Salah satu kelebihan yang diberikan Tuhan pada kita adalah kemampuan untuk berpikir dan selanjutnya dengan berpikir tersebut, maka kita dapat me-ngembangkan diri sesuai dengan kondisi yang kita inginkan. Dari hasil ciptaan Tuhan, manusia, kita memang dapat dikatakan sebagai makhluk yang sempurna sebab mampu bertindak lebih dari yang dapat dilakukan oleh makh-luk Tuhan lainnya.
Sementara itu, kita menyadari bahwa kehidupan ini sangatlah dinamis sehingga agar kita dapat mengikuti dinamisasinya, perubahan-perubahan yang terjadi, maka kita harus dapat memposisikan diri dengan sebaik-baiknya. Kita harus dapat menghadirkan diri kita seutuhnya, sehingga segala hal yang berkaitan dengan dinamisasi kehidupan tidak menjadi permasalahan yang rumit, apalagi menjadikan hidup kita terbengkalai akibat kegagalan yang kita alami. Semua hal yang terjadi dalam kehidupan ini merupakan rangkaian akibat oleh karena itu kita harus dapat menghilangkan sebabnya, yaitu ketidakdamaian hidup ini. Dan, ketidakdamaian hidup bersumber pada ketidaksiapan diri dalam menghadapi setiap permasalahan yang hadir dalam kehidupan kita. Jika kita siap menghadapi segala kemungkinan yang terjadi dalam kehidupan, maka segala hal pasti terasa nyaman dan damai.
Pikiran merupakan sumber energi diri kita yang terbesar dan tidak pernah ada habis-habisnya. Setiap saat kita dapat mempergunakannya untuk menghadapi dan menyelesaikan permasalahan hidup ini. Dengan pikiran, maka sebenarnya kita dapat melakukan segala hal tanpa batas. Hal ini disebabkan karena pikiran adalah alam terluas yang dapat dikembarai tanpa batasan. Kita dapat mengembara di dalam alam pikiran dan mendapatkan segala hal yang kita butuhkan untuk menghadapi kehidupan ini. Tentu saja dalam hal ini kita tidak dapat begitu saja mempergunakan alam pikiran tanpa melakukan inovasi-inovasi atau perlakuan-perlakuan khusus terhadap alam pikiran kita itu.
Memang, pikiran merupakan sumber energi terbesar bagi kehidupan manusia, tetapi bukan berarti alam pikiran dapat dipergunakan begitu saja. Pikiran itu ibaratnya sama dengan sebilah pisau. Ya, sebilah pisau agar dapat dipergunakan, maka langkah pertama yang harus kita lakukan adalah meng-asahnya setiap saat. Kita harus mengasah pisau tersebut dengan menggunakan batu asah yang sesuai sehingga benar-benar memiliki ketajaman sebagaimana yang kita inginkan. Ketajaman itulah yang sebenarnya kita harapkan dimiiliki oleh pisau sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengiris atau memotong. Kalau sebuah pisau tidak pernah diasah, maka dia bakalan tumpul, majal dan bahkan berkarat sehingga sama sekali tidak berguna untuk melakukan kegiatan hidup. Mungkin, justru menyebabkan timbulnya bahaya bagi kehidup-an kita, sebab karat yang ada dapat menyebabkan rusaknya susunan syaraf yang ada di tubuh kita ataupun rusaknya sesuatu yang diiris atau dipotong.
Pikiran memang tidak dapat dipergunakan begitu saja sebab pada dasarnya pikiran yang kita miliki adalah pikiran lugu yang diinstall oleh Tuhan untuk hal-hal yang bersifat positif. Tuhan menciptakan kita dengan dasar per-hitungan kebaikan, yaitu memelihara kedamaian di dalam kehidupan manusia di dunia. Tuhan telah melengkapi diri kita dengan pikiran yang benar-benar dinamis dan gampang disesuaikan dengan kondisi yang sedang berlangsung. Hal ini merupakan anugerah yang tidak terkirakan bagi kita, makhluk ciptaan Tuhan. Sebab dengan pikiran inilah, maka kita menjadi berbeda dengan makh-luk Tuhan lainnya. Pikiran itu telah diinstall Tuhan sebagai seperangkat sarana bagi kita untuk menghadapi permasalahan tanpa kesulitan, jika kita mem-pergunakan pikiran kita secara proporsional, maka segala permasalahan hanya-lah sebutir debu yang gampang terhapuskan oleh hembusan angin dari mulut kita.
Mengapa pula kita harus bersusah-susah hidup jika kita memiliki sesuatu yang sedemikian hebatnya dalam kehidupan kita. Mengapa kita tidak meman-faatkan segala fasilitas yang ada di dalam diri kita dengan sebaik-baiknya? Mengapa energi yang sangat hebat tersebut harus kita sia-siakan hanya karena kita tidak mengetahui bagaimana cara mempergunakannya?! Mengapa kita tidak sesegera mungkin mengembalikan pola hidup kita dengan lebih mem-fokuskan perhatian pada kemampuan yang ada didalam diri kita sendiri. Meng-apa kita repot-repot memperhatikan segala hal yang ada di luar diri kita semen-tara sebenarnya kita telah memiliki segalanya secara lengkap di dalam diri kita?!
Kalau kita menginginkan kehidupan yang penuh kedamaian, maka se-harusnya kita jauh lebih percaya pada kemampuan yang kita miliki daripada kepada apa yang dimiliki oleh orang lain. Seperti pepatah mengatakan bahwa sebaik-baiknya hujan emas di negeri orang lain, maka masih lebih bagus hujan batu di negeri sendiri. Sebaik-baiknya istana milik orang lain, masih lebih baik lagi gubuk yang kita miliki. Hal ini mendidik kita untuk bersikap lebih realistis. Kita memang seharusnya menghadapi kehidupan ini dengan lebih realistis sehingga kita tidak terlalu jangget jika mengalami kegagalan dan tidak terlalu senang jika kita mendapatkan keberhasilan. Inilah hal yang sesungguhnya harus dijadikan sebagai bekal terbaik bagi kehidupan kita.
Segala kemampuan yang diinstall Tuhan ke dalam sistem kehidupan kita sebenarnya bukan sekedar sistem yang pasif, bukan sistem searah melainkan sistem yang berlaku untuk saling terlibat dan hidup dalam koordinasi tingkat tinggi. Sistem yang berada di dalam diri kita merupakan sistem yang memberi-kan kemudahan-kemudahan kepada kita. Sistem kehidupan kita adalah sistem yang bersifat aktif, artinya selalu dan selalu melakukan perubahan dan tindakan untuk memberikan respon terhadap setiap kondisi dan memberikan perlindung-an diri dari segala hal yang bersifat menyerang diri kita. Segala yang telah kita peroleh dari kehidupan ini merupakan manifestasi dari segala kondisi yang terjadi di dalam diri kita dan berkaitan dengan kondisi di luar diri kita.
Kondisi di dalam diri kita memang seharusnya kita persiapkan sedemi-kian rupa sehingga selalu siap menghadapi kondisi yang terjadi dalam kehidup-an ini. Salah satu langkah yang dapat kita lakukan adalah dengan memupuk sikap hidup yang penuh dengan kreativitas positif yang dapat menjadi sarana untuk mencapai kedamaian hidup. Dengan memupuk kreativitas diri, maka se-tidaknya kita selalu mempunyai solusi setiap kali menghadapi permasalahan hidup. Kreativitas yang kita asah setiap saat menjadikan kita sebagai sosok yang selalu mampu menjawab tantangan hidup secara cepat dan tepat tanpa harus mengorbankan kondisi kehidupan duia dalam diri. Diri kita ini ibaratnya adalah sebuah sawah yang mempunyai tingkat kesuburan yang sangat tinggi tetapi berlum digarap sebagaimana mestinya. Kalau sawah tersebut dibiarkan begitu saja, maka sampai kapanpun sawah tersebut tidak dapat memberikan hasil bagi kehidupan kita, bahkan bisa jadi justru memberikan kepada kita permasalahan yang tiada kunjung berhenti. Tetapi hal tersebut tidak bakal terjadi kalau kita dengan penuh kreativitas mengelola sawah dan memupuknya dengan segenap hati kita. ya, kita memang perlu memupuk sawah kita sehingga kondisi tanah-nya tetap terjaga kesuburannya. Bagaimanapun jika tanah atau sawah terus menerus dipergunakan atau diambil hasilnya, maka suatu saat pasti bakal meng-alami kondisi yang serba tidak karuan. Komposisi zat penyusun tanah bakal mengalami perubahan yang sangat signifikan dan menyebabkan tidak mampu lagi memberikan unsur hara terbaik bagi tanaman yang kita tanam.
Sama dengan kondisi tanah atau sawah yang setiap saat harus kita tanami, kita kelola untuk diambil hasilnya, maka pada saatnya pasti mengalami kejenuhan., maka pikiran kita juga bersifat seperti itu. Tanah dan sawah dapat mengalami tingkat kejenuhan yang sangat tinggi sehingga tidak mampu lagi memberikan zat-zat terpakai dan terbutuhkan oleh tanaman sehingga tanaman yang ditanam pada tanah jenis itu-pun pada akhirnya menjadi begitu kerdil. Apalah artinya tanaman yang kerdil, artinya tidak dapat memberikan hasil yang maksimal bagi kehidupan kita? Bahkan bisa jadi tanaman yang kita biayai dengan dana cukup besar pada saat menanam akhirnya hanya memberikan kekecewaan yang sangat pada kehidupan kita sebab tanaman yang kita harap-kan justru mati di tanah yang menurut kita sangat subur. Untuk menghadapi hal atau kondisi tersebut, maka perlu adanya sikap dan pola penanaman yang sesuai dengan kondisi. Kita harus mampu menciptakan sebuah kondisi sedemikian rupa sehingga tanaman dan tanah yang kita harapkan dapat memberikan hasil semaksimal mungkin. Demikian juga dengan pola kehidupan kita yang semakin hari semakin menyesakan dada saja ini. Bagaimana-pun kita harus dapat mem-berikan langkah-langkah efektif sehingga kita dapat mempertahankan eksistensi diri kita. langkah-langkah inilah yang selanjutnya kita katakan sebagai langkah-langkah strategis atau kreativitas diri secara maksimal.
Hidup memang tidak luput dari pola kehidupan yang penuh kreativitas sebab segala hal yang kita hadapi merupakan manisfestasi dari segala hal yang sedang kita pikirkan. Kita seringkali mengharapkan adanya suatu kondisi yang dapat menjamin pola kehidupan kita menjadi lebih baik. Keinginan ini merupa-kan upaya untuk mempertahankan diri dari segala hal yang membuat diri terancam dan sebagainya. Kita harus memupuk potensi diri kita dengan sebaik-baiknya sehingga muncul dalam bentuk kreativitas yang tidak berbatas dari diri kita. Kita perlu memupuk segala hal yang menjadi potensi dasar kita sehingga setiap perkembangannya merupakan manifestasi dari setiap keinginan kita untuk kebahagian diri dan manusia pada umumnya. Dengan langkah-langkah seperti in, maka setidaknya kita dapat mempertahankan eksistensi kemanusiaan kita. Dengan kreativitas yang kita lakukan dalam setiap langkah kehidupan, setidaknya kita dapat melihat hal-hal yang perlu dilakukan dan yang tidak perlu dilakukan untuk mempertahankan eksistensi hidup kita. Kreativitas yang se-banyak mungkin menjadikan kita sebagai sosok-sosok yang lebih mengerti dan siap menghadapi setiap permasalahan hidup lebih cepat dan tepat dibandingkan yang lainnya. Ya, kreativitaslah yang sebenarnya menjadikan seseorang bertahan dalam eksistensinya di kehidupan ataukah terlindas dan selanjutnya sama sekali tidak berbekas dalam perjalanan hidup selanjutnya. Dengan kreativitas yang kita miliki, maka kita dapat segera mengantisipasi setiap kejadian hidup yang mung-kin menyergap perjalanan hidup kita ini. Oleh karena itulah, mari kita tingkat-kan kemauan dan kemampuan mengembangkan kreativitas diri menuju per-siapan diri menghadapi kondisi hidup yang semakin mengglobal.
Hidup ini memerlukan berbagai cara dan langkah sehingga dapat me-nutup segala celah dan kemungkinan kegagalan dalam perjalanan kehidupan kita. Jika kita hanya mendasarkan pada kemampuan dasar yang tidak pernah kita asah atau poles sama sekali, maka setidaknya kita pasti menghadapi sebuah kondisi yang serba tidak karuan dan memberikan pada kita kemungkinan kegagalan yang lebih besar daripada keberhasilan yang diharapkan. Memang kita boleh saja mendasarkan semua kegiatan atas kemampuan dasar yang ada di dalam diri kita, tetapi kemampuan dasar tersebut dapat dikatakan sedemikian mentahnya sehingga belum siap jika harus diadu dengan keadaan didalam kehidupan ini. Kemampuan dasar yang kita miliki di setiap diri kita adalah ke-rangka yang selanjutnya harus kita bangun sehingga kokoh dan mempunyai kekuatan untuk menghadapi setiap permasalahan hidup yang terjadi. Kerangka itu belum siap jika harus dihadapkan secara langsung dengan kondisi kehi-dupan yang sebenarnya sudah jauh berpengalaman dairpada kemampuan yang ada di dalam diri kita. Oleh karena itulah, maka kerangka kemampuan tersebut harus kita upayakan agar mempunyai kemampuan lebih baik dan semakin baik setiap saatnya. Kita harus terus mengasah dan melatih kerangka tersebut dalam sebuah kegiatan yang pasti memberikan proses penguatan dan pengembangan sampai kemudian kerangka tersebut benar-benar siap menghadapi setiap kon-disi kehidupan. Dengan melatih kerangka tersebut, seperti ketika kita men-dirikan sebuah rumah, maka jika hanya kerangka saja, maka hal tersebut sama sekali tidak berguna bahkan dapat membuat kita celaka karenanya. Oleh karena itulah, maka kita menambahkan tembok dan atap sehingga mampu menjadi perlindungan bagi kita dari segala marabahaya yang timbul oleh kehi-dupan ini. Begitulah seharusnya kondisi kemampuan yang ada di dalam diri kita. Kita persiapkan segala kemungkinan yang harus kita lakukan dalam menghadapi kondisi kehidupan dengan mengembangkan potensi atau kemampuan diri sebaik mungkin sehingga hidup kita dapat damai dan bahagia. Bukankah hal itu yang selalu kita tuntut dari kehidupan ini?!
Hidup ini memang serba tidak pasti dan memberikan setiap kemungkin-an pada kehidupan ini dengan berbagai kondisi yang tidak dapat diprediksi secara pasti. Kita harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya sehingga tidak ter-masuk dalam golongan orang-orang yang mengalami kegagalan dalam hidup sebab tidak mempersiapkan diri dalam menghadapi kehidupan yang serba tidak pasti ini. Hidup adalah rahasia miliki Tuhan dan kita tidak dapat mengetahui secara pasti apa yang sebenarnya sedang ditulis Tuhan sebagai skenario kehi-dupan ini. Kita tidak pernah mengetahui apa yang bakal terjai tetapi kita hars selalu siap menghadapi setiap kemungkinan yang bakal terjadi dalam ke-hidupan kita. Inilah yang dinamakan kehidupan sebagai sesuatu yang tidak pasti. Kadangkala kita sudah siap menghadapi permasalahan dan siap me-nyelesaikannya secara cepat dan tepat, tetapi ternyata permaslaahan tersebut tidak menghampiri kita. Kita justru terbebas dari permasalahan tersebut secara otomatis. Tanpa susah-susah persoalan tersebut telah terselesaikan oleh kejadian lain yang mengcounternya dan itu dari alam sendiri, bukan dari kita. Inilah rahasia yang selalu terselip diantara perjalanan kehidupan kita sebagai makhluk Tuhan yang tidak mampu mengetahui sebelum mengalami secara langsung.
Kita memang sekedar pelaku sebuah cerita panjang kehidupan dan tidak dapat lagi mengundurkan diri dari palagan kehidupan itu. Kita harus menjalani peran kita hingga pada saatnya nanti. Inilah perjanjian tidak tertulis yang telah kita teken ketika pertama kali Tuhan menghembuskan arwah kita pada sesosok janin di dalam alam kandungan ibu kita. Ketika arwah kita sudah memasuki sosok janin di dalam alam kandungan ibu, maka mulai saat tersebut kita sudah harus siap menghadapi kehidupan panjang yang begitu keras dan kejam. Kita sudah tidak dapat lagi menghindar dari segala hal yang berhubungan dengan proses kehidupan yang ada di dunia kehidupan ini.
Tetapi, meskipun demikian, bukan berarti kita tidak memiliki hak untuk mengembangkan diri sebab dalam kenyataannya kita memiliki keluasan dalam proses menghadapi kehidupan yang kita sesuaikan dengan kondisi hdiup kita. Kita mempunyai kemampuan untuk menyiasati kehidupan untuk memposisikan kehidupan kita pada kondisi terbaik dan mampu membawa kedamaian dan kebahagiaan hakiki dalam diri kita. Kita mempuyai kemampuan untuk me-ngembangkan diri sedemikian rupa sehingga mampu menghadapi masalah kehidupan. Tentunya hal tersebut tidak terlepas dari segala upaya yang kita lakukan untuk menghadapi kehidupan. Kita tidak dapat hanya mengharap mukjijat turun untuk kita sehingga apa yang kita harapkan dapat terwujud begitu saja. Semua itu bukanlah hal yang terjadi pada setiap orang sebab mukjijat hanya diberikan Tuhan pada orang-orang pilihan dan memang telah Dia tentukan. Apakah kita termasuk dalam kelompok orang-orang pilihanNya?
Oleh karena itulah, maka sebaiknya kita benar-benar dapat mengefektif-kan segala kemampuan yang ada di dalam diri kita sedemikian rupa sehingga setiap permasalahan hidup dapat kita selesaikan secara proporsional, sesuai dengan program yang telah kita susun dan kehidupan kita tenang, nyaman, dan damai. Untuk hal tersebut kita dituntut untuk dapat menelaah setiap perma-salahan hidup lantas menciptakan solusi-solusi penanganan yang cepat dan tepat sehingga kita tidak terlalu terkungkung dalam permasalahan hidup ter-sebut. Kita harus mempunyai langkah-langkah strategis dalam menghadapi se-tiap permasalahan dan mempunyai kemampuan untuk menerapkan semua langkah-langkah tersebut dalam kehidupan nyata sehingga benar-benar efektif.
Pikiran kita adalah sebuah alam dengan sekian banyak sumber energi yang selama ini dipercaya merupakan energi positif yang mampu mengubah dunia sekalipun. Dengan mempergunakan alam pikiran secara efektif, maka kita dapat melakukan perubahan besar-besaran terhadap kondisi kehidupan kita secara menyeluruh. Kita dapat melihat kenyataan hidup yang kita alami sekarang ini, bagaimana kita telah ditelan oleh pola pemikiran orang-orang yang benar-benar memanfaatkan alam pikirannya secara maksimal dan efektif. Kita melihat dan merasakan betapa pengaruh teknologi yang sedemikian besar sehingga setiap jengkal langkah kita selalu didasari oleh penerapan hasil pengembangan teknologi. Setiap bagian kehidupan kita tidak terlepas dari pengaruh eksistensi hasil pengembangan teknologi. Semua ini adalah hasil pengembangan alam pikiran oleh beberapa orang sedemikan maksimal dan efektifnya sehingga mampu menjadi pola kehidupan yang mengglobal bagi seluruh manusia di dunia. Tidak ada seorang-pun yang merasa enak hati jika merasa ketinggalan pengembangan teknologi. Setiap orang merasa harus selalu mengikuti perkembangan dan pengembangan teknologi kehidupan sehingga tidak dikatakan ketinggalan jaman. Hal ini merupakan sebuah fenomena yang terjadi karena kita menerapkan kekuatan alam pikiran secara maksimal dan efektif. Hal ini memungkinkan sebab alam pikiran memang merupakan dunia dengan sumber energi yang tidak ada habisnya, sampai hilangnya kehidupan.
Kita seharusnya dapat memposisikan diri sebagaimana mereka, yaitu me-manfaatkan alam pikiran kita secara maksimal dan efektif. Setiap saat kita harus memanfaatkan alam pikiran kita sedemikian rupa sehingga selalu berada pada kondisi refresh dan up to date. Kita harus selalu menyesuaikan kondisi kehidup-an di dalam diri kita sehingga seimbang dengan kehidupan di dunia luar diri kita. Alam pikiran kita yang sebenarnya sangat potensial untuk proses pe-ngembangan dan perkembangan diri merupakan salah satu sarana yang paling tepat untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya dalam menghadapi pola kehidupan yang semakin luas wilayahnya dan mengharuskan kita untuk selalu siap menghadapinya.
Kondisi diri yang selalu refresh dan up to date menjadikan setiap bagian diri selalu siap menghadapi kondisi terbaru yang ada didalam kehidupan. Untuk menjadikan diri selalu refresh dan up to date, maka kita secara intens harus selalu meningkatkan kemampuan diri dengan mengembangkan kreativi-tas positif menuju langkah-langkah strategis yang mengarah pada survival ke-hidupan yang nyata. Dengan peningkatan kualitas diri melalui langkah-langkah strategis dalam perkembangan dan pengembangan kemampuan diri yang ber-manifestasi pada kebuTuhan menghadapi kondisi kehidupan yang semakin tidak karuan ini.
Bagaimanapun, kreativitas yang terasah jauh lebih baik daripada kita hanya duduk menunggu datangnya nasib baik yang terkirim dari dunia balik awan yang jelas-jelas tidak karuan dimana, negeri Antaberantah! Kita disini tidak sedang menunggu sesuatu jatuh dan memberikan kedamaian pada kehi-dupan kita. Kedamaian itu tidak bakalan datang, jatuh langsung dari langit. Kedamaian itu adalah sesuatu yang harus kita usahakan agar kita dapat me-milikinya. Tanpa diusahakan, maka segala hal di dalam kekehidupan ini hanya-lah wacana dan tetap menjadi wacana yang tidak pernah termanifestasikan dalam bentuk kegiatan hidup yang nyata.
Tetapi, kreativitas itupun hanyalah wacana jika ternyata hanyalah sebuah kegiatan yang monoton tanpa proses pengembangan dan perkembangan menuju perbaikan dan kebaikan untuk kehidupan ini. Kita seharusnya terus memupuk kreativitas kita dan menyesuaikannya dengan kondisi yang dibutuhkan dalam kehidupan. Jika kita tidak pernah mengembangkan kreativitas kita, bisa jadi yang kita terapkan dalam kehidupan hanyalah sesuatu yang sebenarnya sudah sangat ketinggalan jaman dan tidak sesuai untuk jaman sekarang ini.
Marilah kita kembangkan kreativitas diri kita semaksimal mungkin sehingga kita dapat mempersiapkan diri untuk meghadapi setiap kondisi yang tercipta dalam perjalanan hidup tanpa harus bersusah payah mencari segala hal untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan hidup yang semakin sukar menjawab-nya dengan benar. Marilah kita pupuk kreativitas kita untuk segala hal terbaru yang berlaku di dalam kehidupan ini sehingga kita tergolong orang-orang yang selalu mengikuti perkembangan jaman dan tidak ketinggalan jaman. Kreativitas merupakan jawaban yang paling cepat dan tepat pada saat kita harus meng-hadapi coba kehidupan yang semakin mengglobal dan tidak pandang bulu
Sabtu, 20 September 2008
MANFAATKAN KEKUATAN PIKIRAN
Pernahkah kita menyadari bahwa sebenarnya kekuatan terbesar yang ada di dalam diri kita berpusat pada pikiran.bahwa apapun yang kita rencanakan, lakukan, dan telah lakukan sebenarnya berpulang pada pikiran kita. Apapun yang kita lakukan tidak terlepas dari peran aktif pikiran sebagai pusat komando kegiatan hidup kita. Tidak ada seorang-pun yang bergerak, berkegiatan tanpa mempergunakan pikirannya sebagai landasan kerjanya. Pikiralah yang sesung-guhnya mengantarkan kita menjalani setiap kegiatan sehingga kita tidak meng-alami kesulitan dan selalu melakukan kegiatan secara terencana dan teratur. Adalah sangat mustahil jika seseorang mengatakan bahwa apapun yang dilaku-kannya tanpa melalui proses pemikiran yang panjang. Setiap kegiatan me-rupakan sebuah proses yang berkelanjutan dan pasti membutuhkan waktu yang cukup panjang sehingga adalah mustahil jika kemudian dikatakan dengan bangga bahwa mereka melakukan segala kegiatan begitu saja. Sedangkan untuk berbicara saja kita mempergunakan akal pikiran untuk mengelola setiap huruf, setiap kata dan setiap kalimat yang bakal dikeluarkan oleh mulut, digerakkan oleh lidah dan bibir kita. Bagaimana mungkin orang yang bertindak dalam hidupnya tanpa melalui proses pemikiran terlebih dahulu?! Itu namanya takabur! Sombong dan tidak melihat kenyataannya!
Pikiran kita-lah yang sebenarnya menggerakkan setiap kegiatan yang kita lakukan tanpa pikiran, maka segala kegiatan kita tidak ada artinya, bahkan sama sekali tidak bakal terwujud. Selama ini sebenarnya setiap langkah kegiatan yang kita lakukan merupakan hasil dari sekian banyak proses di dalam diri kita yang memang berlangsung secara singkat atau secara perlahan tergantung pada tingkat kemampuan setiap orang dalam merespon setiap kejadian di dalam kehidupannya. Semakin cepat seseorang menanggapi setiap permasalahan hidup, maka dikatakan semakin cepat pola pikir yang dilakukan oleh dirinya, oleh otaknya.
Kalau orang mengatakan bahwa mereka mempunyai kecepatan diatas rata-rata dalam menanggapi setiap permasalahan, mungkin hal tersebut dapat kita terima sebagai anugerah Tuhan kepada orang bersangkutan dan semestinya hal tersebut patut disyukuri oleh semua orang, khususnya yang memperoleh anugerah tersebut. Tidak semua orang mempunyai kemampuan diri di atas rata-rata sehingga selanjutnya orang mengatakan bahwa dengan kemampuan seperti itu dikelompokkan pada golongan orang jenius, yaitu orang dengan kemam-puan lebih bagus dari orang rata-rata. Orang-orang seperti inilah yang selan-jutnya dapat mengkondisikan kehidupan dunia dalam kondisi positif ataukah dalam kondisi negatif. Artinya, kelompok orang-orang inilah yang selanjutnya seringkali menjadikan kondisi kehidupan ini penuh kedamaian ataukah penuh dengan pertingkaian dan ketidakdamaian.
