Sabtu, 20 September 2008

Menara Kedamaian

Pendahuluan

Kedamaian dalam hidup adalah tenaga pendorong yang dipercaya dapat menggerakkan roda kehidupan manusia. Dengan berpatok pada kedamaian, dalam hal ini menjadikan kedamaian sebagai tonggak tujuan kehidupan, maka manusia merasakan bahwa hidup ini begitu dinamis. Bahwa hidup memberikan berbagai pengharapan untuk kondisi terbaik bagi manusia. Dalam hal ini alam telah menerapkan prinsip hidup saling berimbang, artinya siapa memberi, maka dia yang bakal menerima. Siapa yang mengasihi alam raya, maka dia bakal men-dapatkan kasih yang sama, bahkan jauh lebih besar dari alam raya. Alam itu sosok yang sangat besar kasih sayangnya kepada manusia, walaupun dalam kenyataannya, banyak manusia yang sama sekali tidak memberikan kasih sayangnya kepada alam. Ibarat seorang kekasih, maka alam itu adalah kekasih setia kita. Kepada alamlah kita menaruh harapan untuk mendapatkan hal-hal terbaik dalam kehidupan ini. Rasanya sangat sedih dan mau mati saja jika seandainya alam sudah tidak menyayangi kita, walau dalam kenyataannya alam tidak pernah kehabisan kasih sayangnya untuk kita. Bahkan, ketika kematian menjemput diri kita, maka dengan penuh kasih sayang sang alam merengkuh kita dalam pelukannya yang sejuk dan segar. Itulah alam semesta dengan segala samudera kasih sayang dan cinta yang maha luas untuk kita. seharusnya, jika kita mempunyai naluri kemanusiaan, maka segala bentuk kasih sayang yang diberikan alam kepada kita merupakan sesuatu yang begitu besar artinya dan menyadarkan nurani kita bahwa kitapun harus berbuat yang sama kepada alam semesta. Walaupun akhir-akhir ini kita seringkali melihat bahwa alam dikatakan telah marah dan tidak bersahabat lagi dengan kita, tetapi jika kita berpikir secara logis, maka setidaknya kita melihat bahwa semua itu adalah salah satu bentuk kasih sayang yang diberikan oleh alam kepada kita. Coba kita berpikir, bahwa gunung yang meletus itu ternyata membawa kebaikan juga bagi manusia, yaitu tanah-tanah bekas semburan isi perut gunung adalah bahan material yang sangat berguna bagi kehidupan sebab subur dan membawa material yang dapat digunakan untuk keperluan yang lainnya. Begitulah yang dapat kita peroleh dari bentuk kasih sayang alam kepada kita. Tetapi, seringkali yang kita peroleh dari alam sebenarnya adalah kebaikan-kebaikan yang sedemikian besarnya sehingga mampu memposisikan diri kita pada kondisi terbaik, misalnya bahagia, damai dan sejahtera dalam hidup. Semua itu adalah rahmat yang diberikan alam kepada kita, tetapi kenapa seringkali kita harus menipu diri sendiri dan alam dengan mengatakan bahwa diri kita tidak bahagia, tidak sejahtera dan tidak damai. Padahal jika semua itu kita runtut, maka kita melihat bahwa apa yang kita alami itu sebenarnya merupakan akibat dari apa yang telah kita lakukan sendiri. Seperti telah penulis katakana didepan bahwa alam itu menerapkan hukum sebab akibat, kausalik. Artinya yang berbuat pasti menerima hasil per-buatannya tersebut. Jangan pernah berharap dapat menghindarkan diri dari kondisi ini sebab ini sudah hukum alam yang harus kita jalani. Kalau hidup kita tidak bahagia, tidak sejahtera atau tidak damai, itu artinya kita telah melakukan sesuatu yang sebenarnya bertentangan dengan kondisi dunia dalam diri kita sehingga berbenturan dengan dunia di luar diri kita. benturan tersebut selanjut-nya menjadikan kita merasa tidak nyaman dan akhirnya mneimbulkan ketidak-bahagiaan, ketidakan sejahteraan, dan ketidakdamaian hidup. Bukankah semua itu karena pola pikir kita sendiri yang memposisikan diri sebagai berada pada kondisi negatif, kita terlalu bernegatif