datang untuk kedua kalinya. Jika sebuah kesempatan datang dan kita gagal mrmanfaatkannya, maka kesempatan itu akan hilang.
Setiap orang mempunyai kesempatan untuk melakukan atau mendapatkan sesuatu dalam hidupnya. Seorang penulis pasti mendapatkan kesempatan untuk menulis. Kesemparan tersebut dapat berasal dari luar dirinya, juga dari dalam dirinya. Kesempatan ini merupakan jawaban alam terhadap keinginan bawah sadarnya terkait dengan kesadaran bahwa dia dapat menulis.
Kesempatan ini dapat hilang dari seorang penulis jika pada saat yang bersamaan ada kegiatan yang harus ditangani juga. Akibat adanya kesibukan, maja kesempatan yang datang tidak dapat dilakukan sesuai kondisi. Akibatnya, kesemparan tersebut berlalu begitu saja. Dan, ketika menyadari bahwa waktu untuk penyelesaian kesempatan tersebut sudah habis, maka yang tertinggal adalah penyesalan.
Oleh karena itu, seorang penulis harus dapat mengelola waktu sebaik-baiknya agar dapat menjalankan kegiatan menulisnya secara optimal. Kuncinya agar tidak kehilangan kesempatan menulis adalah mengelola waktu dan kegiatan sehingga dapat menyangkup semua yang ada.
Suka dan duka dalam kegiatan menulis, sebagaimana kegiatan umumnya dalam kehidupan, pasti ada. Setiap penulis akan mengalami hal tersebut. Dan, semua kembali pada diri sang penulis. Suka dan duka pada saat mrnulis bukanlah halangan untuk menuntaskan sebuah kerja tulis. Hal tersebut seharusnya dijadikan support untuk semakin giat menulis.
Ok, selamat melewati suka dan duka dalam kegiatan menulis. Semoga terlewati dengan lancar dan tidak menjadikan kita terpuruk.
Gembongan, 4 September 2023
Mohammad Saroni
Penulis buku #suratcintauntukAimel