Untuk menggapai kedamaian hidup seperti yang diharapkan, maka se-yogyanya setiap orang menyadari bahwa kemampuan yang ada di dalam diri-nya bertumpu pada kekuatan pikirannya dan untuk hal tersebut seharusnya mereka benar-benar dapat mengefektifkan kekuatan tersebut. Kita harus meng-akui bahwa sebenarnya segala hal yang kita hadapi di dalam kehidupan ini tidak pernah terlepas dari penerapan kekuatan pikiran dalam penyelesaiannya. Setiap saat kita dituntut untuk menyelesaikan permasalahan hidup dengan meng-efektifkan peranan pikiran ini. Apapun permasalahan yang kita hadapi, maka peraan pikiran mendominasi setiap langkah-langkah solusif yang kita lakukan dalam menyelesaikannya. Kita tidak pernah meninggalkan kekuatan pikiran. Tetapi, jika kita telaah lebih lanjut, maka setidaknya kita mengetahui bahwa kekuatan pikiran yang kita terapkan belumlah maksimal, bahkan lima puluh persen saja belum!
Padahal kita semua mengetahui bahwa sebenarnya, apapun yang kita alami tidak terlepas dari peranan pikiran di dalam proses manifestasinya. Setiap apa yang kita alami sebenarnya bersumber dari kekuatan pikiran kita, baik yang bersifat negatif maupun yang bersifat positif. Dalam hal ini yang selalu kita harapkan adalah yang bersifat positif sebab yang negatif hanya merugikan diri kita. Semua kejadian hidup merupakan hasil rekayasa kekuatan pikiran kita sendiri. Bukan oleh yang lainnya. Bukan oleh orang lain. Bukan oleh alam. Bukan oleh musuh atau teman kita, tetapi semuanya merupakan hasil kerja atau kekuatan pikiran kita sendiri.
Misalnya kita dapat sampaikan disini adalah kondisi kita yang serba kesulitan. Setiap saat kita merasakan betapa hidup ini tidak bersahabat lagi dengan diri kita sehingga tidak ada ruang bagi kita untuk sedikit bersenang-senang dan sebagainya. Setiap saat kita harus menghadapi permasalahan yang tidak kunjung habis-habisnya. Sebenarnya kesulitan yang kita alami merupakan manifestasi dari kekuatan pikiran kita sendiri. Semua kesulitan yang kita alami merupakan perwujudan dari kondisi yang tercipta di dalam alam pikiran kita dan termanifestasi dalam kehidupan nyata.
Alam pikiran kita adalah dunia kecil yang ada di dalam diri kita. Dengan adanya dunia kecil di dalam alam pikiran kita itulah, maka kita dapat menjalani kehidupan ini secara berimbang antara kondisi di dalam diri dengan kondisi di luar diri. Alam pikiran kita sebenarnya mempunyai suatu sistem pengkondisian yang sedemikian rupa sehingga jika terdapat upaya pertahanan diri jika dirasa ada sesuatu yang menyerang dan hendak memporakporandakan kondisi dunia kecil di alam pikiran kita. Sesuatu yang menyerang itu pada umumnya berasal; dari dunia di luar diri kita, yaitu dunia kehidupan kita, dimana banyak orang dengan dunia kecilnya masing-masing ingin mengkondisikan dunia dan ber-benturan serta menimbulkan friksi dengan dunia kecil kita. Akibat benturan antar pribadi inilah, maka seringkali kita mengalami kondisi yang tidak nyaman dan berakibat tidak damainya kehidupan kita.
Tetapi, jika kita mau berpikir dan mempergunakan alam pikiran kita secara efektif, maka setidaknya kita dapat mengelola kondisi diri kita sesuai dengan yang kita inginkan dan selanjutnya kita dapat secara gampang men-dapatkan apa yang kita angan-angankan dalam kehidupan ini. Kita seringkali mendengar orang mengatakan bahwa sebenarnya keberhasilan ataupun kegagal-an kita didalam menjalani kehidupan adalah bergantung pada diri kita sendiri. Bukan pada orang lain. Sebenarnya apa yang kita dapatkan, baik keberhasilan ataupun kegagalan hidup merupakan hasil dari segala upaya yang telah kita lakukan untuk kehidupan kita. Orang lain hanyalah aktor-aktor figuran yang bertindak sebagai pelengkap perjalanan kehidupan kita. Memang tanpa mereka kita tidak dapat bertindak sebab kita memang ditakdirkan sebagai makhluk sosial yang secara teknis harus berinteraksi dengan mereka, tetapi hal tersebut bukan berarti apa yang kita dapatkan adalah bergantung pada mereka. Sama sekali tidak seperti itu. Hal ini tergantung pada kualitas diri yang kita terapkan dalam kehidupan saat itu.
Coba kita sejenak berpikir, apa yang dapat kita peroleh jika ternyata dalam menggapai angan-angan hidup, kita hanya mengharapkan bantuan orang lain sementara diri sendiri diam tidak melakukan apa-apa? Tentunya semua itu merupakan hal yang sangat muskil, sesuatu yang tidak bermanfaat sama sekali. Bahkan hal itu menunjukkan bahwa kita tidak lebih dari sebuah patung atau arca yang mengharapkan orang memberinya makan sementara dia sama sekali tidak berbuat sesuatu agar orang mengetahui apa yang diharapkannya itu. Bahwa setiap yang kita dapatkan dalam kehidupan kita merupakan hasil dari segenap usaha yang kita lakukan sebagai konsekuensi hidup dan kehidupan kita. Maaf, jika kemudian kita dikatakan telah megalami perubahan jiwa alias tidak sehat pikiran jika ternyata kita bersikap seperti itu. Orang pasti mener-tawakan kita jika ternyata kita hanya mengharapkan sesuatu tapi tanpa me-lakukan kegiatan konkrit untuk dapat mewujudkan segala yang kita harap-kan tersebut. Kita ingin dapat mengendarai sebuah kendaraan, mobil tetapi sama sekali tidak pernah berusaha untuk belajar mengendarai mobil, tentunya hal tersebut sangat menggelikan. Bagaimana kita dapat mewujudkan keinginan jika ternyata kita tidak berusaha untuk menggapainya dengan kegiatan-kegiatan yang benar-benar relevan dengan keinginan tersebut?!
Loh, katanya kita harus memanfaatkan alam pikiran kita secara mak-simal? Memang kita harus mempergunakan alam pikiran kita secara maksimal sehingga apa yang kita inginkan menjadi sebuah kenyataan yang dapat mem-buat kehidupan kita damai. Tetapi bukan berarti kita hanya duduk melipat lutut dan berharap segalanya tercipta dan terwujud dengan sendirinya karena ke-mampuan atau kekuatan alam pikiran kita. Kita tetap harus berusaha mema-nifestasikan segala keinginan alam pikiran kita dalam kegiatan-kegiatan nyata yang mampu membawa keberhasilan hidup. Kita memang harus memanfaatkan semua potensi alam pikiran kita sehingga dengan cara seperti itu, maka kita mempunyai banyak langkah-langkah positif yang tepat untuk menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan hidup. Kita harus mempercayai kekuatan alam pikiran kita dalam menyelesaikan setiap permasalahan hidup sebab yang mengenal secara utuh diri kita adalah diri kita sendiri. Tidak ada orang lain yang mampu mengenal diri kita sebaik kita mengenal diri kita sendiri. Apa yang kta butuhkan hanyalah diketahui dan dipahami oleh diri kita sendiri, bukan oleh orang lain. Seberapa-pun dekatnya seseorang dengan kehidupan kita, tetapi tetap saja mereka tidak bakalan dapat menyelesaikan permasalahan hidup kita sebaik kita menyelesaikannya sendiri. Orang yang membantu kita dalam proses penyelesaian masalah hanyalah menyelesaikan kulitnya saja, tidak sampai pada daging dan isinya. Kitalah yang mampu menyelesaikan semua masalah hidup kita secara tuntas hingga ke akar-akarnya.
Oleh karena itulah, agar kedamaian melingkupi kehidupan kita, maka kita harus memanfaatkan kekuatan alam pikiran kita sedemikian rupa sehingga dapat mengkontribusi dan mengakomodasi setiap kondisi secara cepat dan tepat. Kita harus secara intens mempergunakan setiap bagian alam pikiran kita untuk menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan hidup. Hal ini agar pikiran kita terbiasa dalam menghadapi setiap masalah hidup dan terasah sehingga selalu tajam dan berkemampuan untuk menghadapi kehidupan ini.
Pikiran kita-lah yang sebenarnya menggerakkan setiap kegiatan yang kita lakukan tanpa pikiran, maka segala kegiatan kita tidak ada artinya, bahkan sama sekali tidak bakal terwujud. Selama ini sebenarnya setiap langkah kegiatan yang kita lakukan merupakan hasil dari sekian banyak proses di dalam diri kita yang memang berlangsung secara singkat atau secara perlahan tergantung pada tingkat kemampuan setiap orang dalam merespon setiap kejadian di dalam kehidupannya. Semakin cepat seseorang menanggapi setiap permasalahan hidup, maka dikatakan semakin cepat pola pikir yang dilakukan oleh dirinya, oleh otaknya.
Kalau orang mengatakan bahwa mereka mempunyai kecepatan diatas rata-rata dalam menanggapi setiap permasalahan, mungkin hal tersebut dapat kita terima sebagai anugerah Tuhan kepada orang bersangkutan dan semestinya hal tersebut patut disyukuri oleh semua orang, khususnya yang memperoleh anugerah tersebut. Tidak semua orang mempunyai kemampuan diri di atas rata-rata sehingga selanjutnya orang mengatakan bahwa dengan kemampuan seperti itu dikelompokkan pada golongan orang jenius, yaitu orang dengan kemam-puan lebih bagus dari orang rata-rata. Orang-orang seperti inilah yang selan-jutnya dapat mengkondisikan kehidupan dunia dalam kondisi positif ataukah dalam kondisi negatif. Artinya, kelompok orang-orang inilah yang selanjutnya seringkali menjadikan kondisi kehidupan ini penuh kedamaian ataukah penuh dengan pertingkaian dan ketidakdamaian.
Untuk menggapai kedamaian hidup seperti yang diharapkan, maka se-yogyanya setiap orang menyadari bahwa kemampuan yang ada di dalam diri-nya bertumpu pada kekuatan pikirannya dan untuk hal tersebut seharusnya mereka benar-benar dapat mengefektifkan kekuatan tersebut. Kita harus meng-akui bahwa sebenarnya segala hal yang kita hadapi di dalam kehidupan ini tidak pernah terlepas dari penerapan kekuatan pikiran dalam penyelesaiannya. Setiap saat kita dituntut untuk menyelesaikan permasalahan hidup dengan meng-efektifkan peranan pikiran ini. Apapun permasalahan yang kita hadapi, maka peraan pikiran mendominasi setiap langkah-langkah solusif yang kita lakukan dalam menyelesaikannya. Kita tidak pernah meninggalkan kekuatan pikiran. Tetapi, jika kita telaah lebih lanjut, maka setidaknya kita mengetahui bahwa kekuatan pikiran yang kita terapkan belumlah maksimal, bahkan lima puluh persen saja belum!
Padahal kita semua mengetahui bahwa sebenarnya, apapun yang kita alami tidak terlepas dari peranan pikiran di dalam proses manifestasinya. Setiap apa yang kita alami sebenarnya bersumber dari kekuatan pikiran kita, baik yang bersifat negatif maupun yang bersifat positif. Dalam hal ini yang selalu kita harapkan adalah yang bersifat positif sebab yang negatif hanya merugikan diri kita. Semua kejadian hidup merupakan hasil rekayasa kekuatan pikiran kita sendiri. Bukan oleh yang lainnya. Bukan oleh orang lain. Bukan oleh alam. Bukan oleh musuh atau teman kita, tetapi semuanya merupakan hasil kerja atau kekuatan pikiran kita sendiri.
Misalnya kita dapat sampaikan disini adalah kondisi kita yang serba kesulitan. Setiap saat kita merasakan betapa hidup ini tidak bersahabat lagi dengan diri kita sehingga tidak ada ruang bagi kita untuk sedikit bersenang-senang dan sebagainya. Setiap saat kita harus menghadapi permasalahan yang tidak kunjung habis-habisnya. Sebenarnya kesulitan yang kita alami merupakan manifestasi dari kekuatan pikiran kita sendiri. Semua kesulitan yang kita alami merupakan perwujudan dari kondisi yang tercipta di dalam alam pikiran kita dan termanifestasi dalam kehidupan nyata.
Alam pikiran kita adalah dunia kecil yang ada di dalam diri kita. Dengan adanya dunia kecil di dalam alam pikiran kita itulah, maka kita dapat menjalani kehidupan ini secara berimbang antara kondisi di dalam diri dengan kondisi di luar diri. Alam pikiran kita sebenarnya mempunyai suatu sistem pengkondisian yang sedemikian rupa sehingga jika terdapat upaya pertahanan diri jika dirasa ada sesuatu yang menyerang dan hendak memporakporandakan kondisi dunia kecil di alam pikiran kita. Sesuatu yang menyerang itu pada umumnya berasal; dari dunia di luar diri kita, yaitu dunia kehidupan kita, dimana banyak orang dengan dunia kecilnya masing-masing ingin mengkondisikan dunia dan ber-benturan serta menimbulkan friksi dengan dunia kecil kita. Akibat benturan antar pribadi inilah, maka seringkali kita mengalami kondisi yang tidak nyaman dan berakibat tidak damainya kehidupan kita.
Tetapi, jika kita mau berpikir dan mempergunakan alam pikiran kita secara efektif, maka setidaknya kita dapat mengelola kondisi diri kita sesuai dengan yang kita inginkan dan selanjutnya kita dapat secara gampang men-dapatkan apa yang kita angan-angankan dalam kehidupan ini. Kita seringkali mendengar orang mengatakan bahwa sebenarnya keberhasilan ataupun kegagal-an kita didalam menjalani kehidupan adalah bergantung pada diri kita sendiri. Bukan pada orang lain. Sebenarnya apa yang kita dapatkan, baik keberhasilan ataupun kegagalan hidup merupakan hasil dari segala upaya yang telah kita lakukan untuk kehidupan kita. Orang lain hanyalah aktor-aktor figuran yang bertindak sebagai pelengkap perjalanan kehidupan kita. Memang tanpa mereka kita tidak dapat bertindak sebab kita memang ditakdirkan sebagai makhluk sosial yang secara teknis harus berinteraksi dengan mereka, tetapi hal tersebut bukan berarti apa yang kita dapatkan adalah bergantung pada mereka. Sama sekali tidak seperti itu. Hal ini tergantung pada kualitas diri yang kita terapkan dalam kehidupan saat itu.
Coba kita sejenak berpikir, apa yang dapat kita peroleh jika ternyata dalam menggapai angan-angan hidup, kita hanya mengharapkan bantuan orang lain sementara diri sendiri diam tidak melakukan apa-apa? Tentunya semua itu merupakan hal yang sangat muskil, sesuatu yang tidak bermanfaat sama sekali. Bahkan hal itu menunjukkan bahwa kita tidak lebih dari sebuah patung atau arca yang mengharapkan orang memberinya makan sementara dia sama sekali tidak berbuat sesuatu agar orang mengetahui apa yang diharapkannya itu. Bahwa setiap yang kita dapatkan dalam kehidupan kita merupakan hasil dari segenap usaha yang kita lakukan sebagai konsekuensi hidup dan kehidupan kita. Maaf, jika kemudian kita dikatakan telah megalami perubahan jiwa alias tidak sehat pikiran jika ternyata kita bersikap seperti itu. Orang pasti mener-tawakan kita jika ternyata kita hanya mengharapkan sesuatu tapi tanpa me-lakukan kegiatan konkrit untuk dapat mewujudkan segala yang kita harap-kan tersebut. Kita ingin dapat mengendarai sebuah kendaraan, mobil tetapi sama sekali tidak pernah berusaha untuk belajar mengendarai mobil, tentunya hal tersebut sangat menggelikan. Bagaimana kita dapat mewujudkan keinginan jika ternyata kita tidak berusaha untuk menggapainya dengan kegiatan-kegiatan yang benar-benar relevan dengan keinginan tersebut?!
Loh, katanya kita harus memanfaatkan alam pikiran kita secara mak-simal? Memang kita harus mempergunakan alam pikiran kita secara maksimal sehingga apa yang kita inginkan menjadi sebuah kenyataan yang dapat mem-buat kehidupan kita damai. Tetapi bukan berarti kita hanya duduk melipat lutut dan berharap segalanya tercipta dan terwujud dengan sendirinya karena ke-mampuan atau kekuatan alam pikiran kita. Kita tetap harus berusaha mema-nifestasikan segala keinginan alam pikiran kita dalam kegiatan-kegiatan nyata yang mampu membawa keberhasilan hidup. Kita memang harus memanfaatkan semua potensi alam pikiran kita sehingga dengan cara seperti itu, maka kita mempunyai banyak langkah-langkah positif yang tepat untuk menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan hidup. Kita harus mempercayai kekuatan alam pikiran kita dalam menyelesaikan setiap permasalahan hidup sebab yang mengenal secara utuh diri kita adalah diri kita sendiri. Tidak ada orang lain yang mampu mengenal diri kita sebaik kita mengenal diri kita sendiri. Apa yang kta butuhkan hanyalah diketahui dan dipahami oleh diri kita sendiri, bukan oleh orang lain. Seberapa-pun dekatnya seseorang dengan kehidupan kita, tetapi tetap saja mereka tidak bakalan dapat menyelesaikan permasalahan hidup kita sebaik kita menyelesaikannya sendiri. Orang yang membantu kita dalam proses penyelesaian masalah hanyalah menyelesaikan kulitnya saja, tidak sampai pada daging dan isinya. Kitalah yang mampu menyelesaikan semua masalah hidup kita secara tuntas hingga ke akar-akarnya.
Oleh karena itulah, agar kedamaian melingkupi kehidupan kita, maka kita harus memanfaatkan kekuatan alam pikiran kita sedemikian rupa sehingga dapat mengkontribusi dan mengakomodasi setiap kondisi secara cepat dan tepat. Kita harus secara intens mempergunakan setiap bagian alam pikiran kita untuk menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan hidup. Hal ini agar pikiran kita terbiasa dalam menghadapi setiap masalah hidup dan terasah sehingga selalu tajam dan berkemampuan untuk menghadapi kehidupan ini.
SADARI KEMAMPUAN DASAR DI DALAM DIRI
Setiap dari kita sebenarnya telah diberkahi Tuhan dengan kemampuan dasar yang tidak sama antara satu orang dengan orang lainnya. Ini merupakan rahmat, anugerah yang tiada terkira untuk kita. Anugerah inilah yang selanjut-nya menjadikan kita berbeda dengan makhluk Tuhan yang lainnya. Memang, kita diberi Tuhan anugerah yang sungguh berbeda dibanding dengan kemam-puan yang Tuhan berikan pada makhluk yang lainnya. Misalnya, kita diberi kemampuan untuk makan sebagaimana makhluk Tuhan lainnya juga diberi, tetapi kemampuan kita lebih baik dibanding dengan makhluk yang lainya sebab kita mempunyai tata aturan yang sedemikian rupa sehingga kita lebih ter-hormat. Tata cara kita makan tentunya sebagai bukti bahwa kita lebih baik.
Siapapun orangnya, pasti mendapatkan anugerah dari Tuhan untuk di-jadikan sebagai bekal menghadapi kehidupan ini. Anugerah itulah yang seterusnya harus disadari sehingga benar-benar dapat diterapkan dalam kehi-dupan kita. Kita hanya dapat hidup jika kita menerapkan segala anugerah yang diberikan Tuhan secara proporsional dan sesuai dengan tingkat kebuTuhan kita. Jika kita menerapkan anugerah itu secara berlebihan, artinya melebihi kemam-puan yang sebenarnya tentunya hal tersebut menjadikan kita melakukan sesuatu secara mamaksakan diri. Kita melakukan diluar kemampuan, itu namanya memaksakan diri. Lantas siapakah yang dapat bertahan dengan melakukan ke-giatan diluar batas kemampuan dirinya?! Oleh karena itulah, maka kita se-tidaknya selalu mengingat dan mengenal kemampuan atau potensi yang ada di dalam diri kita sehingga kita dapat melakukan setiap kegiatan hidup secara proporsional. Bagaimanapun Tuhan tidak suka pada orang-orang yang suka berlebihan dalam hidupnya. Bukankah ‘ cukup’ lebih baik dari pada berlebihan?!
Memang, anugerah itu diberikan dalam bentuk kerangka dasar yang selanjutnya agar dapat diterapkan memerlukan proses, yang kadangkala membutuhkan waktu yang pendek, tetapi kadangkala membutuhkan waktu yang sedemikian panjangnya. Dari pengalaman hidup, banyak orang yang dalam proses hidupnya belum juga menemukan jalan untuk menemukan anugerah tersebut, tetapi tidak sedikit mereka yang telah menemukan anugerah tersebut dan hidup dari anugerah itu. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk dapat menggapai segala kebuTuhan dirinya dengan mempergunakan segala kemampuan diri sebaik-baiknya. Tetapi, ternyata mereka seringkali terlena oleh kenyataan sehingga yang terjadi justru terjungkalnya mereka dalam kondisi yang tidak bersahabat dan memposisikan diri mereka pada kondisi terpuruk dalam kehidupannya.
Untuk menggapai kedamaian hidup, kita memang harus berusaha agar memiliki kemampuan yang memadai. Kita tidak dapat berupaya tanpa adanya kemampuan yang dapat dijadikan alat untuk mencapainya. Katakanlah, kita ingin bepergian dengan kendaraan, tetapi kita tidak mempunyai kemampuan untuk mengendarai kendaraan tersebut. Sarana sudah ada, tinggal berangkat, tetapi kita tidak mempunyai kemampuan untuk hal tersebut. Tentunya kondisi tersebut sangat tidak mendukung dan justru menjadikan segala program ter-kendala dan akhirnya mengalami kegagalan yang sangat menyakitkan hati. Seharusnya, agar kita dapat hidup secara damai dan mampu menggapai ke-bahagiaan yang hakiki, maka harusnya ada keseimbangan antara kemampuan yang ada di luar diri kita dengan kemampuan yang ada di dalam diri kita ini. Kita mempunyai kesempatan untuk melakukan sebuah kegiatan, maka se-tidaknya di dalam diri kita harusnya mempunyai kemampuan untuk melaku-kan kegiatan tersebut. Kita mempunyai kesempatan dan kita mampu mengambil kesempatan tersebut sebagai sebuah manifestasi kebuTuhan yang ada.
Oleh karena itulah, kita perlu mengusahakan agar kemampuan yang tersimpan di dalam diri kita dapat muncul dan dapat menjadi pendukung utama dari pekerjaan atau program yang kita canangkan. Dan, untuk menampilkan kemampuan yang terpendam di dalam diri ini, maka kita perlu melakukan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan positif, salah satunya adalah melatih diri untuk menguasai kemampuan dasar yang ada di dalam diri kita. kita latih diri kita sehingga kemampuan yang terpendam di dalam diri dapat muncul dan menjadi kemampuan nyata yang dapat menjawab tantangan hidup.
Ada sementara orang bilang bahwa untuk dapat menyadari kemampuan dasar yang ada di dalam diri, maka kita perlu mensupport diri kita sedemikian rupa sehingga timbul kepercayaan diri terhadap kemampuan diri tersebut. Aku harus bisa/dapat! Aku pasti dapat melakukan pekerjaan ini. Ini merupakan kalimat-kalimat positif yang dipercaya dapat mengangkat kesadaran atas ke-mampuan diri. Support yang kita tanamkan di dalam diri dan hati kita harus mampu membangkitkan semangat juang yang tidak terkira jika kita meng-inginkan kehidupan kita menjadi lebih baik dari yang sekarang ini kita dapati. Ya, kita memang harus mensupport diri kita jika menginginkan keberhasilan dalam hidup yang serba keras dan kejam ini. Tanpa support, maka sudah pasti diri kita bakalan gampang nglungkruh dan berputus asa yang tiada alasannya.
Memang harus ada support yang dapat menyadarkan hati kita dari kondisi-kondisi yang terlelap oleh segala aspek kehidupan. Support tersebut dapat saja dihadirkan dari dalam diri sendiri atau harus dipaksakan dari orang lain, misalnya isteri, suami atau orang-orang terdekat lainnya. Dengan adanya support tersebut, maka setidaknya di dalam diri kita timbul kepercayaan yang sedemikian kuat untuk dapat melakukan tugas dan kewajiban hidup dengan baik dan sukses. Sering kali kita memang mengalami suatu kondisi dimana antara keinginan dan pelaksanaan sungguh sangat jauh berbeda. Kalau kita sempat membaca sebuah puisi yang ditulis oleh penyair kondang negeri ini, Rendra, maka setidaknya kita perlu menyadari bahwa segala sesuatu itu memang perlu perwujudan. Ditulis oleh Rendra bahwa perjuangan itu adalah pelaksanaan kata-kata. Perjuangan itu adalah manifestasi dari segala angan-angan dan teori-teori yang kita ucapkan sebagai keinginan tak bertepi yang harus dicapai dalam kehidupan panjang kita. Dengan melaksanakannya dalam kegiatan konkrit, maka setidaknya kita dapat mengetahui bahwa setiap kata-kata yang kita ucapkan sebenarnya me-rupakan butir-butir peluru yang melesat dan membentur setiap penghalang langkah. Butir-butir peluru itulah samangat hidup kita. Bersamanya kita selalu mencoba untuk menantang hidup dengan berbagai konsekuensi yang harus dihadapi tanpa pernah merasa takut sedikitpun.
Berkaitan dengan upaya menghadirkan kepercayaan dan kesadraan atas potensi atau kemampuan yang ada di dalam diri ini, maka setidaknya kita perlu menyadari bahwa seringkali kesadaran tersebut hadir setelah kita menghadapi permasalahan hidup atau mendapatkan support dari orang-orang yang dekat dengan kita. tetapi dalam hal ini kita tidak dapat secara terus menerus meng-harapkan hadirnya kesadaran akibat adanya permasalahan hidup ataupun mendapatkan support dari orang lain, seakrab apapun dia. Sebab kadangkala permasalahan datang tetapi segera dapat diatasi atau kadang saking sulit dan beratnya permasalahan malah menjadikan kita berputus asa yang berkepanjang-an. Hak ini-pun perlu disadari bahwa sebenarnya setiap orang terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing sehingga tidak mungkin jika terus menerus harus memperhatikan kita semata. Mereka juga harus menyelesaikan urusan hidup yang membelit langkah hidup mereka.