thinking! Mungkin kita pernah mendengar orang berbicara bahwa jika pikiran kita mengatakan diri kita sakit, maka tidak lama lagi diri kita pasti sakit beneran. Ini adalah semacam support yang di-dapatkan dari dalam diri kita, inilah sugesti yang kita dapat dari dalam diri sendiri dan ternyata sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan kita. kalau orang sehat mengatakan dirinya sedang sakit, maka alam akan memberikan per-mintaan tersebut sehingga orang tersebut benar-benar sakit. Alam itu sangat kasih pada kita sehingga apapun yang kita inginkan pasti dipenuhinya. Oleh karena itulah, kita harus berpikir positif. Apa yang kita pikirkan untuk men-dapatkan, maka secara berangsur-angsur alam pasti akan memberikan yang kita inginkan tersebut. Masalah waktu sudah merupakan hal yang biasa. Alam pasti memberikan permintaan atau harapan kita terhadap pola kehidupan yang kita jalani, tidak peduli pola positif maupun pola negatif, asal kita memintanya dengan sepenuh hati, maka segalanya mungkin bahkan pasti terjadi, terturuti. Untuk hal tersebut, maka sebaiknya kita selalu berpikiran positif terhadap pola kehidupan dan penghidupan yang sudah diatur oleh alam sebaik-baiknya se-hingga kita benar-benar dapat menjadi manusia yang selalu bersyukur dan ber-terima kasih kepada alam seluas-luasnya sehingga alam semakin sayang kepada kita. Dan, kalau alam sudah menyayangi kita, maka segala hal berkenaan dengan hidup dan kehidupan bukanlah sesuatu yang sulit untuk kita hadapi. Segalanya tentunya sedemikian mudahnya sebab alam sudah begitu dekat dengan kehi-dupan kita, diri kita.
Kedamaian hidup adalah mesiu yang menyulut keseluruhan kesadaran manusia bahwa hidup itu menjanjikan keindahan. Dengan keindahan itu, maka manusia berharap dapat menggapai segala cita-cita hidupnya. keindahan itu salah satunya adalah akibat dari kedamaian yang tercipta pada saat proses ke-hidupan dijalaninya. Jika kondisi kehidupan baik, teratur dan memberikan ke-bahagiaan kepada kita, maka itu berarti kita telah berada pada kondisi terbaik pada interaksi kita dengan alam semesta ini. Pada kenyataannya, sebenarnya dalam kehidupan ini terdapat dua alam yang saling berkaitan dan tidak mung-kin terpisahkan satu dari lainnya. Dua alam tersebut adalah alam dalam diri dan alam di luar diri. Kita sebenarnya mempunyai sebuah alam yang begitu indah sekaligus begitu buruk di dalam diri kita. sebagaimana dunia di luar diri,jika mendapatkan perlakuan yang tidak baik, maka konsekuensi yang bakal diterima sudah barang tentu merupakan sesuatu yang sedemikian buruknya, dapat berupa penderitaan atau sebangsanya yang memposisikan diri kita pada sisi negatif. Begitu kondisi dunia didalam diri dibandingkan kondisi kehidupan di dunia luar diri kita. Kalau di dunia dalam diri kita mengalami guncangan, maka secara langsung berakibat tergoncangnya kehidupan di luar diri kita. Begitu juga ketika kondisi kehidupan di luar diri mengalami goncangan, maka secara lang-sung kondisi di dunia dalam diri juga mengalami goncangan yang tidak kalah hebatnya dengan goncangan yang terjadi. Oleh karena itulah, maka kita dituntut untuk dapat menyeimbangkan kondisi dunia dalam diri dengan dunia diluar diri sehingga tidak mungkin menimbulkan riak-riak, alunan ataupun gelora gel-ombang yang mampu menyulut kehancuran dalam diri. Dalam hal ini setidak-nya kita dapat melihat bahwa jika tidak ada keseimbangan antara kondisi dunia di dalam, maka yang terjadi adalah kerusakan akibat goncangan yang timbul akibat perbedaan kondisi. Kita dapat membayangkan bahwa dunia luar diri dan dunia dalam diri itu sebuah bejana berhubungan berisi air yang tertutup