Oleh karena itulah, maka satu hal yang harus kita terapkan agar kehidupan kita sadar atas kemampuan yang kita miliki, yaitu selalu introspeksi terhadap segala hal yang berlaku dan terjadi di dalam kehidupan ini. Kita harus selalu mengevaluasi segala hal yang berkaitan dengan eksistensi kita sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat. Hal ini untk mengoreksi segala hal yang telah kita lakukan dan belum kita lakukan untuk mempertahankan eksistensi kita di dalam kehidupan.
Dengan eveluasi diri yang kita lakukan setidaknya kita dapat mengetahui apa yang telah menjadi kendala dan apa pula yang dapat dijadikan sebagai pendorong untuk lebih bergiat dalam menghadapi kehidupan. Berdasarkan evaluasi itu pula, maka kita dapat mengetahui hal-hal terbaik yang telah kita lakukan sehingga dapat dijadikan sebagai indikasi kemampuan diri. Dengan memperhatikan hal-hal positif yang dapat meningkatkan kualitas diri, maka setidaknya kita menyadari bahwa ada nilai positif pada diri kita yang men-jadikan diri kita mampu menghadapi tantangan hidup.
Hidup memang membutuhkan kemampuan-kemampuan khusus sehing-ga permasalahan yang timbul sebagai konsekuensi hidup dapat tertangani dengan sebaik-baiknya. Kita harus menyadari kemampuan yang kita miliki se-hingga dengan kemampuan tersebut, maka kita dapat menyelesaikan setiap permasalahan hidup ini. Kita harus yakin bahwa kita mempunyai kemampuan untuk menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan yang kita hadapi. Kita mampu menyelesaikan dengan potensi yang ada di dalam diri kita.
Ya, kita harus menyadari bahwa sebenarnya kita pasti mampu meng-hadapi setiap permasalahan yang ada di dalam kehidupan kita. Kemampuan yang ada di dalam diri kita sedemikian rupa besarnya sehingga tidak ada yang mampu menghalangi kita untuk terus berkiprah sebaik-baiknya. Yakinlah, bahwa jika kita menyadari kemampuan dasar yang ada di dalam diri kita, maka kedamaian pasti selalu dipihak kita. Hal ini karena kita pasti merasa yakin dapat mengerjakan setiap pekerjaan dan menghadapi setiap permasalahan yang men-jadi tugas dan kewajiban hidup kita. Pasti! Bagaimanapun tantangan hidup yang terbentang di hadapan kita hanyalah secuil cobaan yang begitu hancur setiap kali kita mulai menanganinya.
Sebenarnya kemampuan yang kita miliki tidak berbeda jauh dengan kemampuan yang dimiliki oleh orang lain, bahkan mungkin saja jauh lebih besar dari yang dimiliki oleh orang lain. Keyakinan ini harus kita pegang teguh dalam hati kita dan menjadikannya sebagai tenaga pendorong, energi pendorong ter-besar dari dalam diri kita, inert energy yang mampu menggugah setiap kesadaran diri atas kemampuan yang dimiliki diri. Kita perlu mengingat kenyataan bahwa keyakinan yang kita miliki merupakan separuh dari keberhasilan yang kita angankan. Dengan memiliki keyakinan atas segala kemampuan untuk me-nyelesaikan setiap permasalahan hidup, maka setidaknya kita telah memenang-kan separuh dari perjuangan hidup. Ibaratnya kita berkeinginan untuk pergi ke luar kota, maka kita sudah mempunyai kemampuan untuk pergi. Kita tinggal berangkat saja. Segala hal sudah kita miliki dan tidak perlu bersusah-susah pikiran sebab tidak ada yang menghalangi kita untuk segera berangkat ke tempat tujuan kita.
Begitulah yang kita alami jika kita menyadari bahwa di dalam diri kita terdapat sebuah energi yang sangat besar untuk dapat menjadi pendukung utama dalam upaya pencapaian tujuan kehidupan yang sudah kita programkan. Dengan energi yang kita miliki di dalam diri kita, maka setidaknya keyakinan bakal timbul dan semakin mendorong kita untuk terus berusaha menggapai segala hal yang kita inginkan. Rasanya segala sesuatu akan terasa sedemikian mudah jika kita memilki kemampuan untuk mengerjakannya. Bukankah kita seringkali mendengar orang berkata bahwa dengan kepercayaan dan keyakinan serta tekad yang bulat untuk melakukan sesuatu, maka itu berarti kita telah menempuh separuh perjalanan untuk menggapai keinginan hidup ini. Oleh karena itulah, kenapa kita tidak segera saja menyadari kenyataan bahwa sebenarnya kita memiliki sebuah energi yang sedemikian besar yang selama ini telah kita tidurkan saja dan tidak pernah membantu kita dalam menyelesaikan setiap permasalahan hidup ini.
Di dalam diri kita memang terdapat berbagai macam energi. Orang bilang bahwa di dalam diri kita terdapat dua macam energi, yaitu energi positif dan energi negatif. Energi positif selalu mendorong kita untuk menyelesaikan setiap pekerjaan secara baik dan sesuai dengan program yang telah dibuat. Energi ini selalu memberi support sedemikian besarnya kepada diri kita sehingga setiap permasalahan yang hadir selalu dapat terselesaikan sesuai dengan proporsinya. Bahwa diri ternyata mampu menyelesaikan setiap permasalahan tanpa harus mengharapkan bantuan dari orang lain. Jika kita mau berusaha untuk menye-lesaikan setiap permasalahaan berdasarkan kemampuan yang kita miliki, maka sebenarnya setiap permasalahan tersebut selalu ada jalan keluarnya. Sementara energi negative bersifat sebagai oposisi bagi kehidupan positif kita. Enegri ini selalu merongrong kepercayaan atau keyakinan yang ada di dalam diri kita se-hingga setiap kali energi ini datang, maka kegagalan selalu menjadi hasil akhir-nya. Energi negatiflah yang selama ini telah menjadi musuh terbesar bagi kehidupan kita. Dia adalah musuh dalam selimut. Dia ada dida am diri kita, tetapi kita tidak dapat menghilangkannya sebab da merupakan kauslik dari kondisi positif yang ada di dalam drii kita, penyeimbang kondisi. Begitulah adanya. Oleh karena itu yang terpenting adalah bagaimana cara kita meng-hadapi kondisi tersebut dan memanfaatkannya sebesar-besanya untuk keber-hasilan hidup kita.
Untuk menggapai kedamaian hidup kita memang harus menyadari kemampuan yang kita miliki d dalam diri kita sendiri. Inilah yang seringkali dikatakan sebagai potensi diri. Ya, potensi diri yang ada di dalam diri kita harus kita kenal dan sadari secara baik sehingga setiap kali kita menghadapi permasalahan hidup, maka secara cepat dan tepat dapat mengambil keputusan penyelesaian secara baik tanpa harus berbelit-belit atau berpanjang-panjang waktu yang hanya akan membuat semua permasalahan semakin runyam dan rumit. Kesadaran atas potensi yang ada di dalam diri merupakan hal terutama yang harus dimiliki oleh semua orang jika menginginkan dirinya dapat men-jalani kegiatan hidup secara maksimal dan efektif. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kemampuan yang terrsimpan di dalam diri merupakan sum-ber energi terbesar yang ada di alam kehidupan kita. kekuatan dari kemampuan dalam diri melebih kekuatan apapun. Ketika kita mengalami sesuatu dan ber-keyakinan dengan kemampuan yang kita miliki, maka segala masalah tersebut ternyata dapat kita atasi dengan baik. Kekuatan kemampuan di dalam diri kita memang telah menjadi semacam simpanan energi yang setiap saat dapat kita pergunakan untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang mendera kehidup-an kita. dalam hal ini satu hal yang harus kita lakukan, yaitu meyakini bahwa kita mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang menghadang kehidupan kita. Ya, kita harus yakin bahwa kita mampu menyelesaikan setiap permasalah-an yang hadir dalam kehidupan kita. Inilah kekuatan terbesar yang dimiliki oleh alam.
Banyak orang yang berhasil dalam hidupnya setelah dia menyadari bahwa di dalam dirinya ada sesuatu yang sedemikian besar peranannya untuk menyokong keberhasilannya tetapi sama sekali tidak diaktifkan. Banyak orang yang sibuk dengan berbagai macam urusan untuk menggapai keberhasilan diri tetapi mengabaikan faktor intern yang ada di dalam dirinya. Mereka mengabai-kan kemampuan atau potensi yang ada di dalam dirinya sehingga seringkali yang terjadi justru segala terbengkalai tidak terurus dan kegagalan merupakan harga mati untuk hasil kegiatannya. Mereka nampak begitu antusias menyelesai-kan pekerjaan, tanggungjawab hidupnya tetapi melupakan energi yang sebenar-nya ada di dalam dirinya sendiri. Mereka lebih mempercayai segala hal yang ada diluar dirinya dengan mempergunakannya sebagai sarana untuk memperjuang-kan segala angan-angan dirinya, tetapi kemudian sama sekali tidak mampu membangkitkan dan mempergunakan kemampuan yang sebenarnya tersimpan di dalam dirinya. Padahal kemampuan tersebut sudah ada sejak dia lahir ke dunia, hanya karena kurang menyadari maka kemampuan tersebut, maka kemampuan tersebut sama sekali tidak pernah diasah untuk menghadapi permasalahan hidup. Tidak aneh jika ternyata setiap orang merasa berkekurang-an, khususnya terhadap potensi atau kemampuan diri sendiri, sehingga mereka kurang mandiri dalam menghadapi kehidupan ini. Mereka lebih suka memakai tenaga orang lain dan mengabaikan kemampuan diri yang sebenarnya dapat mengerjakan semua pekerjaan yang dihadapi dalam hidup ini.
Kita memang seringkali terlalu ambisius dan mudah terkecoh oleh keadaan yang seperti fatamorgana di siang hari yang panas. Kita seringkali dikelabui oleh fenomena alam, yang memang seringkali memberikan jebakan-jebakan dalam perjalanan hidup kita. Alam seakan-akan memberikan hal terbaik bagi kehidupan kita, tetapi sebenarnya yang diberikan kepada kita hanyalah bayangan semu yang sedemikian absurdnya. Kita melihat sesuatu sebagai se-buah kenyataan tetapi sebenarnya semua itu semu semata. Oleh karena itulah tidak jarang orang yang menderita justru ketika mereka mengikuti apa yang tergambarkan oleh alam ini. Banyak orang yang tergoda oleh keadaan yang diberikan oleh alam di luar diri kita. Mereka begitu terkesima oleh gemerlap kehidupan yang digambarkan oleh dunia luar, walau sebenarnya semua itu hanyalah gambaran semu yang justru menggelincirkan mereka pada jurang ke-sengsaraan hidup. Tetapi, memang sudah menjadi sifat dasar manusia untuk gampang tergoda oleh penampilan baik dari sesuatu yang benar-benar diingin-kan. Dan selanjutnya berusaha untuk mendapatkannya.
Semua itu semata-mata akibat sifat ambisius yang berkembang didalam diri kita sehingga seringkali menyebabkan kita melupakan akal sehat dan lebih menekankan pada keinginan untuk sesegera mungkin mendapatkan apa yang diharapkannya. Selanjutnya hal tersebut telah menjadikan kita lupa bahwa ada sesuatu yang sehartusnya kita pertimbangkan setiap kali mengambil keputusan dalam kehidupan ini. Kita seringkali melupakan eksistensi dan peranan kemam-puan di dalam diri sendiri berkaitan dengan proses dan program menghadapi permasalahan hidup. Potensi diri yang terkadang terlalu lelap dalam diri akibat sama sekali tidak dipergunakan menjadikan orang-orang kehilangan akal dan lebih percaya pada apa yang selintasan dilihat dan ditemui langsung dalam hidupnya. Seperti ketika kita melihat sebuah film, maka setidaknya dalam pikiran kita selalu terbayang bagaimana jika apa yang terjadi di dalam film tersebut benar-benar kita alami dan kita adalah tokoh utamanya. Wah, jika sudah demikian, maka segalanya dapat ludes. Kita pasti kehilangan p[ikiran sehat dan terlalu berambisi untuk mendapatkan segala impian tetapi sama sekali tidak memperhitungkan kemampuan yang ada di dalam diri. Tentunya kalau hal ini kita lakukan, maka segala hal menjadi negatif dan memberikan hasil yang negatif pula. Oleh karena itulah kita perlu menyadari kemampuan diri dan selanjutnya mempergunakan kemampuan tersebut secara proporsional sehingga kehidupan kita benar-benar mencapai kedamaian yang hakiki.
Siapapun orangnya, pasti mendapatkan anugerah dari Tuhan untuk di-jadikan sebagai bekal menghadapi kehidupan ini. Anugerah itulah yang seterusnya harus disadari sehingga benar-benar dapat diterapkan dalam kehi-dupan kita. Kita hanya dapat hidup jika kita menerapkan segala anugerah yang diberikan Tuhan secara proporsional dan sesuai dengan tingkat kebuTuhan kita. Jika kita menerapkan anugerah itu secara berlebihan, artinya melebihi kemam-puan yang sebenarnya tentunya hal tersebut menjadikan kita melakukan sesuatu secara mamaksakan diri. Kita melakukan diluar kemampuan, itu namanya memaksakan diri. Lantas siapakah yang dapat bertahan dengan melakukan ke-giatan diluar batas kemampuan dirinya?! Oleh karena itulah, maka kita se-tidaknya selalu mengingat dan mengenal kemampuan atau potensi yang ada di dalam diri kita sehingga kita dapat melakukan setiap kegiatan hidup secara proporsional. Bagaimanapun Tuhan tidak suka pada orang-orang yang suka berlebihan dalam hidupnya. Bukankah ‘ cukup’ lebih baik dari pada berlebihan?!
Memang, anugerah itu diberikan dalam bentuk kerangka dasar yang selanjutnya agar dapat diterapkan memerlukan proses, yang kadangkala membutuhkan waktu yang pendek, tetapi kadangkala membutuhkan waktu yang sedemikian panjangnya. Dari pengalaman hidup, banyak orang yang dalam proses hidupnya belum juga menemukan jalan untuk menemukan anugerah tersebut, tetapi tidak sedikit mereka yang telah menemukan anugerah tersebut dan hidup dari anugerah itu. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk dapat menggapai segala kebuTuhan dirinya dengan mempergunakan segala kemampuan diri sebaik-baiknya. Tetapi, ternyata mereka seringkali terlena oleh kenyataan sehingga yang terjadi justru terjungkalnya mereka dalam kondisi yang tidak bersahabat dan memposisikan diri mereka pada kondisi terpuruk dalam kehidupannya.
Untuk menggapai kedamaian hidup, kita memang harus berusaha agar memiliki kemampuan yang memadai. Kita tidak dapat berupaya tanpa adanya kemampuan yang dapat dijadikan alat untuk mencapainya. Katakanlah, kita ingin bepergian dengan kendaraan, tetapi kita tidak mempunyai kemampuan untuk mengendarai kendaraan tersebut. Sarana sudah ada, tinggal berangkat, tetapi kita tidak mempunyai kemampuan untuk hal tersebut. Tentunya kondisi tersebut sangat tidak mendukung dan justru menjadikan segala program ter-kendala dan akhirnya mengalami kegagalan yang sangat menyakitkan hati. Seharusnya, agar kita dapat hidup secara damai dan mampu menggapai ke-bahagiaan yang hakiki, maka harusnya ada keseimbangan antara kemampuan yang ada di luar diri kita dengan kemampuan yang ada di dalam diri kita ini. Kita mempunyai kesempatan untuk melakukan sebuah kegiatan, maka se-tidaknya di dalam diri kita harusnya mempunyai kemampuan untuk melaku-kan kegiatan tersebut. Kita mempunyai kesempatan dan kita mampu mengambil kesempatan tersebut sebagai sebuah manifestasi kebuTuhan yang ada.
Oleh karena itulah, kita perlu mengusahakan agar kemampuan yang tersimpan di dalam diri kita dapat muncul dan dapat menjadi pendukung utama dari pekerjaan atau program yang kita canangkan. Dan, untuk menampilkan kemampuan yang terpendam di dalam diri ini, maka kita perlu melakukan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan positif, salah satunya adalah melatih diri untuk menguasai kemampuan dasar yang ada di dalam diri kita. kita latih diri kita sehingga kemampuan yang terpendam di dalam diri dapat muncul dan menjadi kemampuan nyata yang dapat menjawab tantangan hidup.
Ada sementara orang bilang bahwa untuk dapat menyadari kemampuan dasar yang ada di dalam diri, maka kita perlu mensupport diri kita sedemikian rupa sehingga timbul kepercayaan diri terhadap kemampuan diri tersebut. Aku harus bisa/dapat! Aku pasti dapat melakukan pekerjaan ini. Ini merupakan kalimat-kalimat positif yang dipercaya dapat mengangkat kesadaran atas ke-mampuan diri. Support yang kita tanamkan di dalam diri dan hati kita harus mampu membangkitkan semangat juang yang tidak terkira jika kita meng-inginkan kehidupan kita menjadi lebih baik dari yang sekarang ini kita dapati. Ya, kita memang harus mensupport diri kita jika menginginkan keberhasilan dalam hidup yang serba keras dan kejam ini. Tanpa support, maka sudah pasti diri kita bakalan gampang nglungkruh dan berputus asa yang tiada alasannya.
Memang harus ada support yang dapat menyadarkan hati kita dari kondisi-kondisi yang terlelap oleh segala aspek kehidupan. Support tersebut dapat saja dihadirkan dari dalam diri sendiri atau harus dipaksakan dari orang lain, misalnya isteri, suami atau orang-orang terdekat lainnya. Dengan adanya support tersebut, maka setidaknya di dalam diri kita timbul kepercayaan yang sedemikian kuat untuk dapat melakukan tugas dan kewajiban hidup dengan baik dan sukses. Sering kali kita memang mengalami suatu kondisi dimana antara keinginan dan pelaksanaan sungguh sangat jauh berbeda. Kalau kita sempat membaca sebuah puisi yang ditulis oleh penyair kondang negeri ini, Rendra, maka setidaknya kita perlu menyadari bahwa segala sesuatu itu memang perlu perwujudan. Ditulis oleh Rendra bahwa perjuangan itu adalah pelaksanaan kata-kata. Perjuangan itu adalah manifestasi dari segala angan-angan dan teori-teori yang kita ucapkan sebagai keinginan tak bertepi yang harus dicapai dalam kehidupan panjang kita. Dengan melaksanakannya dalam kegiatan konkrit, maka setidaknya kita dapat mengetahui bahwa setiap kata-kata yang kita ucapkan sebenarnya me-rupakan butir-butir peluru yang melesat dan membentur setiap penghalang langkah. Butir-butir peluru itulah samangat hidup kita. Bersamanya kita selalu mencoba untuk menantang hidup dengan berbagai konsekuensi yang harus dihadapi tanpa pernah merasa takut sedikitpun.
Berkaitan dengan upaya menghadirkan kepercayaan dan kesadraan atas potensi atau kemampuan yang ada di dalam diri ini, maka setidaknya kita perlu menyadari bahwa seringkali kesadaran tersebut hadir setelah kita menghadapi permasalahan hidup atau mendapatkan support dari orang-orang yang dekat dengan kita. tetapi dalam hal ini kita tidak dapat secara terus menerus meng-harapkan hadirnya kesadaran akibat adanya permasalahan hidup ataupun mendapatkan support dari orang lain, seakrab apapun dia. Sebab kadangkala permasalahan datang tetapi segera dapat diatasi atau kadang saking sulit dan beratnya permasalahan malah menjadikan kita berputus asa yang berkepanjang-an. Hak ini-pun perlu disadari bahwa sebenarnya setiap orang terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing sehingga tidak mungkin jika terus menerus harus memperhatikan kita semata. Mereka juga harus menyelesaikan urusan hidup yang membelit langkah hidup mereka.
Oleh karena itulah, maka satu hal yang harus kita terapkan agar kehidupan kita sadar atas kemampuan yang kita miliki, yaitu selalu introspeksi terhadap segala hal yang berlaku dan terjadi di dalam kehidupan ini. Kita harus selalu mengevaluasi segala hal yang berkaitan dengan eksistensi kita sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat. Hal ini untk mengoreksi segala hal yang telah kita lakukan dan belum kita lakukan untuk mempertahankan eksistensi kita di dalam kehidupan.
Dengan eveluasi diri yang kita lakukan setidaknya kita dapat mengetahui apa yang telah menjadi kendala dan apa pula yang dapat dijadikan sebagai pendorong untuk lebih bergiat dalam menghadapi kehidupan. Berdasarkan evaluasi itu pula, maka kita dapat mengetahui hal-hal terbaik yang telah kita lakukan sehingga dapat dijadikan sebagai indikasi kemampuan diri. Dengan memperhatikan hal-hal positif yang dapat meningkatkan kualitas diri, maka setidaknya kita menyadari bahwa ada nilai positif pada diri kita yang men-jadikan diri kita mampu menghadapi tantangan hidup.
Hidup memang membutuhkan kemampuan-kemampuan khusus sehing-ga permasalahan yang timbul sebagai konsekuensi hidup dapat tertangani dengan sebaik-baiknya. Kita harus menyadari kemampuan yang kita miliki se-hingga dengan kemampuan tersebut, maka kita dapat menyelesaikan setiap permasalahan hidup ini. Kita harus yakin bahwa kita mempunyai kemampuan untuk menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan yang kita hadapi. Kita mampu menyelesaikan dengan potensi yang ada di dalam diri kita.
Ya, kita harus menyadari bahwa sebenarnya kita pasti mampu meng-hadapi setiap permasalahan yang ada di dalam kehidupan kita. Kemampuan yang ada di dalam diri kita sedemikian rupa besarnya sehingga tidak ada yang mampu menghalangi kita untuk terus berkiprah sebaik-baiknya. Yakinlah, bahwa jika kita menyadari kemampuan dasar yang ada di dalam diri kita, maka kedamaian pasti selalu dipihak kita. Hal ini karena kita pasti merasa yakin dapat mengerjakan setiap pekerjaan dan menghadapi setiap permasalahan yang men-jadi tugas dan kewajiban hidup kita. Pasti! Bagaimanapun tantangan hidup yang terbentang di hadapan kita hanyalah secuil cobaan yang begitu hancur setiap kali kita mulai menanganinya.
Sebenarnya kemampuan yang kita miliki tidak berbeda jauh dengan kemampuan yang dimiliki oleh orang lain, bahkan mungkin saja jauh lebih besar dari yang dimiliki oleh orang lain. Keyakinan ini harus kita pegang teguh dalam hati kita dan menjadikannya sebagai tenaga pendorong, energi pendorong ter-besar dari dalam diri kita, inert energy yang mampu menggugah setiap kesadaran diri atas kemampuan yang dimiliki diri. Kita perlu mengingat kenyataan bahwa keyakinan yang kita miliki merupakan separuh dari keberhasilan yang kita angankan. Dengan memiliki keyakinan atas segala kemampuan untuk me-nyelesaikan setiap permasalahan hidup, maka setidaknya kita telah memenang-kan separuh dari perjuangan hidup. Ibaratnya kita berkeinginan untuk pergi ke luar kota, maka kita sudah mempunyai kemampuan untuk pergi. Kita tinggal berangkat saja. Segala hal sudah kita miliki dan tidak perlu bersusah-susah pikiran sebab tidak ada yang menghalangi kita untuk segera berangkat ke tempat tujuan kita.
Begitulah yang kita alami jika kita menyadari bahwa di dalam diri kita terdapat sebuah energi yang sangat besar untuk dapat menjadi pendukung utama dalam upaya pencapaian tujuan kehidupan yang sudah kita programkan. Dengan energi yang kita miliki di dalam diri kita, maka setidaknya keyakinan bakal timbul dan semakin mendorong kita untuk terus berusaha menggapai segala hal yang kita inginkan. Rasanya segala sesuatu akan terasa sedemikian mudah jika kita memilki kemampuan untuk mengerjakannya. Bukankah kita seringkali mendengar orang berkata bahwa dengan kepercayaan dan keyakinan serta tekad yang bulat untuk melakukan sesuatu, maka itu berarti kita telah menempuh separuh perjalanan untuk menggapai keinginan hidup ini. Oleh karena itulah, kenapa kita tidak segera saja menyadari kenyataan bahwa sebenarnya kita memiliki sebuah energi yang sedemikian besar yang selama ini telah kita tidurkan saja dan tidak pernah membantu kita dalam menyelesaikan setiap permasalahan hidup ini.
Di dalam diri kita memang terdapat berbagai macam energi. Orang bilang bahwa di dalam diri kita terdapat dua macam energi, yaitu energi positif dan energi negatif. Energi positif selalu mendorong kita untuk menyelesaikan setiap pekerjaan secara baik dan sesuai dengan program yang telah dibuat. Energi ini selalu memberi support sedemikian besarnya kepada diri kita sehingga setiap permasalahan yang hadir selalu dapat terselesaikan sesuai dengan proporsinya. Bahwa diri ternyata mampu menyelesaikan setiap permasalahan tanpa harus mengharapkan bantuan dari orang lain. Jika kita mau berusaha untuk menye-lesaikan setiap permasalahaan berdasarkan kemampuan yang kita miliki, maka sebenarnya setiap permasalahan tersebut selalu ada jalan keluarnya. Sementara energi negative bersifat sebagai oposisi bagi kehidupan positif kita. Enegri ini selalu merongrong kepercayaan atau keyakinan yang ada di dalam diri kita se-hingga setiap kali energi ini datang, maka kegagalan selalu menjadi hasil akhir-nya. Energi negatiflah yang selama ini telah menjadi musuh terbesar bagi kehidupan kita. Dia adalah musuh dalam selimut. Dia ada dida am diri kita, tetapi kita tidak dapat menghilangkannya sebab da merupakan kauslik dari kondisi positif yang ada di dalam drii kita, penyeimbang kondisi. Begitulah adanya. Oleh karena itu yang terpenting adalah bagaimana cara kita meng-hadapi kondisi tersebut dan memanfaatkannya sebesar-besanya untuk keber-hasilan hidup kita.
Untuk menggapai kedamaian hidup kita memang harus menyadari kemampuan yang kita miliki d dalam diri kita sendiri. Inilah yang seringkali dikatakan sebagai potensi diri. Ya, potensi diri yang ada di dalam diri kita harus kita kenal dan sadari secara baik sehingga setiap kali kita menghadapi permasalahan hidup, maka secara cepat dan tepat dapat mengambil keputusan penyelesaian secara baik tanpa harus berbelit-belit atau berpanjang-panjang waktu yang hanya akan membuat semua permasalahan semakin runyam dan rumit. Kesadaran atas potensi yang ada di dalam diri merupakan hal terutama yang harus dimiliki oleh semua orang jika menginginkan dirinya dapat men-jalani kegiatan hidup secara maksimal dan efektif. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kemampuan yang terrsimpan di dalam diri merupakan sum-ber energi terbesar yang ada di alam kehidupan kita. kekuatan dari kemampuan dalam diri melebih kekuatan apapun. Ketika kita mengalami sesuatu dan ber-keyakinan dengan kemampuan yang kita miliki, maka segala masalah tersebut ternyata dapat kita atasi dengan baik. Kekuatan kemampuan di dalam diri kita memang telah menjadi semacam simpanan energi yang setiap saat dapat kita pergunakan untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang mendera kehidup-an kita. dalam hal ini satu hal yang harus kita lakukan, yaitu meyakini bahwa kita mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang menghadang kehidupan kita. Ya, kita harus yakin bahwa kita mampu menyelesaikan setiap permasalah-an yang hadir dalam kehidupan kita. Inilah kekuatan terbesar yang dimiliki oleh alam.
Banyak orang yang berhasil dalam hidupnya setelah dia menyadari bahwa di dalam dirinya ada sesuatu yang sedemikian besar peranannya untuk menyokong keberhasilannya tetapi sama sekali tidak diaktifkan. Banyak orang yang sibuk dengan berbagai macam urusan untuk menggapai keberhasilan diri tetapi mengabaikan faktor intern yang ada di dalam dirinya. Mereka mengabai-kan kemampuan atau potensi yang ada di dalam dirinya sehingga seringkali yang terjadi justru segala terbengkalai tidak terurus dan kegagalan merupakan harga mati untuk hasil kegiatannya. Mereka nampak begitu antusias menyelesai-kan pekerjaan, tanggungjawab hidupnya tetapi melupakan energi yang sebenar-nya ada di dalam dirinya sendiri. Mereka lebih mempercayai segala hal yang ada diluar dirinya dengan mempergunakannya sebagai sarana untuk memperjuang-kan segala angan-angan dirinya, tetapi kemudian sama sekali tidak mampu membangkitkan dan mempergunakan kemampuan yang sebenarnya tersimpan di dalam dirinya. Padahal kemampuan tersebut sudah ada sejak dia lahir ke dunia, hanya karena kurang menyadari maka kemampuan tersebut, maka kemampuan tersebut sama sekali tidak pernah diasah untuk menghadapi permasalahan hidup. Tidak aneh jika ternyata setiap orang merasa berkekurang-an, khususnya terhadap potensi atau kemampuan diri sendiri, sehingga mereka kurang mandiri dalam menghadapi kehidupan ini. Mereka lebih suka memakai tenaga orang lain dan mengabaikan kemampuan diri yang sebenarnya dapat mengerjakan semua pekerjaan yang dihadapi dalam hidup ini.
Kita memang seringkali terlalu ambisius dan mudah terkecoh oleh keadaan yang seperti fatamorgana di siang hari yang panas. Kita seringkali dikelabui oleh fenomena alam, yang memang seringkali memberikan jebakan-jebakan dalam perjalanan hidup kita. Alam seakan-akan memberikan hal terbaik bagi kehidupan kita, tetapi sebenarnya yang diberikan kepada kita hanyalah bayangan semu yang sedemikian absurdnya. Kita melihat sesuatu sebagai se-buah kenyataan tetapi sebenarnya semua itu semu semata. Oleh karena itulah tidak jarang orang yang menderita justru ketika mereka mengikuti apa yang tergambarkan oleh alam ini. Banyak orang yang tergoda oleh keadaan yang diberikan oleh alam di luar diri kita. Mereka begitu terkesima oleh gemerlap kehidupan yang digambarkan oleh dunia luar, walau sebenarnya semua itu hanyalah gambaran semu yang justru menggelincirkan mereka pada jurang ke-sengsaraan hidup. Tetapi, memang sudah menjadi sifat dasar manusia untuk gampang tergoda oleh penampilan baik dari sesuatu yang benar-benar diingin-kan. Dan selanjutnya berusaha untuk mendapatkannya.
Semua itu semata-mata akibat sifat ambisius yang berkembang didalam diri kita sehingga seringkali menyebabkan kita melupakan akal sehat dan lebih menekankan pada keinginan untuk sesegera mungkin mendapatkan apa yang diharapkannya. Selanjutnya hal tersebut telah menjadikan kita lupa bahwa ada sesuatu yang sehartusnya kita pertimbangkan setiap kali mengambil keputusan dalam kehidupan ini. Kita seringkali melupakan eksistensi dan peranan kemam-puan di dalam diri sendiri berkaitan dengan proses dan program menghadapi permasalahan hidup. Potensi diri yang terkadang terlalu lelap dalam diri akibat sama sekali tidak dipergunakan menjadikan orang-orang kehilangan akal dan lebih percaya pada apa yang selintasan dilihat dan ditemui langsung dalam hidupnya. Seperti ketika kita melihat sebuah film, maka setidaknya dalam pikiran kita selalu terbayang bagaimana jika apa yang terjadi di dalam film tersebut benar-benar kita alami dan kita adalah tokoh utamanya. Wah, jika sudah demikian, maka segalanya dapat ludes. Kita pasti kehilangan p[ikiran sehat dan terlalu berambisi untuk mendapatkan segala impian tetapi sama sekali tidak memperhitungkan kemampuan yang ada di dalam diri. Tentunya kalau hal ini kita lakukan, maka segala hal menjadi negatif dan memberikan hasil yang negatif pula. Oleh karena itulah kita perlu menyadari kemampuan diri dan selanjutnya mempergunakan kemampuan tersebut secara proporsional sehingga kehidupan kita benar-benar mencapai kedamaian yang hakiki.
JANGAN MENUNDA-NUNDA PEKERJAAN
Orang mengatakan bahwa jika kita menunda pekerjaan yang menjadi tanggungjawab kita, maka artinya kita sedang menumpuk penderitaan sedikit demi sedikit. Penderitaan yang kita tumpuk setiap saat tersebut pada akhirnya terakumulasi dan menghapus kedamaian yang ada di dalam hati kita. jika kita memiliki banyak pekerjaan yang tertunda, maka setidaknya pasti muncul suatu kondisi tidak tenang di dalam hati sebab harus menghadapi bom waktu yang setiap saat pasti meledak dan menghancurkan segalanya. Pekerjaan yang ter-tumpuk ataupun yang tertunda sebenarnya tidak berbeda dengan bom waktu yang terpasang dalam batasan waktu tertentu. Jika tidak segera diselesaikan atau ditangani, maka ledakannya dapat menghancurkan seluruh hasil pekerjaan yang sudah kita lakukan selama ini. Apalagi jika berhubungan dengan orang lain.
Ketika kita menunda suatu pekerjaan, berarti kita telah menciptakan sebuah gunung permasalahan yang terus bergejolak. Gejolak gunung tersebut setiap saat dapat berubah menjadi ledakan yang maha dahsyat. Ledakan yang dapat menghancurkan segala hal yang ada pada kehidupan kita. Dan, hal itu berarti kita telah kehilangan kedamaian hidup. Kita telah kehilangan kebahagia-an hidup. Bagaimana kita dapat hidup damai jika ternyata di dalam diri kita telah mucul suatu kondisi yang selalu dituntut untuk menyelesaikan semua pekerjaan dalam waktu, yang sudah barang tentu dibuat dalam estimasi yang lebih pendek. Waktu yang kta miliki semakin pendek dan kita tidak dapat lagi menghindar untuk menunda-nunda lagi. Jika kondisi seperti ini kita alami sementara kita adalah seorang wiraswastawan, maka sudah barang tentu hal tersebut berdampak pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap proses pekerjaan yang kita pertanggungjawabkan. Masyarakat kehilangan atensi.
Jika pekerjaan yang seharusnya kita selesaikan, tetapi kita biarkan dengan alasan yang tidak penting, maka pekerjaan ini telah menunggu kita untuk di-selesaikan pada waktu mendatang. Ini adalah beban kita. Kalau kemudian ada pekerjaan lain yang pelaksanaannya kita tunda juga, maka itu berarti kita menyimpan beban lagi. Demikian seterusnya. Setiap kali kita menunda pe-kerjaan, maka pada saat itu kita sedang menumpuk penderitaan yang semakin lama semakin banyak dan berat. Penderitaan itu muncul sebab tuntutan dri setiap pekerjaan untuk segera diselesaikan, apalagi pekerjaan tersebut sudah sampai pada dead line yang sudah ditentukan. Tentunya yang terjadi pada kita adalah suatu kondisi yang serba tidak tenang dan hal tersebut berarti meng-hilangkan kedamaian hidup kita. Memang pada mulanya kita merasakan betapa enaknya kita tidak melakukan pekerjaan yang seharusnya menjadi tugas dan kewajiban kita sebagai pelaku pekerjaan, tetapi jika pekerjaan yang tertunda tersebut semakin banyak tentunya bukan lagi sebuah kesenangan yang bakal kita hadapi tetapi sebuah kebingungan yang sedemikian rupa sehingga terpaksa kita harus melakukan pekerjaan tersebut secara acak dan pada akhirnya mem-pengaruhi kualitas pekerjaan yang sedang kita lakukan. Sementara kita me-ngetahui bahwa kualitas pekerjaan sangat erat hubungannya dengan sumber penghasilan kerja kita. Jika kualitas pekerjaan rendah atau katakanlah kinerja kita rendah, maka sudah pasti atasan kita atau langganan kita berpikir sepuluh kali bahkan seribu kali untuk memberikan kepercayaan kepada kita untuk mengerjakan pekerjaan yang sama atau pekerjaan yang baru. Itu artinya kita telah menghitamkan nama baik kita diseluruh pandangan mata masyarakat, baik itu atasan kita maupun langganan pekerjaan kita. Apa yang bakal terjadi jika kondisi seperti itu kita alami?! Kita bakal mengalami kehancuran hidup!
Semakin banyak pekerjaan yang kita tunda, maka semakin banyak beban yang harus kita tanggung. Semakin tidak nyaman pikiran kita sebab setiap saat selalu berpikir tentang pekerjaan yang terbengkalai akibat penundaan yang kita lakukan. Hal ini tentunya sangat menyiksa batin kita, apalagi jika pekerjaan yang kita tunda tersebut tiba-tiba diperintahkan untuk segera diselesaikan pada waktu yang singkat. Akibatnya kita bakal kelabakan dan pekerjaan yang sebenarnya menjadi tanggungjawab berubah menjadi sebuah beban. Apalagi jika kita terkena dead line, wah pokoknya semua bakalan kacau dan tidak terkontrol sehingga pekerjaanpun menjadi amburadul, tidak karuan. Kalau sebuah peker-jaan yang sebelumnya mempunyai posisi sebagai tugas dan kewajiban sebagai seorang pelaksana, maka dengan proses penundaan tersebut, maka dapat ber-ubah menjadi beban kehidupan. Apa yang bakal kita alami dan rasakan jika sebuah pekerjaan telah berubah menjadi sebuah beban kehidupan? Tentunya segalanya terasa berat dan menyiksa batin kita! Lantas, apa namanya jika se-suatu telah menyiksa batin kita?! Adakah kedamaian dapat tercipta jika perasa-an atau kondisi hati kita tersiksa? Sebaiknya kita tidak perlu menunda-nunda pekerjaan jika menginginkan kehidupan yang penuh kedamaian.
Akibat dari penundaan pekerjaan tidak hanya pada satu aspek saja, tetapi banyak hal yang terimbas. Pada saatnya akan terjadi reaksi nuclear, yaitu reaksi berantai yang susul menyusul dan saling membentur dan meledak. Sungguh, akibat dari penundaan pekerjaan sangat tidak nyaman bagi hati kita. Kondisi tersebut dapat menghalau kedamaian yang bersemayam di dalam hati kita. dan, jika ekdamaian hilang, maka itu artinya kita tidak bakal bahagia! Ada banyak aspek yang terpengaruh oleh kebiasaan menunda pekerjaan. Pengaruh tersebut dapat berubah kehilangan sesuatu yang kita miiki atau kita menjadi berpikir tentang cara-cara cepat menyelesaikan pekerjaan yang terbengkalai. Tentunya hal tersebut sangat menyerap energi dan membuyarkan tingkat konsentrasi yang sudah terbangun sejak awal pekerjaan dilakukan. Bahkan tidak jarang dengan menumpuknya pekerjaan akibat proses penundaan, maka muncullah sikap malas, kemalasan yang sedemikian hebatnya sehingga penyelesaian pekerjaan-pun menjadi semakin lama sebab harus menunggu kehadiran semangat bekerja-nya. Memang, penundaan yang kita lakukan terhadap pekerjaan-pekerjaan pada akhirnya menjadikan kita malas untuk mengerjakan, apalagi jika pekerjaan yang ditunda tersebut telah berhasil memaksa kita untuk melakukan tindakan-tin-dakan penyelesaian sehingga bagaimana-pun kita harus menyelesaikan semua pekerjaan yang ditunda. Sehingga hal tersebut menjadikan kita malas sebab melihat sekian banyak pekerjaan yang terbengkalai dan menghadirkan ke-engganan di hati kita. Pekerjaan tertunda yang sudah menumpuk seringkali menjadikan kita merasa tertekan dan selanjutnya hal tersebut menjadikan kita kehilangan kebebasan untuk melakukan sesuatu yang biasanya mereka abaikan, sekarang harus diperhatikan lebih seksama. Konsentrasi kerja lebih difokuskan kepada pekerjaan yang seharusnya dapat diselesaikan pada waktunya dan sekarang menjadi semacam beban kehidupan. Lantas apa yang bakal kita alami jika ternyata kita menganggap pekerjaan sebagai beban hidup?! Semua sudah memahami hal-hal yang bakal dialami jika kita mengabaikan pekerjaan dengan menunda-nundanya.
Menunda pekerjaan itu berarti kita berhutang. Dan, kalau kita berhutang, maka berkewajiban untuk melunasinya. Kalau hanya satu pekerjaan yang kita tunda, mungkin tidak menjadi permasalahan sebab hanya satu. Tetapi, jika pekerjaan yang kita tunda sudah cukup banyak, maka kita pasti kelimpungan karenanya. Kita serba terburu-buru. Kita selalu dikejar waktu. Kita selalu ditagih hasil pekerjaan. Dan, sebagainya. Bagaimana kita dapat hidup damai dan baha-gia jika setiap hari hati kita tidak tenang? Setiap hari pikiran dipenuhi perma-salahan pekerjaan yang belum rampung?! Apalagi jika kita bertemu dengan para pimpinan atau orang-orang yang berkaitan dengan penyelesaian pekerjaan yang tertunda tersebut. Tentunya hati kita tidak bakal tenang setiap kali mendengar nama orang-orang tersebut, bahkan setiap kali kita masuk ke lingkungan pekerjaan, maka setiap kali itu pula didalam hati kita timbul semacam perasaan takut dan resah. Ya, kita bakal merasakan adanya tekanan yang sedemikian besar dan kuatnya terhadap hati dan batin kita sehingga ketenangan menghilang dari kehidupan kita. Setiap kali kita bakal diserang oleh perasaan bersalah dan keinginan untuk segera menyelesikan beban pekerjaan sesuai dengan estimasi waktu yang disediakan atau dialokasi ulang, dan umumnya estimasi waktu ulang ini adalah estimasi limit. Kita tidak lagi mendapatkan tambahan waktu dlam penyelesaian pekerjaan melainkan sudah termasuk dalam dead line. Tak ada lagi kesempatan untuk mengulur waktu bekerja, sehingga kita terpaksa harus lembur-lembur bekerja tetapi dengan tanggungan finansial yang tidak bertambah, bahkan kita harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menye-lesaikan pekerjaan tersebut, misalnya karena kita harus mengajak orang lain untuk mengerjakannya dengan sistem borong kerja. Untuk borong kerja, kita harus bersepakat dengan para pekerja tersebut dengan menentukan biaya yang harus kita sediakan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Hidup ini adalah tanggungjawab, kewajiban, disamping kebuTuhan pa-ling hakiki agar eksistensi kita tetap ada. Dengan kehidupan yang kita miliki, maka eksistensi diri kita tetap ada dan diperhatikan oleh orang lain. Dan, salah satu aspek penting yang harus diperhatikan agar eksistensi kita tetap ada adalah dengan melakukan kegiatan yang menghidupi hidup. Dengan bekerja, maka kita dapat menjaga eksistensi diri kita. Sebagai sebuah konsekuensi yang menjadi tugas dan kewajiban, maka bekerja merupakan keharusan bagi setiap orang. Tentu saja pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing orang sangatlah ber-beda dan tentunya hal tersebut memberikan hasil yang berbeda pula. Mengenai hasil pekerjaan merupakan sesuatu yang bersifat relatif sebab setiap orang hasil pekerjaannya tidaklah selalu sama, walaupun jenis pekerjaan, kualitas dan kuantitas pekerjaannya sama sebab hal tersebut berkaitan dengan berbagai hal, salah satunya masa kerja dan kinerjanya. Hidup ini merupakan rangkaian tanggungjawab yang harus diterapkan dan dijalani sebagai sesuatu yang bersifat kodrati sebagai perwujudan dari kewajiban hidup. Seperti dikatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia salah satunya adalah untuk berusaha memper-tahankan kehidupannya dari kemusnahan. Manusia diciptakan Tuhan sebagai salah satu bentuk perintah untuk menjaga kondisi sebagai penyeimbang dan sekaligus memimpin kehidupan di dunia. Dalam hal ini Tuhan telah memberi-kan perintah kepada kita untuk terus berusaha agar kehidupan terjaga dan eksistensi kitapun tidak tergerus oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidup ini. Bagaimanapun hidup memang sangatlah dinamis sehingga setiap saat perubahan merupakan hal yang biasa dan harus dihadapi sebagai sebuah Ke-nyataan hidup. Perubahan itu harus dihadapi dan dicarikan solusinya jika per-ubahan tersebut berupa permasalahan hidup. Kedinamisan hidup inilah yang seharusnya menjadikan kita terus menerus menerapkan kreativitas dan me-ngembangkan sagala kemampuan yang kita miliki sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban kita untuk kehidupan. Salah satu hal yang perlu diper-hatikan dalam hal in adalah jangan sampai kita melakukan penundaan terhadap setiap pekerjaan yang menjadi tugas dan kewajiban kita. Kita harus melaksana-kan setiap pekerjaan kita secara bertanggungjawab dan bukan sebagai sesuatu yang membebani hidup. Bekerja adalah sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh semua orang dan bukan sesuatu yang aneh dan harus dipermasalahkan. Adalah sebuah kesalahan jika kemudian kita menganggap dan memandang pekerjaan atau bekerja itu sebagai sesuatu yang mengekang hidup sebab aktivitas tersebut merupakan sesuatu yang bersifat kodrati.
Bekerja adalah aktivitas diri yang diarahkan untuk memberikan sesuatu pada hidup agar tetap eksis. Dengan bekerja, maka kita dapat memperoleh banyak hal yang menopang kehidupan. Kita dapatkan dana untuk menghidupi kehidupan sebab dengan dana tersebut, maka kita dapat memenuhi kebuTuhan hidup, misalnya makan, minum, tempat tinggal dan pakaian serta kelengkapan hidup lainnya. Jika kita bekerja dengan baik, maka hasil pekerjaan juga baik dan diharapkan dapat menutup segala permasalahan hidup. Bagaimana jika kita tidak bekerja?! Kita hidup memerlukan berbagai sarana dan prasarana sehingga dapat mempertahankan eksistensi kita sebagai pribadi yang eksis. Dengan be-kerja, maka kita dapat menunjukkan pada semua orang bahwa eksistensi kita terjaga dan mampu menghadapi setiap permasalahan secara baik dan benar sehingga tidak terancam oleh kondisi yang negatif. Bekerja itu sebuah aktivitas yang positif bagi kehidupan dan sebagaimana kita ketahui kita harus selalu berpikir positif untuk dapat menciptakan sebuah kondisi hidup yang terjamin.
Kalau kita sudah menetapkan diri untuk bekerja, maka sebagai kon-sekuensinya kita harus melaksanakan semua jenis pekerjaan secara konsek dan setiap kegiatan pekerjaan harus dilakukan secara intens. Hanya dengan cara seperti itulah, maka kita dapat memberikan kontribusi yang memadai untuk memberikan hasil bagi kehidupan kita. Pekerjaan yang kita lakukan merupakan jembatan bagi kita untuk mencapai tingkat kualitas hidup yang lebih baik sehingga jika kita tidak menerapkannya atau menjalankannya secara baik, maka akibatnya kita dapat mengalami kesulitan hidup. Misalnya pada saat kita harus menunda-nunda pekerjaan, pasti kita bakal mengalami kesulitan hidup.
Pernahkan anda berpikir, apa yang terjadi seandainya kita tidak bekerja? Apakah anda pernah membayangkan apa yang kita alami seandainya pekerjaan tidak kita miliki? Atau mungkin anda pernah dan sedang berada pada posisi tidak bekerja? Apa yang kita rasakan saat kita kehilangan suatu pekerjaan yang selama ini telah memberikan beberapa masukan dan menjadi tulang punggung bagi keluarga kita. Bagaimana perasaan orang-orang yang selama ini menjadi tanggungan kita jika kita tiba-tiba kehilangan pekerjaan? Bagaimana tanggapan mereka? Lantas, bagaimana sikap orang-orang terhadap kondisi terbaru yang kita miliki? Dan, masih banyak lagi hal-hal yang harus kita pertimbangkan atau pikirkan jika kondisi benar-benar berubah. Dengan bekerja, maka segala kemam-puan yang kita miliki dapat kita manifestasikan sebagai kegiatan konrkit untuk menciptakan kreasi-kreasi baru dalam bidang kerja kita dan menciptakan bermacam kemungkinan untuk menciptakan lapangan atau jenis pekerjan yang baru. Sebenarnya, pada saat kita melakukan pekerjaan, pada saat itu pula pikiran kita melakukan pengembaraan dan pemikiran ulang terhadap segala hal yang telah kita lakukan dan mengubahnya menjadi sesuatu yang baru dan dapat menjadikanya sebagai lapangan pekerjan yang memungkinkan bagi orang lain atau diri sendiri. Mengapa demikian? Sebab, pada saat kita melakukan peker-jaan, maka pada saat tersebut pikiran kita benar--benar aktif dan terus melakukan kegiatan-kegiatan teknis di dalam otak. Kita selalu berkembang dan mengembangkan kondisi yang kadangkala merupakan kelanjutan dari yang kita kerjakan atau pengembangan-pengembangan yang benar-benar baru .
Pastinya kita merasakan bahwa hidup sedemikian sulitnya sehingga bukan sesuatu yang aneh jika semua orang berebut mencari pekerjaan. Orang saling berebut mendapatkan pekerjaan, bahkan tidak sedikit yang menem-puhnya dengan sistem ‘tukar guling’ antara pekerjaan dengan sejumlah uang. Ini fenomena yang sejak dahullu menjadi kebiasaan dari orang-orang kita, membeli pekerjaan. Mereka tidak peduli walaupun pada awal-awal bekerja, gaji yang mereka terima tidak lain adalah uang mereka sendiri. Pekerjaan telah dijadikan sebagai dewa penyelamat kehidupan. Tanpa bekerja/pekerjaan, mereka berpikir tidak berbeda jauh dengan kematian. Tanpa bekerja adalah kematian. Lantas, mengapa kita yang sudah bekerja ternyata menyia-nyiakannya dengan cara menelantarkan/menunda-nunda pekerjaan tersebut?! Dalam hal ini kita artikan bahwa tanpa bekerja, maka pikiran kita mati, tidak mengalami pengembangan dan perkembangan yang proporsional sesuai dengan kondisi pada saat kita sedang berada. Kalau kita tidak bekerja kita membiarkan pikiran kita, energi jiwa kita terbengkalai tanpa penyaluran yang sesuai dengan kebuTuhan diri dan itu artinya sama saja dengan mati! Energi hidup yang tidak tersalurkan tidak berbeda dengan orang yang telah kehilangan jiwa dan arwahnya, mati! Seharusnya kita terus danterus mengaktifkan pikiran kita sebab energi pikiran itu ketika dipergunakan bukanlah berkurang melainkan bertambah banyak. Kita perlu menyadari bahwa ketika kita memikirkan sesuatu sebagai bentuk pe-nyaluran energi, maka selama kita berpikir tersebut ternyata banyak sekali hal yang muncul yang kadangkala sudah diluar hal yang sedang kita pikirkan setiap kali kita memikirkan sesuatu, maka disaat-saat tersebut selalu muncul hal-hal lain dan kita anggap sebagai sesuatu yang memungkinkan untuk dilakukan. Orang-orang seringkali mengatakan hal tersebut sebagai ide-ide cemerlang. Ya, ide-ide seperti itu seringkali muncul ketika kita sedang memikirkan sesuatu atau melakukan perkajaan kita. Tetapi sangat tidak ada ketika kita hanya diam tidak melakukankegiatan apa-apa. Semakin lama otak kita diamkan, maka semakin ayem energi yang ada di dalam otak kita sehingga kemampuan berpikirnya-pun mengalami kemunduran. Otak itu adalah bagian tubuh kita yang paling banyak membutuhkan dinamisasi hidup agar dapat hidup. Otak itu bagian tubuh yang menentukan hidup atau matinya seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, otak jangan dibarkan mati tanpa kegiatan hidup.
Oleh karena itulah, sebaiknya kita tidak menunda-nunda pekerjaan kita sehingga hidup kita tidak berbeban. Jika setiap pekerjaan yang menjadi tang-gung jawab kita selesai sesuai dengan program yang telah kita susun, maka kita tidak lagi berhutang dan beban tersebut dapat hilang. Dengan demikian, maka kondisi hati kita dapat damai dan pada akhirnya dapat menuju pada kebahagia-an hidup. Pekerjaan yang terselesaikan sesuai dengan target waktu yang telah ditentukan menjadikan kita sebagai sosok yang menghargai waktu dan keper-cayaan orang lain. Penghargaan kepada waktu merupakan efektivitas diri yang paling tepat sehingga kita tidak lagi mengalami kekacauan waktu dan peng-hamburan tenaga, energi yang tidak sesuai dengan penggunaannya. Sementara kepercayaan orang lain merupakan suatu hal yang sedemikian pentingnya sebagai perwujudan bahwa eksistensi kita sebagai manusia benar-benar dianggap ada oleh orang lain dan timbul kebanggaan dalam diri karena kondisi ini. Inilah yang terpenting bagi kehidupan kita di dunia.
Kalau kita dapat hidup secara damai dan bahagia, kenapa pula kita harus menyiksa diri dengan menunda-nunda pekerjaan? Kalau kita dapat menyele-saikan pekerjaan pada hari ini, kenapa pula harus ditunda hingga besok atau lusa?! Kenapa hal tersebut sering kita lakukan? Ada peribahasa yang me-ngatakan,” Berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian; Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”. Ini merupakan bentuk atau perwujudan kenyataan bahwa untuk dapat mencapai kebahagiaan, kita harus bekerja keras. Bekerjalah secara baik, keras agar dapat mencapai kebahagiaan. Jangan lagi menunda- nunda pekerjaan! Lebih baik kita bersantai-santai setelah pekerjaan selesai daripada bersantai-santai tetapi beban hidup menggantung diatas kepala kita. siap menghajar butir kepala kita.
Ketika kita menunda suatu pekerjaan, berarti kita telah menciptakan sebuah gunung permasalahan yang terus bergejolak. Gejolak gunung tersebut setiap saat dapat berubah menjadi ledakan yang maha dahsyat. Ledakan yang dapat menghancurkan segala hal yang ada pada kehidupan kita. Dan, hal itu berarti kita telah kehilangan kedamaian hidup. Kita telah kehilangan kebahagia-an hidup. Bagaimana kita dapat hidup damai jika ternyata di dalam diri kita telah mucul suatu kondisi yang selalu dituntut untuk menyelesaikan semua pekerjaan dalam waktu, yang sudah barang tentu dibuat dalam estimasi yang lebih pendek. Waktu yang kta miliki semakin pendek dan kita tidak dapat lagi menghindar untuk menunda-nunda lagi. Jika kondisi seperti ini kita alami sementara kita adalah seorang wiraswastawan, maka sudah barang tentu hal tersebut berdampak pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap proses pekerjaan yang kita pertanggungjawabkan. Masyarakat kehilangan atensi.
Jika pekerjaan yang seharusnya kita selesaikan, tetapi kita biarkan dengan alasan yang tidak penting, maka pekerjaan ini telah menunggu kita untuk di-selesaikan pada waktu mendatang. Ini adalah beban kita. Kalau kemudian ada pekerjaan lain yang pelaksanaannya kita tunda juga, maka itu berarti kita menyimpan beban lagi. Demikian seterusnya. Setiap kali kita menunda pe-kerjaan, maka pada saat itu kita sedang menumpuk penderitaan yang semakin lama semakin banyak dan berat. Penderitaan itu muncul sebab tuntutan dri setiap pekerjaan untuk segera diselesaikan, apalagi pekerjaan tersebut sudah sampai pada dead line yang sudah ditentukan. Tentunya yang terjadi pada kita adalah suatu kondisi yang serba tidak tenang dan hal tersebut berarti meng-hilangkan kedamaian hidup kita. Memang pada mulanya kita merasakan betapa enaknya kita tidak melakukan pekerjaan yang seharusnya menjadi tugas dan kewajiban kita sebagai pelaku pekerjaan, tetapi jika pekerjaan yang tertunda tersebut semakin banyak tentunya bukan lagi sebuah kesenangan yang bakal kita hadapi tetapi sebuah kebingungan yang sedemikian rupa sehingga terpaksa kita harus melakukan pekerjaan tersebut secara acak dan pada akhirnya mem-pengaruhi kualitas pekerjaan yang sedang kita lakukan. Sementara kita me-ngetahui bahwa kualitas pekerjaan sangat erat hubungannya dengan sumber penghasilan kerja kita. Jika kualitas pekerjaan rendah atau katakanlah kinerja kita rendah, maka sudah pasti atasan kita atau langganan kita berpikir sepuluh kali bahkan seribu kali untuk memberikan kepercayaan kepada kita untuk mengerjakan pekerjaan yang sama atau pekerjaan yang baru. Itu artinya kita telah menghitamkan nama baik kita diseluruh pandangan mata masyarakat, baik itu atasan kita maupun langganan pekerjaan kita. Apa yang bakal terjadi jika kondisi seperti itu kita alami?! Kita bakal mengalami kehancuran hidup!
Semakin banyak pekerjaan yang kita tunda, maka semakin banyak beban yang harus kita tanggung. Semakin tidak nyaman pikiran kita sebab setiap saat selalu berpikir tentang pekerjaan yang terbengkalai akibat penundaan yang kita lakukan. Hal ini tentunya sangat menyiksa batin kita, apalagi jika pekerjaan yang kita tunda tersebut tiba-tiba diperintahkan untuk segera diselesaikan pada waktu yang singkat. Akibatnya kita bakal kelabakan dan pekerjaan yang sebenarnya menjadi tanggungjawab berubah menjadi sebuah beban. Apalagi jika kita terkena dead line, wah pokoknya semua bakalan kacau dan tidak terkontrol sehingga pekerjaanpun menjadi amburadul, tidak karuan. Kalau sebuah peker-jaan yang sebelumnya mempunyai posisi sebagai tugas dan kewajiban sebagai seorang pelaksana, maka dengan proses penundaan tersebut, maka dapat ber-ubah menjadi beban kehidupan. Apa yang bakal kita alami dan rasakan jika sebuah pekerjaan telah berubah menjadi sebuah beban kehidupan? Tentunya segalanya terasa berat dan menyiksa batin kita! Lantas, apa namanya jika se-suatu telah menyiksa batin kita?! Adakah kedamaian dapat tercipta jika perasa-an atau kondisi hati kita tersiksa? Sebaiknya kita tidak perlu menunda-nunda pekerjaan jika menginginkan kehidupan yang penuh kedamaian.
Akibat dari penundaan pekerjaan tidak hanya pada satu aspek saja, tetapi banyak hal yang terimbas. Pada saatnya akan terjadi reaksi nuclear, yaitu reaksi berantai yang susul menyusul dan saling membentur dan meledak. Sungguh, akibat dari penundaan pekerjaan sangat tidak nyaman bagi hati kita. Kondisi tersebut dapat menghalau kedamaian yang bersemayam di dalam hati kita. dan, jika ekdamaian hilang, maka itu artinya kita tidak bakal bahagia! Ada banyak aspek yang terpengaruh oleh kebiasaan menunda pekerjaan. Pengaruh tersebut dapat berubah kehilangan sesuatu yang kita miiki atau kita menjadi berpikir tentang cara-cara cepat menyelesaikan pekerjaan yang terbengkalai. Tentunya hal tersebut sangat menyerap energi dan membuyarkan tingkat konsentrasi yang sudah terbangun sejak awal pekerjaan dilakukan. Bahkan tidak jarang dengan menumpuknya pekerjaan akibat proses penundaan, maka muncullah sikap malas, kemalasan yang sedemikian hebatnya sehingga penyelesaian pekerjaan-pun menjadi semakin lama sebab harus menunggu kehadiran semangat bekerja-nya. Memang, penundaan yang kita lakukan terhadap pekerjaan-pekerjaan pada akhirnya menjadikan kita malas untuk mengerjakan, apalagi jika pekerjaan yang ditunda tersebut telah berhasil memaksa kita untuk melakukan tindakan-tin-dakan penyelesaian sehingga bagaimana-pun kita harus menyelesaikan semua pekerjaan yang ditunda. Sehingga hal tersebut menjadikan kita malas sebab melihat sekian banyak pekerjaan yang terbengkalai dan menghadirkan ke-engganan di hati kita. Pekerjaan tertunda yang sudah menumpuk seringkali menjadikan kita merasa tertekan dan selanjutnya hal tersebut menjadikan kita kehilangan kebebasan untuk melakukan sesuatu yang biasanya mereka abaikan, sekarang harus diperhatikan lebih seksama. Konsentrasi kerja lebih difokuskan kepada pekerjaan yang seharusnya dapat diselesaikan pada waktunya dan sekarang menjadi semacam beban kehidupan. Lantas apa yang bakal kita alami jika ternyata kita menganggap pekerjaan sebagai beban hidup?! Semua sudah memahami hal-hal yang bakal dialami jika kita mengabaikan pekerjaan dengan menunda-nundanya.
Menunda pekerjaan itu berarti kita berhutang. Dan, kalau kita berhutang, maka berkewajiban untuk melunasinya. Kalau hanya satu pekerjaan yang kita tunda, mungkin tidak menjadi permasalahan sebab hanya satu. Tetapi, jika pekerjaan yang kita tunda sudah cukup banyak, maka kita pasti kelimpungan karenanya. Kita serba terburu-buru. Kita selalu dikejar waktu. Kita selalu ditagih hasil pekerjaan. Dan, sebagainya. Bagaimana kita dapat hidup damai dan baha-gia jika setiap hari hati kita tidak tenang? Setiap hari pikiran dipenuhi perma-salahan pekerjaan yang belum rampung?! Apalagi jika kita bertemu dengan para pimpinan atau orang-orang yang berkaitan dengan penyelesaian pekerjaan yang tertunda tersebut. Tentunya hati kita tidak bakal tenang setiap kali mendengar nama orang-orang tersebut, bahkan setiap kali kita masuk ke lingkungan pekerjaan, maka setiap kali itu pula didalam hati kita timbul semacam perasaan takut dan resah. Ya, kita bakal merasakan adanya tekanan yang sedemikian besar dan kuatnya terhadap hati dan batin kita sehingga ketenangan menghilang dari kehidupan kita. Setiap kali kita bakal diserang oleh perasaan bersalah dan keinginan untuk segera menyelesikan beban pekerjaan sesuai dengan estimasi waktu yang disediakan atau dialokasi ulang, dan umumnya estimasi waktu ulang ini adalah estimasi limit. Kita tidak lagi mendapatkan tambahan waktu dlam penyelesaian pekerjaan melainkan sudah termasuk dalam dead line. Tak ada lagi kesempatan untuk mengulur waktu bekerja, sehingga kita terpaksa harus lembur-lembur bekerja tetapi dengan tanggungan finansial yang tidak bertambah, bahkan kita harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menye-lesaikan pekerjaan tersebut, misalnya karena kita harus mengajak orang lain untuk mengerjakannya dengan sistem borong kerja. Untuk borong kerja, kita harus bersepakat dengan para pekerja tersebut dengan menentukan biaya yang harus kita sediakan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Hidup ini adalah tanggungjawab, kewajiban, disamping kebuTuhan pa-ling hakiki agar eksistensi kita tetap ada. Dengan kehidupan yang kita miliki, maka eksistensi diri kita tetap ada dan diperhatikan oleh orang lain. Dan, salah satu aspek penting yang harus diperhatikan agar eksistensi kita tetap ada adalah dengan melakukan kegiatan yang menghidupi hidup. Dengan bekerja, maka kita dapat menjaga eksistensi diri kita. Sebagai sebuah konsekuensi yang menjadi tugas dan kewajiban, maka bekerja merupakan keharusan bagi setiap orang. Tentu saja pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing orang sangatlah ber-beda dan tentunya hal tersebut memberikan hasil yang berbeda pula. Mengenai hasil pekerjaan merupakan sesuatu yang bersifat relatif sebab setiap orang hasil pekerjaannya tidaklah selalu sama, walaupun jenis pekerjaan, kualitas dan kuantitas pekerjaannya sama sebab hal tersebut berkaitan dengan berbagai hal, salah satunya masa kerja dan kinerjanya. Hidup ini merupakan rangkaian tanggungjawab yang harus diterapkan dan dijalani sebagai sesuatu yang bersifat kodrati sebagai perwujudan dari kewajiban hidup. Seperti dikatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia salah satunya adalah untuk berusaha memper-tahankan kehidupannya dari kemusnahan. Manusia diciptakan Tuhan sebagai salah satu bentuk perintah untuk menjaga kondisi sebagai penyeimbang dan sekaligus memimpin kehidupan di dunia. Dalam hal ini Tuhan telah memberi-kan perintah kepada kita untuk terus berusaha agar kehidupan terjaga dan eksistensi kitapun tidak tergerus oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidup ini. Bagaimanapun hidup memang sangatlah dinamis sehingga setiap saat perubahan merupakan hal yang biasa dan harus dihadapi sebagai sebuah Ke-nyataan hidup. Perubahan itu harus dihadapi dan dicarikan solusinya jika per-ubahan tersebut berupa permasalahan hidup. Kedinamisan hidup inilah yang seharusnya menjadikan kita terus menerus menerapkan kreativitas dan me-ngembangkan sagala kemampuan yang kita miliki sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban kita untuk kehidupan. Salah satu hal yang perlu diper-hatikan dalam hal in adalah jangan sampai kita melakukan penundaan terhadap setiap pekerjaan yang menjadi tugas dan kewajiban kita. Kita harus melaksana-kan setiap pekerjaan kita secara bertanggungjawab dan bukan sebagai sesuatu yang membebani hidup. Bekerja adalah sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh semua orang dan bukan sesuatu yang aneh dan harus dipermasalahkan. Adalah sebuah kesalahan jika kemudian kita menganggap dan memandang pekerjaan atau bekerja itu sebagai sesuatu yang mengekang hidup sebab aktivitas tersebut merupakan sesuatu yang bersifat kodrati.
Bekerja adalah aktivitas diri yang diarahkan untuk memberikan sesuatu pada hidup agar tetap eksis. Dengan bekerja, maka kita dapat memperoleh banyak hal yang menopang kehidupan. Kita dapatkan dana untuk menghidupi kehidupan sebab dengan dana tersebut, maka kita dapat memenuhi kebuTuhan hidup, misalnya makan, minum, tempat tinggal dan pakaian serta kelengkapan hidup lainnya. Jika kita bekerja dengan baik, maka hasil pekerjaan juga baik dan diharapkan dapat menutup segala permasalahan hidup. Bagaimana jika kita tidak bekerja?! Kita hidup memerlukan berbagai sarana dan prasarana sehingga dapat mempertahankan eksistensi kita sebagai pribadi yang eksis. Dengan be-kerja, maka kita dapat menunjukkan pada semua orang bahwa eksistensi kita terjaga dan mampu menghadapi setiap permasalahan secara baik dan benar sehingga tidak terancam oleh kondisi yang negatif. Bekerja itu sebuah aktivitas yang positif bagi kehidupan dan sebagaimana kita ketahui kita harus selalu berpikir positif untuk dapat menciptakan sebuah kondisi hidup yang terjamin.
Kalau kita sudah menetapkan diri untuk bekerja, maka sebagai kon-sekuensinya kita harus melaksanakan semua jenis pekerjaan secara konsek dan setiap kegiatan pekerjaan harus dilakukan secara intens. Hanya dengan cara seperti itulah, maka kita dapat memberikan kontribusi yang memadai untuk memberikan hasil bagi kehidupan kita. Pekerjaan yang kita lakukan merupakan jembatan bagi kita untuk mencapai tingkat kualitas hidup yang lebih baik sehingga jika kita tidak menerapkannya atau menjalankannya secara baik, maka akibatnya kita dapat mengalami kesulitan hidup. Misalnya pada saat kita harus menunda-nunda pekerjaan, pasti kita bakal mengalami kesulitan hidup.
Pernahkan anda berpikir, apa yang terjadi seandainya kita tidak bekerja? Apakah anda pernah membayangkan apa yang kita alami seandainya pekerjaan tidak kita miliki? Atau mungkin anda pernah dan sedang berada pada posisi tidak bekerja? Apa yang kita rasakan saat kita kehilangan suatu pekerjaan yang selama ini telah memberikan beberapa masukan dan menjadi tulang punggung bagi keluarga kita. Bagaimana perasaan orang-orang yang selama ini menjadi tanggungan kita jika kita tiba-tiba kehilangan pekerjaan? Bagaimana tanggapan mereka? Lantas, bagaimana sikap orang-orang terhadap kondisi terbaru yang kita miliki? Dan, masih banyak lagi hal-hal yang harus kita pertimbangkan atau pikirkan jika kondisi benar-benar berubah. Dengan bekerja, maka segala kemam-puan yang kita miliki dapat kita manifestasikan sebagai kegiatan konrkit untuk menciptakan kreasi-kreasi baru dalam bidang kerja kita dan menciptakan bermacam kemungkinan untuk menciptakan lapangan atau jenis pekerjan yang baru. Sebenarnya, pada saat kita melakukan pekerjaan, pada saat itu pula pikiran kita melakukan pengembaraan dan pemikiran ulang terhadap segala hal yang telah kita lakukan dan mengubahnya menjadi sesuatu yang baru dan dapat menjadikanya sebagai lapangan pekerjan yang memungkinkan bagi orang lain atau diri sendiri. Mengapa demikian? Sebab, pada saat kita melakukan peker-jaan, maka pada saat tersebut pikiran kita benar--benar aktif dan terus melakukan kegiatan-kegiatan teknis di dalam otak. Kita selalu berkembang dan mengembangkan kondisi yang kadangkala merupakan kelanjutan dari yang kita kerjakan atau pengembangan-pengembangan yang benar-benar baru .
Pastinya kita merasakan bahwa hidup sedemikian sulitnya sehingga bukan sesuatu yang aneh jika semua orang berebut mencari pekerjaan. Orang saling berebut mendapatkan pekerjaan, bahkan tidak sedikit yang menem-puhnya dengan sistem ‘tukar guling’ antara pekerjaan dengan sejumlah uang. Ini fenomena yang sejak dahullu menjadi kebiasaan dari orang-orang kita, membeli pekerjaan. Mereka tidak peduli walaupun pada awal-awal bekerja, gaji yang mereka terima tidak lain adalah uang mereka sendiri. Pekerjaan telah dijadikan sebagai dewa penyelamat kehidupan. Tanpa bekerja/pekerjaan, mereka berpikir tidak berbeda jauh dengan kematian. Tanpa bekerja adalah kematian. Lantas, mengapa kita yang sudah bekerja ternyata menyia-nyiakannya dengan cara menelantarkan/menunda-nunda pekerjaan tersebut?! Dalam hal ini kita artikan bahwa tanpa bekerja, maka pikiran kita mati, tidak mengalami pengembangan dan perkembangan yang proporsional sesuai dengan kondisi pada saat kita sedang berada. Kalau kita tidak bekerja kita membiarkan pikiran kita, energi jiwa kita terbengkalai tanpa penyaluran yang sesuai dengan kebuTuhan diri dan itu artinya sama saja dengan mati! Energi hidup yang tidak tersalurkan tidak berbeda dengan orang yang telah kehilangan jiwa dan arwahnya, mati! Seharusnya kita terus danterus mengaktifkan pikiran kita sebab energi pikiran itu ketika dipergunakan bukanlah berkurang melainkan bertambah banyak. Kita perlu menyadari bahwa ketika kita memikirkan sesuatu sebagai bentuk pe-nyaluran energi, maka selama kita berpikir tersebut ternyata banyak sekali hal yang muncul yang kadangkala sudah diluar hal yang sedang kita pikirkan setiap kali kita memikirkan sesuatu, maka disaat-saat tersebut selalu muncul hal-hal lain dan kita anggap sebagai sesuatu yang memungkinkan untuk dilakukan. Orang-orang seringkali mengatakan hal tersebut sebagai ide-ide cemerlang. Ya, ide-ide seperti itu seringkali muncul ketika kita sedang memikirkan sesuatu atau melakukan perkajaan kita. Tetapi sangat tidak ada ketika kita hanya diam tidak melakukankegiatan apa-apa. Semakin lama otak kita diamkan, maka semakin ayem energi yang ada di dalam otak kita sehingga kemampuan berpikirnya-pun mengalami kemunduran. Otak itu adalah bagian tubuh kita yang paling banyak membutuhkan dinamisasi hidup agar dapat hidup. Otak itu bagian tubuh yang menentukan hidup atau matinya seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, otak jangan dibarkan mati tanpa kegiatan hidup.
Oleh karena itulah, sebaiknya kita tidak menunda-nunda pekerjaan kita sehingga hidup kita tidak berbeban. Jika setiap pekerjaan yang menjadi tang-gung jawab kita selesai sesuai dengan program yang telah kita susun, maka kita tidak lagi berhutang dan beban tersebut dapat hilang. Dengan demikian, maka kondisi hati kita dapat damai dan pada akhirnya dapat menuju pada kebahagia-an hidup. Pekerjaan yang terselesaikan sesuai dengan target waktu yang telah ditentukan menjadikan kita sebagai sosok yang menghargai waktu dan keper-cayaan orang lain. Penghargaan kepada waktu merupakan efektivitas diri yang paling tepat sehingga kita tidak lagi mengalami kekacauan waktu dan peng-hamburan tenaga, energi yang tidak sesuai dengan penggunaannya. Sementara kepercayaan orang lain merupakan suatu hal yang sedemikian pentingnya sebagai perwujudan bahwa eksistensi kita sebagai manusia benar-benar dianggap ada oleh orang lain dan timbul kebanggaan dalam diri karena kondisi ini. Inilah yang terpenting bagi kehidupan kita di dunia.
Kalau kita dapat hidup secara damai dan bahagia, kenapa pula kita harus menyiksa diri dengan menunda-nunda pekerjaan? Kalau kita dapat menyele-saikan pekerjaan pada hari ini, kenapa pula harus ditunda hingga besok atau lusa?! Kenapa hal tersebut sering kita lakukan? Ada peribahasa yang me-ngatakan,” Berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian; Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”. Ini merupakan bentuk atau perwujudan kenyataan bahwa untuk dapat mencapai kebahagiaan, kita harus bekerja keras. Bekerjalah secara baik, keras agar dapat mencapai kebahagiaan. Jangan lagi menunda- nunda pekerjaan! Lebih baik kita bersantai-santai setelah pekerjaan selesai daripada bersantai-santai tetapi beban hidup menggantung diatas kepala kita. siap menghajar butir kepala kita.
BERSIKAP DEWASA MENGHADAPI HIDUP
Bersikap dewasa? Wah, berarti dalam hal hal ini kita dianggap belum dewasa ya?! Sungguh keterlaluan! Tentunya semua orang tidak akan menerima jika diirnya dianggap belum dewasa. Hal ini jelas memberikan dampak yang kurang baik bagi kondisi kejiwaannya. Selanjutnya kondisi kejiwaan yang ku-rang baik ini memberikan dampak negatif secara keseluruhan pada kehidup-annya. Semua orang menganggap bahwa dengan kedewasaan yang dimilikinya, maka kita dapat mengembangkan diri sesuai dengan kondisi diri kita.
Tulisan ini bukan bertujuan untuk mengatakan bahwa anda belum mampu berpikir dewasa. Ini hanyalah sebuah ajakan untuk menempatkan diri sebaik-baiknya dalam koridor yang sesuai dengan apa yang terjadi di luar diri. Ini merupakan upaya untuk menyeimbangkan kondisi di dalam diri dengan di luar diri. Penulis berharap setelah sidang pembaca membaca wacana yang tertulis di buku ini, maka terbit sebuah kondisi hidup yang didasari oleh pola lebih baik dan terarah pada kebahagiaan hidup. Kita perlu menyadari bahwa tujuan hidup kita yang terutama adalah menggapai kebahagiaan hakiki.
Seringkali kita sebagai orangtua membentak atau menasehati anak-anak agar dapat bersikap dewasa pada saat menghadapi persoalan hidup. Hal ini karena anak-anak memang belum mampu menentukan pilihan terbaik bagi kehidupannya, alias belum dewasa! Jika ungkapan tersebut kita arahkan kepada anak-anak bukanlah sebuah permasalahan yang besar sebab mereka memang masih membutuhkan arahan dari kita untuk lebih memfokuskan langkah ke tujuan hidupnya. mereka memang masih dalam proses mencari apa yang seharusnya dilakukan untuk dapat mewujudkan cita-cita hidupnya. Dan, justru karena itulah, maka mereka membutuhkan arahan dari orang-orang yang lebih berpengalaman. Tetapi, bagaimana dengan kita yang sudah beranak pinak? Masih pantaskah kita diarahkan untuk bersikap dewasa dalam menghadapi kehidupan? Apakah kita ini belum dewasa? Apakah setiap saat kita masih harus diarahkan untuk bersikap hidup lebih dewasa, sedangkan kondisi kita dapat di-katakan sudah dewasa?!
Kedewasaan seseorang menunjukkan pada kita bagaimana seseorang menghadapi kehidupan dengan berbagai kondisi secara bertanggungjawab serta mempunyai solusi-solusi yang tepat untuk menghadapi setiap konsekuensi kehidupan yang dihadapinya. Kita memang mengetahui bahwa sebenarnya seseorang dapat dianggap dewasa beradasarkan 3 (tiga) hal, yaitu dewasa dalam usia, dewasa dalam sosial, dan dewasa dalam susila. Kedewasaan seseorang memang sangat terkait dalam tiga hal tersebut dan agar seseorang mempunyai atau mencapai kedewasaan yang utuh, maka dia harus sampai atau mencapai tiga kondisi kedewasaan tersebut. Kalau hanya faktor usia yang sudah banyak (tua), itu bukan berarti secara langsung dapat menunjukkan bahwa seseorang itu telah mencapai kedewasaan diri atau kadang kala dilihat dari sejarah pernikahannya, jika sudah pernah mneikah berarti dianggap sudah dewasa.. Demikian juga jika ternyata seseorang telah mencapai kondisi sosial yang cukup, bahkan kaya raya, bukan berarti dia dapat dianggap telah dewasa. Serta seseorang yang telah mencapai kondisi susila yang baik, bukan berarti dia telah dewasa. Kedewasaan seseorang merupakan keuTuhan dari ketiga hal tersebut diatas. Jika salah satu dari ketiga hal tersebut belum dapat dicapai seseorang, maka dia tidak dapat dikatakan telah mencapai kedewasaan diri. Misalnya, sseorang telah mencapai usia yang cukup, di negeri ini seseorang dikatakan telah mencapai kedewasaan usia saat berusia dua puluh tahunan, tetapi ternyata faktor sosial belum mencukupi, apalagi faktor susila belum mencukupi, maka tidak dapat dikatakan telah dewasa.
Kedewasaan usia artinya seseorang telah mencapai atau mencapai usia kalender yang sudah cukup, misalnya diatas tujuh belas tahun. Di negeri ini, jika seseorang telah mencapai usia di atas tujuh belas tahun dan atau sudah menikah, maka secara langsung sudah dianggap telah mencapai usia kedewasaan. Anak-anak yang sudah mencapai usia tujuh belas dianggap telah mempunyai ke-sadaran atau kesanggupan untuk menghadapi kehidupan secara bertanggung-jawab terhadap segala hal yang dilakukannya dalam kehidupan. Anak-anak yang sudah mencapai usia dewasa harus mempertanggungjawabkan setiap kelakukan atau perbuatan yang dilakukannya dalam kehidupan. Dalam hal ini orangtua sudah bukan lagi sebagai penanggungjawab penuh atas segala per-buatan anak didik. Dalam hal upaya mencapai kedamaian hidup yang hakiki, maka faktor kedewasaan usia sangat menentukan sehingga kehidupan anak ini jika melakukan kesalahan tidak sulit. Hal ini didasari pada kenyataan konsep bahwa anak-anak yang telah mencapai usia dewasa dianggap sudah mampu mengetahui dan membedakan hal-hal yang baik dan buruk serta mampu menentukan mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukannya. Memang hal ini sebagai sebuah anggapan secara umum, tetapi setidaknya ketika anak mencapai usia dewasa, maka mereka harus dapat me-nanggung setiap hasil perbuatan yang telah dilakukannya tanpa harus melibatkan orangtua secara langsung. Setiap perbuatan adalah tanggungjawab pribadinya. Begitulah yang selama ini berlaku di dalam kehidupan bermasya-rakat sehingga secara umum semua elemen masyarakat menerapkannya sebagai sesuatu yang lumrah dan harus diikuti oleh semua anak oleh karena itulah, maka tidak aneh saat anak melakukan suatu perbuatan yang menyimpang dari pola kehidupan positif masyarakat, maka mereka harus menanggungnya hingga berhadapan dengan hukum yang berlaku di negeri ini. Jangankah yang sudah dewasa, sedangkan yang kecil saja, di negeri dapat masuk ke penjara atau berurusan dengan hukum jika telah melakukan kesalahan yang melanggar pola kehidupan positif di masyarakat.anak kecil yang dalam hal ini masih berada dalam pertanggugjawaban orangtua saja dapat dipermasalahan secara hukum jika telah melakukan pelanggaran pola kehidupan positif di masyarakat, apalagi yang sudah dewasa. Begitulah yang terjadi di dalam kehidupan masya-rakat kita. Oleh karena itulah, maka agar seseorang atau secara umum kita dapat mencapai kedamaian hidup yang selanjutnya dapat membawa kita pada istana kebahagia-an hidup, maka kita harus meyakinkan diri bahwa dengan usia yang telah dewasa, maka segala tindak tanduk perbuatan kita dimasyarakat haruslah mencerminkan seseorang yang sudah dewasa.
Sekali lagi kita perlu menyadari bahwa sebenarnya kedewasaan orang di negeri kita ini salah satu indikasinya adalah usia orang tersebut, jika usia sese-orang telah mencapai tujuh belas tahun atau sudah menikah, maka secara langsung dia sudah dianggap dewasa. Oleh karena itulah, maka dia harus berani bertanggungjawab terhadap segala hal yang diakukannya selama bergaul dalam masyarakat.
Sementara itu, kedewasaan dari segi sosial berarti bahwa seseorang dapat dikatakan sudah dewasa jika dia sudah dapat memenuhi kebuTuhan hidupnya secara mandiri, artinya dia sudah mempunyai pekerjaan yang dapat dijadikan sebagai menggantungkan hidupnya dan jika perlu keluarganya. Seseorang yang telah mempunyai sumber penghasilan yang layak untuk menghidupi dirinya dan keluarganya, maka orang tersebut dapat dikatakan telah dewasa secara sosial. Umumnya, dalam hal ini akibat pekerjaan yang sudah dimilikinya, maka dia sudah mempunyai rumah, segala kebuTuhan hidup, bahkan status sosial di masyarakat. Orang-orang yang sudah dewasa secara sosial pada umumnya adalah mereka yang mempunyai kesempatan hidup secara layak, mempunyai pekerjaan tetap dengan penghasilan yang mencukupi kebuTuhan hidupnya, selanjutnya, jika memang diperlukan, dia mempunyai kedudukan yang patut diperhitungkan dalam pola pergaulan kemasyarakatan, misalnya sebagai tokoh masyarakat atau sebagai orang-orang yang eksistensinya diperhitungkan di dalam kehidupan bermasyarakat. Orang-orang yang mempunyai tingkat ke-dudukan sosial yang mencukupi merupakan orang-orang yang secara lang-sung mempunyai kemampuan untuk melakukan hal-hal yang berguna ataupun yang tidak berguna bagi kehidupan di masyarakat. Dengan kemampuan yang di-milikinya tersebut, maka setidaknya mereka mempunyai kesempatan yang lebih banyak bagi upaya perbaikan pola kehidupan bermasyarakat.
Kedewasaan sosial menunjukkan pada kita seberapa tingkat kemampuan seseorang dalam menjawab setiap tantangan kehidupan bermasyarakat. Kehi-dupan bermasyarakat itu sangatlah luas jangkauannya sehingga kita tidak dapat hanya melihat dari satu sisi semata. Kemampuan inilah yang selanjutnya dijadi-kan sebagai salah satu indikasi untuk menyatakan seseorang itu sudah layak dikatakan dewasa ataukah belum. Seseorang yang secara usia sudah dapat dikatakan sudah dewasa sebab usianya sudah cukup dan sudah mneikah, tetapi tetap saja dianggap belum dewasa jika ternyata dia tidak mempunyai pekerjaan tetap yang memberikannya penghasilan tetap untuk kehidupan dirinya sendiri dan keluarganya. Seseorang yang belum mampu memberikan rasa aman secara sosial untuk dirinya ataupun untuk keluarganya, maka dapat dikelompokkan sebagai orang-orang yang belum mempunyai kedewasaan yang mencukupi.
Berdasarkan kondisi seperti inilah yang selanjutnya ternyata menjadikan banyak orang kehilangan semangat untuk mencapai kedewasaan secara utuh. Kita seringkali melihat dan mendengar seseorang tidak mau menikah sebab merasa belum mecukupi dari segi sosialnya. Mereka beranggapan bahwa yang didapatkannya dari hasil kerja kerasnya sama sekali belum mampu untuk menutup atau memenuhi kebutuhan hidup sosialnya, apalagi harus menghidupi sebuah keluarga. Mereka merasa belum mampu melakukan hal tersebut sehing-ga merasa ragu dan akhirnya menimbulkan kesan sebagai pribadi yang belum dewasa. Mereka memang mempunyai kemampuan untuk hidup secara sosial, tetapi merasa belum mampu untuk menghidupi keluarganya, artinya belum menikah, maka mereka dikatakan belum dewasa.
Seseorang yang dikatakan telah dewasa secara sosial memberikan kontribusi yang utuh terhadap segala upaya untuk mencukupi segala kebuTuhan hidupnya sehingga tidak ada kekurangan yang menyebabkan kehidupannya menderita atau keluarganya menderita sebab kekurangan dana dalam kehidup-an sosial. Kedewasaan seseorang dalam segi sosial-pun menunjukkan kondisi sampai dimana kemampuan orang tersebut dalam melakukan interaksi sosial dalam kehidupan rmasyarakat. Bagaimana seseorang menempatkan diri dalam hubungan kemasyarakatan menunjukkan kedewasaan dirinya. Seringkali kita melihat betapa seseorang dipercaya oleh hampir semua orang untuk menjadi wakil mereka atau pimpinan mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebenarnya, kedewasaan seseorang yang dilihat berdasarkan kondisi sosial bukan semata-mata berdasarkan kondisi kehidupan sosial atau harta ben-danya saja. Harta bukanlah menunjukkan tingkat kedewasaan sosial, melainkan sekedar sebagai perwujudan keberhasilan segala usaha hidup yang dilaku-kannya. Harta seringkali dijadikan sebagai tata ukuran tingkat sosial seseorang sementara dalam kehidupan bermasyarakat sehingga kita seringkali mendengar istilah strata sosial atau tingkatan sosial seseorang dalam kehidupan bermasya-rakat. Strata sosial diartikan sebagai tingkatan kedudukan seseorang yang lebih didasarkan pada kemampuan finansialnya dibandingkan dengan orang keba-nyakan.
Selama ini kita memang telah salah kaprah dalam menentukan keduduk-an seseorang yang didasarkan pada kondisi kehidupan finansialnya. Kebanyak-an atau secara umum jika seseorang memiliki kondisi finansial hidupnya sangat berkecukupan, maka secara langsung mereka mengatakan bahwa seseorang tersebut memiliki kedewasaan sosial yang cukup bagus. Tapi apakah memang seperti itu halnya? Apakah seseorang yang mempuyai kedudukan finansial yang cukup lantas dapat dikatakan sebagai berkedudukan sosial yang tinggi?! Apakah selanjutnya kedewasaan sosial seseorang hanya didasarkan pada kondisi ke-bendaan, fiasial dari seseorang tersebut? Tentunya tidak demikian kenyataan-nya.
Kedewasaan sosial itu sebenarnya dapat dikatakan sebagai suatu kondisi seseorang terhadap responsibilitasnya pada setiap kondisi kehidupan orang-orang yang ada di sekitarnya. Sosial dapat diartikan sebagai suatu sikap untuk selalu memperhatikan dan memberikan perhatian yang cukup terhadap semua orang yang ada di sekitarnya sehingga menghadirkan perasaan tertentu yang berkaitan dengan kesetiakawanan terhadap kondisi seseorang di sekitarnya. Orang-orang yang memiliki kedewasaan sosial pada dasarnya memiliki kesadaran sosial yang cukup tinggi sehingga selalu mampu menyisihkan sebagian perhatian dirinya kepada sesamanya, berbagi kasih sayang dan kondisi kebahagiaan dengan orang-orang lain, khususnya yang mengalami kesulitan dalam kehidupannya.
Orang – orang yang memiliki kemampuan untuk berbagai kondisi diri secara proporsional terhadap kondisi kehidupan finansialnya atau kehidupan sosialnya memberikan sebuah pemandangan dan cara memandang kehidupan yang lebih obyektif dan sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya. Orang-orang yang tidak mampu memandang kehidupan ini sebagai sesuatu yang saling mengkait dan menjadi saling menyebabkan kondisi kehidupan manusia secara umum.
Begitulah seharusnya kita memandang kedewasaan sosial seseorang se-bagai suatu sikap hidup yang mempunyai kemampuan untuk menghadapi kehidupan secara proporsional dengan secara intens memperhatikan pola kehi-dupan orang-orang yang berada di sekitarnya sebagai bentuk kesetiakawanan yang cukup tinggi dan menjaga hubungan antar personal untuk selalu dalam kondisi sebaik-baiknya dengan memposisikan pandangan bahwa semua orang mempunyai kedudukan yang sama dalam tata pergaulannya. Tidak ada sese-orang yang lebih tinggi kedudukannya dari orang lainnya, walaupun kondisi finansialnya sangat berlebih dibandingkan dengan orang-orang kebanyakan di sekitarnya. Mereka hanya berbeda pada kondisi finansial, tetapi secara umum, kedudukan sosial atau hubungan antar personall sebenarnya tidak ada perbeda-annya. Walau yang terjadi selama ni kedudukan finansial ini diidentikan dengan kedudukan sosial seseorang. Dalam hal ini sudah menjadi sebuah ketentuan umum, bahwa mereka yang mempunyai kedudukan finansial tinggi, kaya secara otomatis masuk dalam golongan orang-orang dengan strata sosial yang tinggi, bukan lagi dalam golongan strata ekonomi tinggi. Hal inilah yang seringkali menjadi salah satu indikasi penyebab ketidakdamaian hidup seseorang. Jika seseorang menduduki kondisi finansial yang rendah, serba kekurangan, maka di dalam dirinya secara otomatis timbul suatu perasaan yang tidak kondusif untuk terciptanya sebuah kehidupan yang penuh kedamaian. Salah satu bentuk ke-tidakdamaian tersebut adalah adanya kondiis minder ketika harus berinteraksi dengan orang-orang yang mempunyai kedudukan finansial tinggi. Mereka me-rasa sedemikian kerdilnya sehingga menganggap bahwa manusia hidup itu memang tersusun atas strata-strata sosial yang berbeda. Sungguh, jika sudah terjebak dalam opini seperti itu, maka dimana-pun kita berada, maka ketidak-damaian pasti timbul dan menekan hati kita sebab kehidupan masyarakat kita semakin tidak seimbang, artinya yang kedudukan finansialnya tinggi semakin tinggi, tetapi mereka yang kedudukan finansialnya rendah semakin terpuruk dan tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka hanya menekan perasaan sebagai ben-tuk keterpurukan perasan oleh kondisi finansial kehidupan mereka.
Orang-orang seperti ini menunjukkan bahwa tingkat kedewasaan sosial-nya masih sangat rendah, sehingga apresiasinya terhadap hubungan antar manusia hanya terbatas pada kedudukan finansial semata. Padahal sebenarnya ada sesuatu yang jauh lebih penting daripada sekedar kedudukan finansial dalam pola pergaulan bermasyarakat. Hal terpenting tersebut adalah tingkat kepedulian seseorang terhadap kondisi kehidupan sesama yang ada di sekitar-nya. Ya, hal terpenting dalam pola pergaulan masyarakat adalah bagaimana seseorang mem-berikan respon terhadap orang lainnya dan selanjutnya mem-berikan solusi-solusi cantik terhadap setiap permasalahan yang mungkin dihadapi dalam kehidupannya. Sebenarnya, yang menjadikan kita berbeda atau memiliki kedewasaan sosial adalah tingkat kepedulian kita terhadap setiap permasalahan yang dialami oleh masyarakat di sekitar kita. Seberapa besar tingkat kepedulian kita itulah yang sebenarnya menjadi salah satu indikasi ukuran tingkat kedewasaan sosial seseorang. Semakin besar tingkat kepeduli-annya terhadap kondisi kehi-dupan di masyarakatnya, maka semakin tinggi tingkat kedewasaan seseorang. Orang mengatakan, dalam hal ini salah satunya adalah kedermawanan seseorang terhadap orang yang lainnya. Begitulah, jika seseorang memiliki tingkat kedewasaan sosial yang tinggi, maka segala sepak terjangnya tidak luput dari perwujudan dari kepeduliannya terhadap kondisi kehidupan ini.
Kedewasaan yang ketiga adalah kedewasaan susila. Kedewasaan susila artinya kesanggupan seseorang untuk bersikap sesuai dengan kodratnya sebagai manusia. Dalam hal ini kedewasaan susila sangat erat hubungannya dengan kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri dari perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan susila dalam kehidupan bermasyarakat. Kehidupan su-sila artinya tidak lain adalah tindakan-tindakan yang berdasarkan pada norma-norma kehidupan positif yang berlaku dimasyarakat. Susila secara bebas dapat kita artikan sebagai norma atau kondisi positif yang dimiliki dan harus dimiliki oleh seseorang agar kehidupannya dapat lancar dan tidak mengalami hambatan ataupun kesulitan. Dengan aturan hidup kesusilaan ini, maka kita tidak bakalan melakukan hal-hal yang diluar sisi kenormaan dari kehidupan kita. Jika kita melakukan hal tersebut, berarti kita harus melawan pola kehidupan masyarakat secara umum. Semua elemen masyarakat tentunya menjadi musuh kita jika kita melakukan tindakan asusila dalam masyarakat. Oleh karena itulah, agar kehi-dupan kita penuh kedamaian menuju kebahagiaan hakiki, maka kehidupan yang penuh kesusilaan harus dijadikan sebagai salah satu bentuk sikap positif menghadapi kehidupan yang semakin tidak karuan ini. Kita harus menjadikan sikap hidup penuh kesusilan sebagai dasar berinteraksi sehingga pola kehidup-an dapat tertata dan mampu serta memungkinkan bagi kita untuk mencapai ke-damaian yang kita angan-angankan.
Tingkat kedewasaan susila seseorang pada dasarnya terkait dengan ting-kat kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri dalam hal tindakan-tin-dakan yang bersifat susila. Kemampuan seseorang dalam mengendalikan tin-dakan-tindakan asusila menunjukkan seberapa tingkat kedewasaan seseorang, misalnya seseorang yang mampu mengendalikan dirinya untuk tidak berbuat negatif dengan melanggar norma kesusilaan, misalnya melacur atau bertindak untuk kepentingan dan kesenangan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain, terutama lawan jenis, memperkosa atau melakukan perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai penzinahan, maka kita dapat mengatakan bahwa seseorang telah mempunyai atau mencapai tingkatan kedewasaan diri yang cukup baik. Suka melecehkan orang lain-pun dikategorikan tidak dewasa secara susila. Hal ini sering kali kita lihat dilakukan kaum lelaki terhadap kaum perempuan. Entah dengan pola pemikiran yang bagaimana, sepertinya kaum lelaki merasakan bahwa posisinya berada pada kedudukan superior sehingga dengan seenaknya memperlakukan kaum perempuan sebagai sesuatu yang dapat dipermainkan begitu saja. Tetapi, repotnya juga, kaum perempuan-pun ternyata tidak sedikit yang justru membuka peluang seluas-luasnya untuk diperlakukan seenaknya oleh kaum laki-laki. Kaum perempuan dengan seenak hatinya berpenampilan seronok di tempat-tempat umum sehingga mengun-dang mulut-mulut atau tangan-tangan usil untuk menggodanya. Dalam kasus seperti ini, maka kita dapat mengatakan bahwa yang mengalami kemerosotan kedeawasaan susila adalah kedua pihak, yaitu sang laki-laki dan perempuan.
Orang-orang yang telah mencapai kedewasaan susila selalu memposisi-kan dan menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak sepatutnya dilakukan jika dilihat dari sisi kesusilaan. Dengan langkah dan pola hidup seperti ini, maka setidaknya kita dapat mengkondisikan hati kita dalam keadaan yang damai me-nuju kebahagiaan diri. Kesusilaan yang dimiliki seseorang menjadi indikasi ke-dewasaan seseorang. Semakin dewasa, maka semakin terkontrol kesusilaannya. Orang-orang yang sudah pada taraf kedewasaan susila selalu melakukan intro-speksi atau evaluasi awal sebelum sesuatu mereka lakukan, terkhusus yang berhubungan dengan kesusilaan. Mereka seringkali harus mengalah dan meng-anggap tidak ada apa-apa disekitarnya jika sudah berhubungan dengan kesusila-an. Bagi mereka kesusilaan merupakan sesuatu yang sakral dan tidak boleh di-ganggu eksistensinya. Semua orang mempunyai kewajiban untuk menjaganya.
Sekarang ini kita seringkali melihat kenyataan bahwa semakin hari banyak orang yang kehilangan kedewasaan susilanya, apalagi jika kita melihat ke tempat-tempat umum, seperti mall atau plaza di kota-kota. Banyak orang yang telah kehilangan nilai-nilai norma kehidupan positif sehingga dengan seenaknya melakukan tindakan-tindakan yang lebih mengarah pada kondisi kehilangan kedewasaan susila. Mereka dengan seenaknya bersikap sebagai orang-orang barbar yang tanpa perhitungan dan pertimbangan melakukan se-gala hal hanya untuk menyenangkan hatinya semata. Bahkan tidak jarang mereka bermesraan di tempat - tempat umum, dipandang oleh banyak mata. Mereka seakan tidak memperdulikan betapa semua orang berdecak keheranan melihat sikap mereka yang sangat over acting. Boleh saja kita menyayangi pasangan kita, tetapi tentunya tidak seperti itu kita menyatakannya. Tidak pada tempatnya jika kita melakukan kemesraan dengan pasangan kita, apalagi yang bukan pasangan kita di tempat-tempat umum, dihadapan banyak mata orang. Tentunya hal ini menjadikan kita sebagai orang-orang yang belum memahami tentang kedewasaan susila kita sendiri. Sebaiknya, jika kita saling menyayang dengan pasangan resmi ataupun bukan pasangan resmi kita, maka tidak perlu kita pamerkan di depan pandangan umum. Sama sekali tidak etis jika hal ter-sebut kita lakukan secara drastic seperti itu. Lebih baik kita pulang atau ke tempat pribadi kita sehingga hanya kita berdua yang melakukannya.
Berapa banyak orang yang dengan seenaknya melakukan tindakan-tin-dakan asusila di dalam kehidupan masyarakat. Bergerak seenaknya sendiri dalam kondisi yang tidak bermoral. Barapa banyak orang yang melakukan tindakan - tindakan amoral, asusila hanya untuk memenuhi kebuTuhan naluri kebinatangannya. Kalau hal seperti itu terjadi, bagaimana mungkin kita dapat hidup secara damai menuju pada kondisi yang serba berbahagia?! Dapatkah kita hidup damai jika ternyata setiap saat kita selalu saja menjadi perbincangan orang akibat sikap kita yang telah kehilangan sisi susila kemanusiaan? Oleh karena itulah, maka kita perlu menjaga kedewasaan susila kita secara baik dan teratur.
Tulisan ini bukan bertujuan untuk mengatakan bahwa anda belum mampu berpikir dewasa. Ini hanyalah sebuah ajakan untuk menempatkan diri sebaik-baiknya dalam koridor yang sesuai dengan apa yang terjadi di luar diri. Ini merupakan upaya untuk menyeimbangkan kondisi di dalam diri dengan di luar diri. Penulis berharap setelah sidang pembaca membaca wacana yang tertulis di buku ini, maka terbit sebuah kondisi hidup yang didasari oleh pola lebih baik dan terarah pada kebahagiaan hidup. Kita perlu menyadari bahwa tujuan hidup kita yang terutama adalah menggapai kebahagiaan hakiki.
Seringkali kita sebagai orangtua membentak atau menasehati anak-anak agar dapat bersikap dewasa pada saat menghadapi persoalan hidup. Hal ini karena anak-anak memang belum mampu menentukan pilihan terbaik bagi kehidupannya, alias belum dewasa! Jika ungkapan tersebut kita arahkan kepada anak-anak bukanlah sebuah permasalahan yang besar sebab mereka memang masih membutuhkan arahan dari kita untuk lebih memfokuskan langkah ke tujuan hidupnya. mereka memang masih dalam proses mencari apa yang seharusnya dilakukan untuk dapat mewujudkan cita-cita hidupnya. Dan, justru karena itulah, maka mereka membutuhkan arahan dari orang-orang yang lebih berpengalaman. Tetapi, bagaimana dengan kita yang sudah beranak pinak? Masih pantaskah kita diarahkan untuk bersikap dewasa dalam menghadapi kehidupan? Apakah kita ini belum dewasa? Apakah setiap saat kita masih harus diarahkan untuk bersikap hidup lebih dewasa, sedangkan kondisi kita dapat di-katakan sudah dewasa?!
Kedewasaan seseorang menunjukkan pada kita bagaimana seseorang menghadapi kehidupan dengan berbagai kondisi secara bertanggungjawab serta mempunyai solusi-solusi yang tepat untuk menghadapi setiap konsekuensi kehidupan yang dihadapinya. Kita memang mengetahui bahwa sebenarnya seseorang dapat dianggap dewasa beradasarkan 3 (tiga) hal, yaitu dewasa dalam usia, dewasa dalam sosial, dan dewasa dalam susila. Kedewasaan seseorang memang sangat terkait dalam tiga hal tersebut dan agar seseorang mempunyai atau mencapai kedewasaan yang utuh, maka dia harus sampai atau mencapai tiga kondisi kedewasaan tersebut. Kalau hanya faktor usia yang sudah banyak (tua), itu bukan berarti secara langsung dapat menunjukkan bahwa seseorang itu telah mencapai kedewasaan diri atau kadang kala dilihat dari sejarah pernikahannya, jika sudah pernah mneikah berarti dianggap sudah dewasa.. Demikian juga jika ternyata seseorang telah mencapai kondisi sosial yang cukup, bahkan kaya raya, bukan berarti dia dapat dianggap telah dewasa. Serta seseorang yang telah mencapai kondisi susila yang baik, bukan berarti dia telah dewasa. Kedewasaan seseorang merupakan keuTuhan dari ketiga hal tersebut diatas. Jika salah satu dari ketiga hal tersebut belum dapat dicapai seseorang, maka dia tidak dapat dikatakan telah mencapai kedewasaan diri. Misalnya, sseorang telah mencapai usia yang cukup, di negeri ini seseorang dikatakan telah mencapai kedewasaan usia saat berusia dua puluh tahunan, tetapi ternyata faktor sosial belum mencukupi, apalagi faktor susila belum mencukupi, maka tidak dapat dikatakan telah dewasa.
Kedewasaan usia artinya seseorang telah mencapai atau mencapai usia kalender yang sudah cukup, misalnya diatas tujuh belas tahun. Di negeri ini, jika seseorang telah mencapai usia di atas tujuh belas tahun dan atau sudah menikah, maka secara langsung sudah dianggap telah mencapai usia kedewasaan. Anak-anak yang sudah mencapai usia tujuh belas dianggap telah mempunyai ke-sadaran atau kesanggupan untuk menghadapi kehidupan secara bertanggung-jawab terhadap segala hal yang dilakukannya dalam kehidupan. Anak-anak yang sudah mencapai usia dewasa harus mempertanggungjawabkan setiap kelakukan atau perbuatan yang dilakukannya dalam kehidupan. Dalam hal ini orangtua sudah bukan lagi sebagai penanggungjawab penuh atas segala per-buatan anak didik. Dalam hal upaya mencapai kedamaian hidup yang hakiki, maka faktor kedewasaan usia sangat menentukan sehingga kehidupan anak ini jika melakukan kesalahan tidak sulit. Hal ini didasari pada kenyataan konsep bahwa anak-anak yang telah mencapai usia dewasa dianggap sudah mampu mengetahui dan membedakan hal-hal yang baik dan buruk serta mampu menentukan mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukannya. Memang hal ini sebagai sebuah anggapan secara umum, tetapi setidaknya ketika anak mencapai usia dewasa, maka mereka harus dapat me-nanggung setiap hasil perbuatan yang telah dilakukannya tanpa harus melibatkan orangtua secara langsung. Setiap perbuatan adalah tanggungjawab pribadinya. Begitulah yang selama ini berlaku di dalam kehidupan bermasya-rakat sehingga secara umum semua elemen masyarakat menerapkannya sebagai sesuatu yang lumrah dan harus diikuti oleh semua anak oleh karena itulah, maka tidak aneh saat anak melakukan suatu perbuatan yang menyimpang dari pola kehidupan positif masyarakat, maka mereka harus menanggungnya hingga berhadapan dengan hukum yang berlaku di negeri ini. Jangankah yang sudah dewasa, sedangkan yang kecil saja, di negeri dapat masuk ke penjara atau berurusan dengan hukum jika telah melakukan kesalahan yang melanggar pola kehidupan positif di masyarakat.anak kecil yang dalam hal ini masih berada dalam pertanggugjawaban orangtua saja dapat dipermasalahan secara hukum jika telah melakukan pelanggaran pola kehidupan positif di masyarakat, apalagi yang sudah dewasa. Begitulah yang terjadi di dalam kehidupan masya-rakat kita. Oleh karena itulah, maka agar seseorang atau secara umum kita dapat mencapai kedamaian hidup yang selanjutnya dapat membawa kita pada istana kebahagia-an hidup, maka kita harus meyakinkan diri bahwa dengan usia yang telah dewasa, maka segala tindak tanduk perbuatan kita dimasyarakat haruslah mencerminkan seseorang yang sudah dewasa.
Sekali lagi kita perlu menyadari bahwa sebenarnya kedewasaan orang di negeri kita ini salah satu indikasinya adalah usia orang tersebut, jika usia sese-orang telah mencapai tujuh belas tahun atau sudah menikah, maka secara langsung dia sudah dianggap dewasa. Oleh karena itulah, maka dia harus berani bertanggungjawab terhadap segala hal yang diakukannya selama bergaul dalam masyarakat.
Sementara itu, kedewasaan dari segi sosial berarti bahwa seseorang dapat dikatakan sudah dewasa jika dia sudah dapat memenuhi kebuTuhan hidupnya secara mandiri, artinya dia sudah mempunyai pekerjaan yang dapat dijadikan sebagai menggantungkan hidupnya dan jika perlu keluarganya. Seseorang yang telah mempunyai sumber penghasilan yang layak untuk menghidupi dirinya dan keluarganya, maka orang tersebut dapat dikatakan telah dewasa secara sosial. Umumnya, dalam hal ini akibat pekerjaan yang sudah dimilikinya, maka dia sudah mempunyai rumah, segala kebuTuhan hidup, bahkan status sosial di masyarakat. Orang-orang yang sudah dewasa secara sosial pada umumnya adalah mereka yang mempunyai kesempatan hidup secara layak, mempunyai pekerjaan tetap dengan penghasilan yang mencukupi kebuTuhan hidupnya, selanjutnya, jika memang diperlukan, dia mempunyai kedudukan yang patut diperhitungkan dalam pola pergaulan kemasyarakatan, misalnya sebagai tokoh masyarakat atau sebagai orang-orang yang eksistensinya diperhitungkan di dalam kehidupan bermasyarakat. Orang-orang yang mempunyai tingkat ke-dudukan sosial yang mencukupi merupakan orang-orang yang secara lang-sung mempunyai kemampuan untuk melakukan hal-hal yang berguna ataupun yang tidak berguna bagi kehidupan di masyarakat. Dengan kemampuan yang di-milikinya tersebut, maka setidaknya mereka mempunyai kesempatan yang lebih banyak bagi upaya perbaikan pola kehidupan bermasyarakat.
Kedewasaan sosial menunjukkan pada kita seberapa tingkat kemampuan seseorang dalam menjawab setiap tantangan kehidupan bermasyarakat. Kehi-dupan bermasyarakat itu sangatlah luas jangkauannya sehingga kita tidak dapat hanya melihat dari satu sisi semata. Kemampuan inilah yang selanjutnya dijadi-kan sebagai salah satu indikasi untuk menyatakan seseorang itu sudah layak dikatakan dewasa ataukah belum. Seseorang yang secara usia sudah dapat dikatakan sudah dewasa sebab usianya sudah cukup dan sudah mneikah, tetapi tetap saja dianggap belum dewasa jika ternyata dia tidak mempunyai pekerjaan tetap yang memberikannya penghasilan tetap untuk kehidupan dirinya sendiri dan keluarganya. Seseorang yang belum mampu memberikan rasa aman secara sosial untuk dirinya ataupun untuk keluarganya, maka dapat dikelompokkan sebagai orang-orang yang belum mempunyai kedewasaan yang mencukupi.
Berdasarkan kondisi seperti inilah yang selanjutnya ternyata menjadikan banyak orang kehilangan semangat untuk mencapai kedewasaan secara utuh. Kita seringkali melihat dan mendengar seseorang tidak mau menikah sebab merasa belum mecukupi dari segi sosialnya. Mereka beranggapan bahwa yang didapatkannya dari hasil kerja kerasnya sama sekali belum mampu untuk menutup atau memenuhi kebutuhan hidup sosialnya, apalagi harus menghidupi sebuah keluarga. Mereka merasa belum mampu melakukan hal tersebut sehing-ga merasa ragu dan akhirnya menimbulkan kesan sebagai pribadi yang belum dewasa. Mereka memang mempunyai kemampuan untuk hidup secara sosial, tetapi merasa belum mampu untuk menghidupi keluarganya, artinya belum menikah, maka mereka dikatakan belum dewasa.
Seseorang yang dikatakan telah dewasa secara sosial memberikan kontribusi yang utuh terhadap segala upaya untuk mencukupi segala kebuTuhan hidupnya sehingga tidak ada kekurangan yang menyebabkan kehidupannya menderita atau keluarganya menderita sebab kekurangan dana dalam kehidup-an sosial. Kedewasaan seseorang dalam segi sosial-pun menunjukkan kondisi sampai dimana kemampuan orang tersebut dalam melakukan interaksi sosial dalam kehidupan rmasyarakat. Bagaimana seseorang menempatkan diri dalam hubungan kemasyarakatan menunjukkan kedewasaan dirinya. Seringkali kita melihat betapa seseorang dipercaya oleh hampir semua orang untuk menjadi wakil mereka atau pimpinan mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebenarnya, kedewasaan seseorang yang dilihat berdasarkan kondisi sosial bukan semata-mata berdasarkan kondisi kehidupan sosial atau harta ben-danya saja. Harta bukanlah menunjukkan tingkat kedewasaan sosial, melainkan sekedar sebagai perwujudan keberhasilan segala usaha hidup yang dilaku-kannya. Harta seringkali dijadikan sebagai tata ukuran tingkat sosial seseorang sementara dalam kehidupan bermasyarakat sehingga kita seringkali mendengar istilah strata sosial atau tingkatan sosial seseorang dalam kehidupan bermasya-rakat. Strata sosial diartikan sebagai tingkatan kedudukan seseorang yang lebih didasarkan pada kemampuan finansialnya dibandingkan dengan orang keba-nyakan.
Selama ini kita memang telah salah kaprah dalam menentukan keduduk-an seseorang yang didasarkan pada kondisi kehidupan finansialnya. Kebanyak-an atau secara umum jika seseorang memiliki kondisi finansial hidupnya sangat berkecukupan, maka secara langsung mereka mengatakan bahwa seseorang tersebut memiliki kedewasaan sosial yang cukup bagus. Tapi apakah memang seperti itu halnya? Apakah seseorang yang mempuyai kedudukan finansial yang cukup lantas dapat dikatakan sebagai berkedudukan sosial yang tinggi?! Apakah selanjutnya kedewasaan sosial seseorang hanya didasarkan pada kondisi ke-bendaan, fiasial dari seseorang tersebut? Tentunya tidak demikian kenyataan-nya.
Kedewasaan sosial itu sebenarnya dapat dikatakan sebagai suatu kondisi seseorang terhadap responsibilitasnya pada setiap kondisi kehidupan orang-orang yang ada di sekitarnya. Sosial dapat diartikan sebagai suatu sikap untuk selalu memperhatikan dan memberikan perhatian yang cukup terhadap semua orang yang ada di sekitarnya sehingga menghadirkan perasaan tertentu yang berkaitan dengan kesetiakawanan terhadap kondisi seseorang di sekitarnya. Orang-orang yang memiliki kedewasaan sosial pada dasarnya memiliki kesadaran sosial yang cukup tinggi sehingga selalu mampu menyisihkan sebagian perhatian dirinya kepada sesamanya, berbagi kasih sayang dan kondisi kebahagiaan dengan orang-orang lain, khususnya yang mengalami kesulitan dalam kehidupannya.
Orang – orang yang memiliki kemampuan untuk berbagai kondisi diri secara proporsional terhadap kondisi kehidupan finansialnya atau kehidupan sosialnya memberikan sebuah pemandangan dan cara memandang kehidupan yang lebih obyektif dan sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya. Orang-orang yang tidak mampu memandang kehidupan ini sebagai sesuatu yang saling mengkait dan menjadi saling menyebabkan kondisi kehidupan manusia secara umum.
Begitulah seharusnya kita memandang kedewasaan sosial seseorang se-bagai suatu sikap hidup yang mempunyai kemampuan untuk menghadapi kehidupan secara proporsional dengan secara intens memperhatikan pola kehi-dupan orang-orang yang berada di sekitarnya sebagai bentuk kesetiakawanan yang cukup tinggi dan menjaga hubungan antar personal untuk selalu dalam kondisi sebaik-baiknya dengan memposisikan pandangan bahwa semua orang mempunyai kedudukan yang sama dalam tata pergaulannya. Tidak ada sese-orang yang lebih tinggi kedudukannya dari orang lainnya, walaupun kondisi finansialnya sangat berlebih dibandingkan dengan orang-orang kebanyakan di sekitarnya. Mereka hanya berbeda pada kondisi finansial, tetapi secara umum, kedudukan sosial atau hubungan antar personall sebenarnya tidak ada perbeda-annya. Walau yang terjadi selama ni kedudukan finansial ini diidentikan dengan kedudukan sosial seseorang. Dalam hal ini sudah menjadi sebuah ketentuan umum, bahwa mereka yang mempunyai kedudukan finansial tinggi, kaya secara otomatis masuk dalam golongan orang-orang dengan strata sosial yang tinggi, bukan lagi dalam golongan strata ekonomi tinggi. Hal inilah yang seringkali menjadi salah satu indikasi penyebab ketidakdamaian hidup seseorang. Jika seseorang menduduki kondisi finansial yang rendah, serba kekurangan, maka di dalam dirinya secara otomatis timbul suatu perasaan yang tidak kondusif untuk terciptanya sebuah kehidupan yang penuh kedamaian. Salah satu bentuk ke-tidakdamaian tersebut adalah adanya kondiis minder ketika harus berinteraksi dengan orang-orang yang mempunyai kedudukan finansial tinggi. Mereka me-rasa sedemikian kerdilnya sehingga menganggap bahwa manusia hidup itu memang tersusun atas strata-strata sosial yang berbeda. Sungguh, jika sudah terjebak dalam opini seperti itu, maka dimana-pun kita berada, maka ketidak-damaian pasti timbul dan menekan hati kita sebab kehidupan masyarakat kita semakin tidak seimbang, artinya yang kedudukan finansialnya tinggi semakin tinggi, tetapi mereka yang kedudukan finansialnya rendah semakin terpuruk dan tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka hanya menekan perasaan sebagai ben-tuk keterpurukan perasan oleh kondisi finansial kehidupan mereka.
Orang-orang seperti ini menunjukkan bahwa tingkat kedewasaan sosial-nya masih sangat rendah, sehingga apresiasinya terhadap hubungan antar manusia hanya terbatas pada kedudukan finansial semata. Padahal sebenarnya ada sesuatu yang jauh lebih penting daripada sekedar kedudukan finansial dalam pola pergaulan bermasyarakat. Hal terpenting tersebut adalah tingkat kepedulian seseorang terhadap kondisi kehidupan sesama yang ada di sekitar-nya. Ya, hal terpenting dalam pola pergaulan masyarakat adalah bagaimana seseorang mem-berikan respon terhadap orang lainnya dan selanjutnya mem-berikan solusi-solusi cantik terhadap setiap permasalahan yang mungkin dihadapi dalam kehidupannya. Sebenarnya, yang menjadikan kita berbeda atau memiliki kedewasaan sosial adalah tingkat kepedulian kita terhadap setiap permasalahan yang dialami oleh masyarakat di sekitar kita. Seberapa besar tingkat kepedulian kita itulah yang sebenarnya menjadi salah satu indikasi ukuran tingkat kedewasaan sosial seseorang. Semakin besar tingkat kepeduli-annya terhadap kondisi kehi-dupan di masyarakatnya, maka semakin tinggi tingkat kedewasaan seseorang. Orang mengatakan, dalam hal ini salah satunya adalah kedermawanan seseorang terhadap orang yang lainnya. Begitulah, jika seseorang memiliki tingkat kedewasaan sosial yang tinggi, maka segala sepak terjangnya tidak luput dari perwujudan dari kepeduliannya terhadap kondisi kehidupan ini.
Kedewasaan yang ketiga adalah kedewasaan susila. Kedewasaan susila artinya kesanggupan seseorang untuk bersikap sesuai dengan kodratnya sebagai manusia. Dalam hal ini kedewasaan susila sangat erat hubungannya dengan kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri dari perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan susila dalam kehidupan bermasyarakat. Kehidupan su-sila artinya tidak lain adalah tindakan-tindakan yang berdasarkan pada norma-norma kehidupan positif yang berlaku dimasyarakat. Susila secara bebas dapat kita artikan sebagai norma atau kondisi positif yang dimiliki dan harus dimiliki oleh seseorang agar kehidupannya dapat lancar dan tidak mengalami hambatan ataupun kesulitan. Dengan aturan hidup kesusilaan ini, maka kita tidak bakalan melakukan hal-hal yang diluar sisi kenormaan dari kehidupan kita. Jika kita melakukan hal tersebut, berarti kita harus melawan pola kehidupan masyarakat secara umum. Semua elemen masyarakat tentunya menjadi musuh kita jika kita melakukan tindakan asusila dalam masyarakat. Oleh karena itulah, agar kehi-dupan kita penuh kedamaian menuju kebahagiaan hakiki, maka kehidupan yang penuh kesusilaan harus dijadikan sebagai salah satu bentuk sikap positif menghadapi kehidupan yang semakin tidak karuan ini. Kita harus menjadikan sikap hidup penuh kesusilan sebagai dasar berinteraksi sehingga pola kehidup-an dapat tertata dan mampu serta memungkinkan bagi kita untuk mencapai ke-damaian yang kita angan-angankan.
Tingkat kedewasaan susila seseorang pada dasarnya terkait dengan ting-kat kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri dalam hal tindakan-tin-dakan yang bersifat susila. Kemampuan seseorang dalam mengendalikan tin-dakan-tindakan asusila menunjukkan seberapa tingkat kedewasaan seseorang, misalnya seseorang yang mampu mengendalikan dirinya untuk tidak berbuat negatif dengan melanggar norma kesusilaan, misalnya melacur atau bertindak untuk kepentingan dan kesenangan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain, terutama lawan jenis, memperkosa atau melakukan perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai penzinahan, maka kita dapat mengatakan bahwa seseorang telah mempunyai atau mencapai tingkatan kedewasaan diri yang cukup baik. Suka melecehkan orang lain-pun dikategorikan tidak dewasa secara susila. Hal ini sering kali kita lihat dilakukan kaum lelaki terhadap kaum perempuan. Entah dengan pola pemikiran yang bagaimana, sepertinya kaum lelaki merasakan bahwa posisinya berada pada kedudukan superior sehingga dengan seenaknya memperlakukan kaum perempuan sebagai sesuatu yang dapat dipermainkan begitu saja. Tetapi, repotnya juga, kaum perempuan-pun ternyata tidak sedikit yang justru membuka peluang seluas-luasnya untuk diperlakukan seenaknya oleh kaum laki-laki. Kaum perempuan dengan seenak hatinya berpenampilan seronok di tempat-tempat umum sehingga mengun-dang mulut-mulut atau tangan-tangan usil untuk menggodanya. Dalam kasus seperti ini, maka kita dapat mengatakan bahwa yang mengalami kemerosotan kedeawasaan susila adalah kedua pihak, yaitu sang laki-laki dan perempuan.
Orang-orang yang telah mencapai kedewasaan susila selalu memposisi-kan dan menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak sepatutnya dilakukan jika dilihat dari sisi kesusilaan. Dengan langkah dan pola hidup seperti ini, maka setidaknya kita dapat mengkondisikan hati kita dalam keadaan yang damai me-nuju kebahagiaan diri. Kesusilaan yang dimiliki seseorang menjadi indikasi ke-dewasaan seseorang. Semakin dewasa, maka semakin terkontrol kesusilaannya. Orang-orang yang sudah pada taraf kedewasaan susila selalu melakukan intro-speksi atau evaluasi awal sebelum sesuatu mereka lakukan, terkhusus yang berhubungan dengan kesusilaan. Mereka seringkali harus mengalah dan meng-anggap tidak ada apa-apa disekitarnya jika sudah berhubungan dengan kesusila-an. Bagi mereka kesusilaan merupakan sesuatu yang sakral dan tidak boleh di-ganggu eksistensinya. Semua orang mempunyai kewajiban untuk menjaganya.
Sekarang ini kita seringkali melihat kenyataan bahwa semakin hari banyak orang yang kehilangan kedewasaan susilanya, apalagi jika kita melihat ke tempat-tempat umum, seperti mall atau plaza di kota-kota. Banyak orang yang telah kehilangan nilai-nilai norma kehidupan positif sehingga dengan seenaknya melakukan tindakan-tindakan yang lebih mengarah pada kondisi kehilangan kedewasaan susila. Mereka dengan seenaknya bersikap sebagai orang-orang barbar yang tanpa perhitungan dan pertimbangan melakukan se-gala hal hanya untuk menyenangkan hatinya semata. Bahkan tidak jarang mereka bermesraan di tempat - tempat umum, dipandang oleh banyak mata. Mereka seakan tidak memperdulikan betapa semua orang berdecak keheranan melihat sikap mereka yang sangat over acting. Boleh saja kita menyayangi pasangan kita, tetapi tentunya tidak seperti itu kita menyatakannya. Tidak pada tempatnya jika kita melakukan kemesraan dengan pasangan kita, apalagi yang bukan pasangan kita di tempat-tempat umum, dihadapan banyak mata orang. Tentunya hal ini menjadikan kita sebagai orang-orang yang belum memahami tentang kedewasaan susila kita sendiri. Sebaiknya, jika kita saling menyayang dengan pasangan resmi ataupun bukan pasangan resmi kita, maka tidak perlu kita pamerkan di depan pandangan umum. Sama sekali tidak etis jika hal ter-sebut kita lakukan secara drastic seperti itu. Lebih baik kita pulang atau ke tempat pribadi kita sehingga hanya kita berdua yang melakukannya.
Berapa banyak orang yang dengan seenaknya melakukan tindakan-tin-dakan asusila di dalam kehidupan masyarakat. Bergerak seenaknya sendiri dalam kondisi yang tidak bermoral. Barapa banyak orang yang melakukan tindakan - tindakan amoral, asusila hanya untuk memenuhi kebuTuhan naluri kebinatangannya. Kalau hal seperti itu terjadi, bagaimana mungkin kita dapat hidup secara damai menuju pada kondisi yang serba berbahagia?! Dapatkah kita hidup damai jika ternyata setiap saat kita selalu saja menjadi perbincangan orang akibat sikap kita yang telah kehilangan sisi susila kemanusiaan? Oleh karena itulah, maka kita perlu menjaga kedewasaan susila kita secara baik dan teratur.
HUBUNGAN KEDAMAIAN DAN KEBAHAGIAAN
Ketika kita merasakan kehidupan yang tidak aman, maka pada saat itu se-benarnya kita telah kehilangan sebagian dari kedamaian kita. Keamanan yang terancam akibat kondisi yang tercipta untuk kita ataupun sikap serta kondisi yang tidak mendukung keinginan hati dan akhirnya memancing emosi kita sehingga berapi-api, maka pada saat tersebut kita telah kehilangan kedamaian hidup. Hubungan antara kedamaian dengan sebahagiaan sedemikian erat dan dekatnya sehingga kita tidak dapat mengabaikan satu terhadap yang lainnya. Kalau kita membicarakan yang satu, maka yang satuya secara langsung menjadi bagian tak terpisahkan dan selalu bersama-sama sebagai hukum sebab dan akibat, yaitu hukum kausalik yang berlaku secara otomatis dari Tuhan. Kedamaian merupakan dasar dari hidup yang penuh kebahagiaan dan keba-hagiaan hanya dapat tercipta jika kita berada pada kondisi hidup yang penuh kedamaian. Hal ini disebabkan karena hanya dalam kedamaian, maka hati merasa nyaman dan kenyamanan merupakan indikasi dari hidup yang ber-kebahagiaan.
Secara umum, ketika kita berbicara mengenai kedamaian, maka yang ter-bayang di dalam pikiran kita adalah suatu kondisi yang aman, tidak ada ancaman dari dunia luar diri. Semua pola kegiatan hidup dapat dilakukan dan diwujudkan sesuasi dengan program yang telah disusun sebelumnya. Tidak ada permusuhan yang tercipta di antara elemen masyarakat. Semua elemen masya-rakat dapat hidup berdampingan tanpa ada perseteruan negatif yang menye-babkan masing-masing pihak merasa terancam eksistensinya. Semua orang dapat melaksanakan kegiatan hidupnya tanpa harus merasa syak terhadap kondisi dan pola pergaulan yang harus dijalaninya. Setiap orang menjalani kehidupan secara kodrati tanpa harus melakukan manuver-manuver kotor untuk mengkondisikan dirinya sebagai orang-orang berhasil menguasai kehi-dupan dan menganggap orang lain hanyalah pion yang melengkapi kehi-dupannya. Mereka merasa hidup sebagai sosok yang lebih dari pada orang lain sehingga orang lain seharusnya dating kepaanya jika membutuhkan sesuatu. Hal ini selanjutnya menciptakan interaksi sosial antar personall dan menjadikan hidup sebagai sesuatu yang dinamis.
Tetapi, pada kenyataannya semua itu sungguh sangat berbeda. Teori me-ngenai langkah-langkah menciptakan kondisi aman sungguh berlainan dengan kenyataan yang dihadapi dalam kehidupan yang sebenarnya. Orang - orang selalu mengatakan bahwa mereka sangat mendambakan hidup damai. Tetapi apa yang kita temukan dalam kehidupan nyata? Mereka justru menjadi penyebab ketidakdamaian di lingkungan masing-masing. Mereka selalu saja menerapkan pola kehidupan yang bertentangan dengan konsep dasar kehidup-an penuh kedamaian. Bahkan tidak jarang mereka yang sangat getol menyuara-kan kedamaian ternyata menjadi biang keladi keonaran hidup di masya-rakat.
Masing-masing dari kita selalu berusaha untuk dapat menggapai ke-hidupan yang penuh kedamaian. Segala hal dilakukan untuk dapat mewujud-kan kehidupan yang damai dan hal ini seringkali menyebabkan pola kehidupan tidak lagi damai. Bahwa ketidakdamaian pola kehidupan di masyarakat merupa-kan akibat dari pola hidup yang diterapkan oleh anggota masyarakatnya. Se-bagian besar anggota masyarakat, kita berpikir bahwa kedamaian itu urusan diri masing-masing dan harus berusaha untuk mendapatkannya sendiri-sendiri. Hal inilah yang selanjutnya menjadi permasalahaan krusial sebab sering terjadi friksi antar pribadi akibat egoisme masing-masing pihak untuk mewujudkan keingin-an mereka. Kenyataan inilah yang menjadikan kondisi seakan-akan setiap orang berada pada posisi saling menyikut dan menjatuhkan. Jika hal tersebut salah dimengerti, maka yang terjadi adalah keyataan, yaitu masing-masing personil saling menjegal dan menyikut untuk mendapatkan kedamaian hidup. Padahal sebenarnya kedamaian itu tidak dapat digapai oleh orang perseorang tanpa bantuan atau keterlibatan orang lain. Kita dapat merasakan kedamaian sebab setiap orang mendukung diri kita untuk berada pada kondisi damai, kalau saja orang lain merasa tidak memerlukan kedamaian, maak sudah pasti hidup kita juga tidak pernah damai, apalagi bahagia.
Kita harus menghindari terjadinya friksi antar pribadi dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab, friksi inilah yang seringkali menjadikan kita kehilangan kondisi damai. Kita berbenturan hati, bahkan fisik sehingga mendatangkan kondisi tidak aman. Akibatnya, seringkali kita menyaksikan terjadinya perang antar saudara, suku, bahkan antar negara. Bahkan, kita pernah mengalami kondisi yang sangat tidak damai, sehingga banyak orang yang tidak bahagia hidupnya. Pada saat itu kondisi sedemikian rupa sehingga orang selalu me-mikirkan keselamatan dirinya yang terancam. Setiap saat harus berhadapan dengan serdadu dan bau amis darah korban perang. Ketika negeri ini dijajah oleh negeri lain karena diinginkan hasil buminya, kekayaan buminya yang sede-mikian besar, maka pada saat itulah kita telah kehilangan kedamaian hidup, apalagi kebahagiaan hidup. Setiap saat kita harus berhadapan dengan kondisi yang tidak nyaman sebab penjajah memang mengkondisikan agar hidup kita tidak nyaman sehingga setiap saat banyak orang yang tersiksa hidupnya, kehilangan kedamaian dan kebahagiaan hidup. Itu merupakan sejarah yang sangat menyiksa dan menjadi teladan agar kita tidak mengalami hal tersebut untuk kedua kalinya. Hidup tanpa kedamaian merupakan kehidupan yang paling menyiksa diri dan menghancurkan masa depan, sehingga kita seharusnya menyadari bahwa kita sangat memerlukan kedamaian sebagai salah satu jembatan menuju kebahagiaan hidup yang hakiki.
Berapa banyak orang yang mati akibat kondisi yang tidak aman, bahkan kondisi yang tidak ada kedamaian. Mereka merupakan korban yang sia-sia. Seharusnya mereka hidup secara bahagia di dunia ini, sesuai dengan kodrat hidupnya. Kita juga demikian, seharusnya dapat hidup secara damai agar bahagia. Segala hal harus kita lakukan dan kondisikan sehingga mampu meng-antar kita menuju keberhasilan membangun masyarakat yang penuh kedamai-an. Setiap saat kita berusaha untuk mengkondisikan kehidupan ini penuh dengan kedamaian sehingga setiap personil atau elemen masyarakat merasakan bahwa kehidupan ini merupakan hal terbaik bagi kita. Bagaimana-pun kita selalu berharap agar hidup kita selalu dalam lingkupan kebahagiaan dan bukan terkungkung oleh kedukaan yang tiada habisnya. Sebagai makhluk Tuhan yang diciptakan untuk menjadi pemimpin di dunia ini, maka setidaknya masing-masing orang dibekali oleh sikap baik untuk menjaga kehidupan dunia sebagai sebuah kondisi yang terbaik. Pada hakikatnya manusia diciptakan dalam kondisi putih, suci sehingga kodratnya adalah baik-baik, hanya saja kemudian kondisi tersebut snagat berlainan ketika harus berinteraksi dengan orang lain dan menghadapi kodnsii kehidupan yang tidak dapat diatasinya secara baik, maka nilai positif diri mulai tergerus dan pada akhirnya hilang. Bahwa, pada dasarnya kita ini adalah pribadi yang baik. Kita diciptakan oleh Tuhan sebagai sosok yang suci, tanpa dosa dan selalu berpikiran positif terhadap kondisi kehidupan dunia. Coba kita lihat, bagaimana seorang anak berinteraksi dengan lingkungannya tanpa pernah mempuyai syak wasangka terhadap siapapun yang ada di sekitar-nya. Mereka begitu lugu artinya masih begitu asli hidupnya sehingga tidak pernah mempunyai kecurigaan terhadap kondisi kehidupannya, walaupun apa yang dilakukannya mengandung resiko. Hal ini bukan berarti karena anak belum mengerti apa-apa, tetapi begitulah sebenarnya kita diciptakan Tuhan dalam kehidupan ini. Seharusnya pikiran kita adalah pikiran bebas yang tidak didasari oleh berbagai pikiran negatif terhadap orang lain atau terhadap kehidupan ini. Dasar kepribadian kita adalah kepribadian positif tetapi selanjutnya mengalami perubahan drastis ketika kepribadian tersebut harus disandingkan dengan kehidupan alam yang memaksa setiap orang untuk berusaha menjaga eksistensi dirinya. Bahwa selanjutnya sikap kita menjadi negatif semata-mata adalah merupakan respon diri terhadap kondisi hidup yang memang memaksa kita untuk berusaha mempertahankan diri terhadap segala aktivitas hidup yang serba memperkosa diri. Kehidupan selalu memaksa setiap orang untuk selalu berusaha memenuhi segala kebuTuhan hidupnya tanpa harus memikirkan dampak yang terjadi dari setiap kegiatan pertahanan diri tersebut. Bahkan, tidak jarang harus berbenturan dengan orang lain sebab mem-pertahankan kehidupan salah satunya adalah selalu menganggap bahwa orang lain selalu berusaha menyerobot kepentingan diri kita. Asumsi inilah yang selanjutnya membuat setiap orang merasa terganggu bahkan terancam jika seseorang mendekati bidang kerja yang ditanganinya. Dari asumsi tersebut, maka selanjutnya timbul-lah kontra antar pribadi, friksi antar personall dan akhirnya hal tersebut menjadi-kan setiap orang bercuriga terhadap sesamanya. Jika hal tersebut terjadi, maka kita pasti kehilangan kedamaian sebab hidup kita didasari oleh kecurigaan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.
Kita harus meyakini bahwa hanya dengan pola hidup yang penuh ke-damaian saja, maka kehidupan dunia ini dapat dijaga dari kehancuran. Dengan kedamaian pasti akan tercipta pola pergaulan antar manusia yang dapat mem-berikan kebahagiaan yang memberikan kita dapat mengaktualisasikan segala kemampuan diri sehingga dapat menjaga eksistensi kehidupan manusia. Siapa lagi yang bakal menjaga eksistensi kita jika bukan kita?! kita diciptakan Tuhan sebagai pemimpin kehidupan dunia, artinya Tuhan sengaja menciptakan kita sebagai makhluk yang berakal, berperasaan dengan tujuan agar dapat menjaga eksistensi kehidupan ini sedemikian rupa sehingga segala hal negatif dalam kehidupan dapat dihilangkan dan selanjutnya dapat menjadikan kehidupan lebih teratur dan tentu saja penuh dengan kedamaian.
Kedamaian dan kebahagiaan merupakan dua aspek kehidupan yang saling berkaitan dan tidak dapat terpisahkan sampai kapanpun. Kedua aspek ini sepertinya saling bergantung dan tergantung. Bahwa kedamaian pada akhirnya mengarah pada terciptanya suatu kondisi yang membahagiakan. Sedangkan, kebahagiaan yang utuh sudah pasti akan membawa kondisi yang penuh dengan kedamaian. Inilah benang merah yang mengkaitkan antara kedamaian dengan kebahagiaan.
Kita tidak mungkin membiarkan kondisi kehidupan yang selalu penuh dengan ancaman. Kitalah yang seharusnya berusaha untuk menghilangkan segala hal yang berkaitan dengan eksistensi kedamaian dengan kebahagiaan yang mungkin tercipta akibat pola pikir dan laku. Kita seharusnya berperan aktif dalam setiap langkah konkrit untuk mengawinkan kedamaian dengan ke-bahagiaan sebagai hasil reproduksi alamiah. Dengan proses perkawinan alamiah inilah, maka reproduksi kehidupan menjadi sebuah fenomena alam, bukan hasil rekayasa ataupun upaya negatif menutupi kepalsuan kondisi.
Kedamaian dan kebahagiaan tidak mungkin kita palsukan sebab dengan memalsukan kondisi tersebut sebenarnya kita telah menanam benih permasalah-an dan penderitaan untuk masa depan. Bagaimanapun kita harus memposisikan pola kehidupan diri kita secara proporsional sehingga tidak begitu merugikan diri sendiri. Keproporsionalan kondisi tersebut harus diasumsikan sebagai se-buah upaya sadar dan dialokasikan sebagai langkah konkrit pertanggung-jawaban terhadap kehidupan diri.
Kedamaian tidak hanya tergantung pada tidak adanya ancaman keaman-an diri terhadap ancaman, melainkan kondisi perekonomian juga dapat menjadi salah satu pemicu hadirnya ketidakdamaian hidup. Oleh karena itulah, maka keinginan hidup secara damai merupakan salah satu dampak dari kondisi per-ekonomian yang kurang mendukung. Kita yang kondisi perekonomiannya ku-rang mampu, bahkan tidak mampu mempunyai kecenderungan untuk menciptakan ketidakamanan dan selanjutnya menjadi ketidakdamaian hidup, yang jika dibiarkan secara terus menerus, maka hal tersebut dapat menjadikan hidup kita kehilangan kebahagiaan.
Seringkali kita berharap kondisi perekonomian kita dapat meningkat, maka pada saat tersebut kita merasa terancam oleh kondisi yang serba berke-kurangan. Inilah yang penulis maksudkan bahwa perekonomian menjadi salah satu penyebab ketidak-damaian hidup manusia. Manusia mempunyai kecen-derungan untuk hidup serba mudah dan terpenuhi segala kebuTuhan. Hal ini seringkali mendatangkan pola kehidupan manusia yang penuh kegelisahan. Seringkali orang memakai kondisi perekonomian keluarga sebagai salah satu alasan sehingga mereka tidak dapat menggapai kedamaian hidup. Mereka merasa bahwa seharusnya kehdiupan ini dalam kondisi perkonomian yang cukup, bahkan berlebih jika ingin hidup secara damai dan pada akhirnya penuh dengan kebahagiaan. Kita seringkali melihat banyak orang yang mengatakan hidupnya tidak nyaman, tidak tenang dan tidak damai, bahkan tidak bahagia sebab kehidupan ekonominya sangat berkekurangan. Mereka menganggap bahwa kehidupannya terancam oleh kondisi ekomnomi yang kurang.
Kalau kita mengalami kegelisahan dalam hidup, maka hal itu berarti kita mengalami kondisi yang tidak aman dan selanjutnya kondisi tidak aman ini menciptakan ketidaknyamanan. Kalau hidup kita tidak nyaman, maka sudah pasti kita tidak bakal damai. Setiap saat kita selalu berpikir tentang segala hal yang bersifat negatif dan menyerang diri kita. Hidup kita terasa selalu meng-hadapi kondisi negatif yang destruktif sehingga tidak ada kedamaian. Akibatnya kita selalu berusaha untuk mempertahankan diri dari segala hal yang bersifat negatif terhadap diri kita. Kita selalu berusaha menganulir setiap masalah dengan langkah-langkah strategis, yang kadangkala oleh orang lain dianggap sebagai bentuk perlawanan dan akhirnya orang lain berthan pada kondisi yang akhirnya kondisi tersebut menciptakan friksi antar personall.
Apakah kita menginginkan hal seperti itu? Tentunya tidak seorangpun yang ingin hidupnya selalu dilingkupi perasaan gelisah dan tidak aman. Kita cenderung untuk berada pada lingkungan yang memberikan kita kondisi aman. Setiap kali kita menghadapi kondisi negatif yang mengancam, maka segera kita berusaha untuk melepaskan diri. Segala hal kita lakukan untuk menganulir kondisi negatif dan mencoba untuk menciptakan kondisi positif agar kehidupan menjadi lebih baik. Setiap orang berusaha untuk menghilangkan kondisi negatif.
Kita memang harus segera tanggap terhadap kondisi yang kita alami jika menginginkan segala hal menjadi lebih baik. Kita harus berusaha untuk meng-usir segala hal negatif untuk dapat hidup secara damai dan akhirnya mencapai kebahagiaan. Kita ini mempunyai kewajiban untuk selalu berusaha dalam menghadapi kehidupan. Kalau kita tidak mau berusaha, maka kehidupan kita menjadi sebuah perjalanan tiada arti.
Lantas, apalah artinya hidup kita jika kita tidak mau berbuat sesuatu yang membahagiakan diri dan memberikan kedamaian? Kebahagiaan dan kedamaian memang sangat mahal harganya. Nilainya bagi kehidupan sangatlah penting sehingga dimanapun kita berada, maka kita sangat memerlukannya.
Seringkali orang mengatakan bahwa apa yang dijalani dan diterima dalam kehidupan ini sungguh sangat berlainan dengan apa yang diharap-kannya, bahkan banyak juga yang mengatakan sangat bertentangan. Akibatnya seringkali kita mengalami kekecewaan yang sangat dan menjadikan diri di-rundung penderitaan. Apakah anda juga mengalami hal yang sama? Apakah anda juga mengalami kekecewaan terhadap apa yang telah diberikan kehidupan untuk diri kita? Jika hal itu kita alami, maka sudah pasti hidup kita tidak ten-teram.
Lantas, apa yang harus kita lakukan untuk dapat menciptakan kehidupan yang penuh kedamaian menuju kebahagiaan? Apakah kita membiarkan diri kita tenggelam dan terjebak dalam lingkaran dan balutan hidup yang serba tidak pasti? Tentunya tidak demikian yang kita lakukan!
Langkah-langkah penciptaan dan pengkondisian hidup yang damai di-lakukan secara sadar dan terstruktur dengan selalu bersikap tenang dan meng-hilangkan emosional pada saat menghadapi permasalahan. Kita perlu meng-hadapi setiap permasalahan secara proporsional dan hati lapang sehingga hidup terasa ringan dan tiada bermasalah. Marilah kita mulai melangkahkan kaki dan tekad untuk lebih menghargai kehidupan secara baik dan jangan matikan hidup dengan berlama-lama dan bermesra-mesra dengan permasalahan.
Secara umum, ketika kita berbicara mengenai kedamaian, maka yang ter-bayang di dalam pikiran kita adalah suatu kondisi yang aman, tidak ada ancaman dari dunia luar diri. Semua pola kegiatan hidup dapat dilakukan dan diwujudkan sesuasi dengan program yang telah disusun sebelumnya. Tidak ada permusuhan yang tercipta di antara elemen masyarakat. Semua elemen masya-rakat dapat hidup berdampingan tanpa ada perseteruan negatif yang menye-babkan masing-masing pihak merasa terancam eksistensinya. Semua orang dapat melaksanakan kegiatan hidupnya tanpa harus merasa syak terhadap kondisi dan pola pergaulan yang harus dijalaninya. Setiap orang menjalani kehidupan secara kodrati tanpa harus melakukan manuver-manuver kotor untuk mengkondisikan dirinya sebagai orang-orang berhasil menguasai kehi-dupan dan menganggap orang lain hanyalah pion yang melengkapi kehi-dupannya. Mereka merasa hidup sebagai sosok yang lebih dari pada orang lain sehingga orang lain seharusnya dating kepaanya jika membutuhkan sesuatu. Hal ini selanjutnya menciptakan interaksi sosial antar personall dan menjadikan hidup sebagai sesuatu yang dinamis.
Tetapi, pada kenyataannya semua itu sungguh sangat berbeda. Teori me-ngenai langkah-langkah menciptakan kondisi aman sungguh berlainan dengan kenyataan yang dihadapi dalam kehidupan yang sebenarnya. Orang - orang selalu mengatakan bahwa mereka sangat mendambakan hidup damai. Tetapi apa yang kita temukan dalam kehidupan nyata? Mereka justru menjadi penyebab ketidakdamaian di lingkungan masing-masing. Mereka selalu saja menerapkan pola kehidupan yang bertentangan dengan konsep dasar kehidup-an penuh kedamaian. Bahkan tidak jarang mereka yang sangat getol menyuara-kan kedamaian ternyata menjadi biang keladi keonaran hidup di masya-rakat.
Masing-masing dari kita selalu berusaha untuk dapat menggapai ke-hidupan yang penuh kedamaian. Segala hal dilakukan untuk dapat mewujud-kan kehidupan yang damai dan hal ini seringkali menyebabkan pola kehidupan tidak lagi damai. Bahwa ketidakdamaian pola kehidupan di masyarakat merupa-kan akibat dari pola hidup yang diterapkan oleh anggota masyarakatnya. Se-bagian besar anggota masyarakat, kita berpikir bahwa kedamaian itu urusan diri masing-masing dan harus berusaha untuk mendapatkannya sendiri-sendiri. Hal inilah yang selanjutnya menjadi permasalahaan krusial sebab sering terjadi friksi antar pribadi akibat egoisme masing-masing pihak untuk mewujudkan keingin-an mereka. Kenyataan inilah yang menjadikan kondisi seakan-akan setiap orang berada pada posisi saling menyikut dan menjatuhkan. Jika hal tersebut salah dimengerti, maka yang terjadi adalah keyataan, yaitu masing-masing personil saling menjegal dan menyikut untuk mendapatkan kedamaian hidup. Padahal sebenarnya kedamaian itu tidak dapat digapai oleh orang perseorang tanpa bantuan atau keterlibatan orang lain. Kita dapat merasakan kedamaian sebab setiap orang mendukung diri kita untuk berada pada kondisi damai, kalau saja orang lain merasa tidak memerlukan kedamaian, maak sudah pasti hidup kita juga tidak pernah damai, apalagi bahagia.
Kita harus menghindari terjadinya friksi antar pribadi dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab, friksi inilah yang seringkali menjadikan kita kehilangan kondisi damai. Kita berbenturan hati, bahkan fisik sehingga mendatangkan kondisi tidak aman. Akibatnya, seringkali kita menyaksikan terjadinya perang antar saudara, suku, bahkan antar negara. Bahkan, kita pernah mengalami kondisi yang sangat tidak damai, sehingga banyak orang yang tidak bahagia hidupnya. Pada saat itu kondisi sedemikian rupa sehingga orang selalu me-mikirkan keselamatan dirinya yang terancam. Setiap saat harus berhadapan dengan serdadu dan bau amis darah korban perang. Ketika negeri ini dijajah oleh negeri lain karena diinginkan hasil buminya, kekayaan buminya yang sede-mikian besar, maka pada saat itulah kita telah kehilangan kedamaian hidup, apalagi kebahagiaan hidup. Setiap saat kita harus berhadapan dengan kondisi yang tidak nyaman sebab penjajah memang mengkondisikan agar hidup kita tidak nyaman sehingga setiap saat banyak orang yang tersiksa hidupnya, kehilangan kedamaian dan kebahagiaan hidup. Itu merupakan sejarah yang sangat menyiksa dan menjadi teladan agar kita tidak mengalami hal tersebut untuk kedua kalinya. Hidup tanpa kedamaian merupakan kehidupan yang paling menyiksa diri dan menghancurkan masa depan, sehingga kita seharusnya menyadari bahwa kita sangat memerlukan kedamaian sebagai salah satu jembatan menuju kebahagiaan hidup yang hakiki.
Berapa banyak orang yang mati akibat kondisi yang tidak aman, bahkan kondisi yang tidak ada kedamaian. Mereka merupakan korban yang sia-sia. Seharusnya mereka hidup secara bahagia di dunia ini, sesuai dengan kodrat hidupnya. Kita juga demikian, seharusnya dapat hidup secara damai agar bahagia. Segala hal harus kita lakukan dan kondisikan sehingga mampu meng-antar kita menuju keberhasilan membangun masyarakat yang penuh kedamai-an. Setiap saat kita berusaha untuk mengkondisikan kehidupan ini penuh dengan kedamaian sehingga setiap personil atau elemen masyarakat merasakan bahwa kehidupan ini merupakan hal terbaik bagi kita. Bagaimana-pun kita selalu berharap agar hidup kita selalu dalam lingkupan kebahagiaan dan bukan terkungkung oleh kedukaan yang tiada habisnya. Sebagai makhluk Tuhan yang diciptakan untuk menjadi pemimpin di dunia ini, maka setidaknya masing-masing orang dibekali oleh sikap baik untuk menjaga kehidupan dunia sebagai sebuah kondisi yang terbaik. Pada hakikatnya manusia diciptakan dalam kondisi putih, suci sehingga kodratnya adalah baik-baik, hanya saja kemudian kondisi tersebut snagat berlainan ketika harus berinteraksi dengan orang lain dan menghadapi kodnsii kehidupan yang tidak dapat diatasinya secara baik, maka nilai positif diri mulai tergerus dan pada akhirnya hilang. Bahwa, pada dasarnya kita ini adalah pribadi yang baik. Kita diciptakan oleh Tuhan sebagai sosok yang suci, tanpa dosa dan selalu berpikiran positif terhadap kondisi kehidupan dunia. Coba kita lihat, bagaimana seorang anak berinteraksi dengan lingkungannya tanpa pernah mempuyai syak wasangka terhadap siapapun yang ada di sekitar-nya. Mereka begitu lugu artinya masih begitu asli hidupnya sehingga tidak pernah mempunyai kecurigaan terhadap kondisi kehidupannya, walaupun apa yang dilakukannya mengandung resiko. Hal ini bukan berarti karena anak belum mengerti apa-apa, tetapi begitulah sebenarnya kita diciptakan Tuhan dalam kehidupan ini. Seharusnya pikiran kita adalah pikiran bebas yang tidak didasari oleh berbagai pikiran negatif terhadap orang lain atau terhadap kehidupan ini. Dasar kepribadian kita adalah kepribadian positif tetapi selanjutnya mengalami perubahan drastis ketika kepribadian tersebut harus disandingkan dengan kehidupan alam yang memaksa setiap orang untuk berusaha menjaga eksistensi dirinya. Bahwa selanjutnya sikap kita menjadi negatif semata-mata adalah merupakan respon diri terhadap kondisi hidup yang memang memaksa kita untuk berusaha mempertahankan diri terhadap segala aktivitas hidup yang serba memperkosa diri. Kehidupan selalu memaksa setiap orang untuk selalu berusaha memenuhi segala kebuTuhan hidupnya tanpa harus memikirkan dampak yang terjadi dari setiap kegiatan pertahanan diri tersebut. Bahkan, tidak jarang harus berbenturan dengan orang lain sebab mem-pertahankan kehidupan salah satunya adalah selalu menganggap bahwa orang lain selalu berusaha menyerobot kepentingan diri kita. Asumsi inilah yang selanjutnya membuat setiap orang merasa terganggu bahkan terancam jika seseorang mendekati bidang kerja yang ditanganinya. Dari asumsi tersebut, maka selanjutnya timbul-lah kontra antar pribadi, friksi antar personall dan akhirnya hal tersebut menjadi-kan setiap orang bercuriga terhadap sesamanya. Jika hal tersebut terjadi, maka kita pasti kehilangan kedamaian sebab hidup kita didasari oleh kecurigaan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.
Kita harus meyakini bahwa hanya dengan pola hidup yang penuh ke-damaian saja, maka kehidupan dunia ini dapat dijaga dari kehancuran. Dengan kedamaian pasti akan tercipta pola pergaulan antar manusia yang dapat mem-berikan kebahagiaan yang memberikan kita dapat mengaktualisasikan segala kemampuan diri sehingga dapat menjaga eksistensi kehidupan manusia. Siapa lagi yang bakal menjaga eksistensi kita jika bukan kita?! kita diciptakan Tuhan sebagai pemimpin kehidupan dunia, artinya Tuhan sengaja menciptakan kita sebagai makhluk yang berakal, berperasaan dengan tujuan agar dapat menjaga eksistensi kehidupan ini sedemikian rupa sehingga segala hal negatif dalam kehidupan dapat dihilangkan dan selanjutnya dapat menjadikan kehidupan lebih teratur dan tentu saja penuh dengan kedamaian.
Kedamaian dan kebahagiaan merupakan dua aspek kehidupan yang saling berkaitan dan tidak dapat terpisahkan sampai kapanpun. Kedua aspek ini sepertinya saling bergantung dan tergantung. Bahwa kedamaian pada akhirnya mengarah pada terciptanya suatu kondisi yang membahagiakan. Sedangkan, kebahagiaan yang utuh sudah pasti akan membawa kondisi yang penuh dengan kedamaian. Inilah benang merah yang mengkaitkan antara kedamaian dengan kebahagiaan.
Kita tidak mungkin membiarkan kondisi kehidupan yang selalu penuh dengan ancaman. Kitalah yang seharusnya berusaha untuk menghilangkan segala hal yang berkaitan dengan eksistensi kedamaian dengan kebahagiaan yang mungkin tercipta akibat pola pikir dan laku. Kita seharusnya berperan aktif dalam setiap langkah konkrit untuk mengawinkan kedamaian dengan ke-bahagiaan sebagai hasil reproduksi alamiah. Dengan proses perkawinan alamiah inilah, maka reproduksi kehidupan menjadi sebuah fenomena alam, bukan hasil rekayasa ataupun upaya negatif menutupi kepalsuan kondisi.
Kedamaian dan kebahagiaan tidak mungkin kita palsukan sebab dengan memalsukan kondisi tersebut sebenarnya kita telah menanam benih permasalah-an dan penderitaan untuk masa depan. Bagaimanapun kita harus memposisikan pola kehidupan diri kita secara proporsional sehingga tidak begitu merugikan diri sendiri. Keproporsionalan kondisi tersebut harus diasumsikan sebagai se-buah upaya sadar dan dialokasikan sebagai langkah konkrit pertanggung-jawaban terhadap kehidupan diri.
Kedamaian tidak hanya tergantung pada tidak adanya ancaman keaman-an diri terhadap ancaman, melainkan kondisi perekonomian juga dapat menjadi salah satu pemicu hadirnya ketidakdamaian hidup. Oleh karena itulah, maka keinginan hidup secara damai merupakan salah satu dampak dari kondisi per-ekonomian yang kurang mendukung. Kita yang kondisi perekonomiannya ku-rang mampu, bahkan tidak mampu mempunyai kecenderungan untuk menciptakan ketidakamanan dan selanjutnya menjadi ketidakdamaian hidup, yang jika dibiarkan secara terus menerus, maka hal tersebut dapat menjadikan hidup kita kehilangan kebahagiaan.
Seringkali kita berharap kondisi perekonomian kita dapat meningkat, maka pada saat tersebut kita merasa terancam oleh kondisi yang serba berke-kurangan. Inilah yang penulis maksudkan bahwa perekonomian menjadi salah satu penyebab ketidak-damaian hidup manusia. Manusia mempunyai kecen-derungan untuk hidup serba mudah dan terpenuhi segala kebuTuhan. Hal ini seringkali mendatangkan pola kehidupan manusia yang penuh kegelisahan. Seringkali orang memakai kondisi perekonomian keluarga sebagai salah satu alasan sehingga mereka tidak dapat menggapai kedamaian hidup. Mereka merasa bahwa seharusnya kehdiupan ini dalam kondisi perkonomian yang cukup, bahkan berlebih jika ingin hidup secara damai dan pada akhirnya penuh dengan kebahagiaan. Kita seringkali melihat banyak orang yang mengatakan hidupnya tidak nyaman, tidak tenang dan tidak damai, bahkan tidak bahagia sebab kehidupan ekonominya sangat berkekurangan. Mereka menganggap bahwa kehidupannya terancam oleh kondisi ekomnomi yang kurang.
Kalau kita mengalami kegelisahan dalam hidup, maka hal itu berarti kita mengalami kondisi yang tidak aman dan selanjutnya kondisi tidak aman ini menciptakan ketidaknyamanan. Kalau hidup kita tidak nyaman, maka sudah pasti kita tidak bakal damai. Setiap saat kita selalu berpikir tentang segala hal yang bersifat negatif dan menyerang diri kita. Hidup kita terasa selalu meng-hadapi kondisi negatif yang destruktif sehingga tidak ada kedamaian. Akibatnya kita selalu berusaha untuk mempertahankan diri dari segala hal yang bersifat negatif terhadap diri kita. Kita selalu berusaha menganulir setiap masalah dengan langkah-langkah strategis, yang kadangkala oleh orang lain dianggap sebagai bentuk perlawanan dan akhirnya orang lain berthan pada kondisi yang akhirnya kondisi tersebut menciptakan friksi antar personall.
Apakah kita menginginkan hal seperti itu? Tentunya tidak seorangpun yang ingin hidupnya selalu dilingkupi perasaan gelisah dan tidak aman. Kita cenderung untuk berada pada lingkungan yang memberikan kita kondisi aman. Setiap kali kita menghadapi kondisi negatif yang mengancam, maka segera kita berusaha untuk melepaskan diri. Segala hal kita lakukan untuk menganulir kondisi negatif dan mencoba untuk menciptakan kondisi positif agar kehidupan menjadi lebih baik. Setiap orang berusaha untuk menghilangkan kondisi negatif.
Kita memang harus segera tanggap terhadap kondisi yang kita alami jika menginginkan segala hal menjadi lebih baik. Kita harus berusaha untuk meng-usir segala hal negatif untuk dapat hidup secara damai dan akhirnya mencapai kebahagiaan. Kita ini mempunyai kewajiban untuk selalu berusaha dalam menghadapi kehidupan. Kalau kita tidak mau berusaha, maka kehidupan kita menjadi sebuah perjalanan tiada arti.
Lantas, apalah artinya hidup kita jika kita tidak mau berbuat sesuatu yang membahagiakan diri dan memberikan kedamaian? Kebahagiaan dan kedamaian memang sangat mahal harganya. Nilainya bagi kehidupan sangatlah penting sehingga dimanapun kita berada, maka kita sangat memerlukannya.
Seringkali orang mengatakan bahwa apa yang dijalani dan diterima dalam kehidupan ini sungguh sangat berlainan dengan apa yang diharap-kannya, bahkan banyak juga yang mengatakan sangat bertentangan. Akibatnya seringkali kita mengalami kekecewaan yang sangat dan menjadikan diri di-rundung penderitaan. Apakah anda juga mengalami hal yang sama? Apakah anda juga mengalami kekecewaan terhadap apa yang telah diberikan kehidupan untuk diri kita? Jika hal itu kita alami, maka sudah pasti hidup kita tidak ten-teram.
Lantas, apa yang harus kita lakukan untuk dapat menciptakan kehidupan yang penuh kedamaian menuju kebahagiaan? Apakah kita membiarkan diri kita tenggelam dan terjebak dalam lingkaran dan balutan hidup yang serba tidak pasti? Tentunya tidak demikian yang kita lakukan!
Langkah-langkah penciptaan dan pengkondisian hidup yang damai di-lakukan secara sadar dan terstruktur dengan selalu bersikap tenang dan meng-hilangkan emosional pada saat menghadapi permasalahan. Kita perlu meng-hadapi setiap permasalahan secara proporsional dan hati lapang sehingga hidup terasa ringan dan tiada bermasalah. Marilah kita mulai melangkahkan kaki dan tekad untuk lebih menghargai kehidupan secara baik dan jangan matikan hidup dengan berlama-lama dan bermesra-mesra dengan permasalahan.
Langganan:
Postingan (Atom)