oleh sebuah katup yang dapat kita buka dan tutup. Pada saatnya katup harus kita buka untuk menciptakan hubungan antara dunia di dalam diri dengan dunia diluar diri, sehingga mengalirlah air dari satu sisi ke sisi yang lainnya. Tetapi, jika kedua sisi dunia tersebut mempunyai isi air yang sama, maka hal tersebut tidak bakal menjadikan aliran air yang bergelora yang menyeret segalanya ke sisi yang lainnya. Jika isi airnya sama, maka pada saat tersebut dapat kita katakan sebagai kondisi seimbang antara dunia didalam diri dengan dunia diluar diri. Akibatnya permukaan airnya merata dan hal tersebut tidak me-nyebabkan aliran air dari satu sisi ke sisi lainnya dan hal tersebut menyebabkan air tenang, damai. Tetapi, bagaimana jika isi airnya tidak sama, kondisinya tidak sama antara dunia di luar diri dengan dunia didalam diri?! Tentunya, jika isi airnya berbeda, misalnya air di sisi dunia luar diri lebih banyak dari air di dalam dunia dalam diri, maka air mengalir deras ke dalam dunia dalam diri kita se-hingga aliran tersebut menjadikan sebuah goncangan tersendiri bagi dunia dalam diri kita. Air yang mengalir ke dalam dunia dalam diri menyebabkan kondisi di dalam dunia dalam diri mengalami perubahan dan perubahan tersebut menjadikan kondisinya tidak tenang sehingga kondisi dunia di dalam diri men-capai keseimbangan dengan kondisi dunia diluar diri kita. Begitulah gambaran yang dapat kita peroleh jika kita berupaya mencapai kedamaian diri dengan menyeimbangkan kondisi di dunia di dalam diri dengan dunia diluar diri. Ke-seimbangan tersebut harus kita peroleh dan ciptakan agar upaya mencapai kedamaian benar-benar dapat terwujudkan dan kebahagiaan bukan lagi sebuah wacana manis di atas kertas atau diangan-angan semata.
Pada dasarnya kehidupan ini memang penuh keindahan. Banyak hal yang dapat kita jadikan sebagai penuntun kebahagiaan diri kita. Setiap saat kita selalu melihat pemandangan yang begitu indah di sekitar dunia luar diri kita dan kita selalu berusaha untuk memasukkan pemandangan indah tersebut se-hingga dapat menjadi bagian integral dari dunia dalam diri kita. Semua orang pasti sepakat jika kita mengatakan bahwa kehidupan di dunia luar diri memang merupakan sebuah tempat yang sedemikian luas dan indahnya sehingga me-nimbulkan kekerasanan bagi setiap orang untuk tinggal dan bertahan untuk tinggal di dunia luar diri ini. Bahkan tidak jarang orang-orang yang rela mengor-bankan dunia dalam dirinya demi menggapai dunia di luar dirinya. Tentunya hal tersebut memberikan resiko yang sedemikian besarnya sebab dapat meng-hilangkan keseimbangan mungkin telah tercipta selama proses kehdupan dengan adaptasi yang telah dilakukan oleh masing-masing pribadi. Semakin baik seseorang melewati masa adaptasinya dengan dunia luar dirinya, maka semakin baik dia mengupayakan keseimbangan antara kondisi dunia di dalam dirinya dengan kondisi dunia diluar dirinya. Dan, pada umumnya orang-orang yang berada pada kelompok ini pola kehidupannya teratur dan penuh dengan kedamaian. Mereka adalah orang-orang yang menghadapi kehidupan sebagai sebuah perjalanan rekreasi yang sedemikian menyenangkan hatinya. Tetapi, bagi mereka yang tidak mempunyai kemampuan untuk menyeimbangkan kondisi di dunia dalam dirinya dengan kondisi di dunia luar dirinya, maka sudah barang tentu harus menanggung konsekuensi yang sedemikian beratnya.
Orang-orang yang tidak mempunyai kemampuan untuk menyeimbang-kan kondisi antara dunia dalam dirinya dengan kondisi dunia diluar dirinya mempunyai kecenderungan untuk hidup secara tidak teratur. Mereka selalu dihinggapi oleh perasaan dan prasangka negatif setiap hal yang dihadapi dalam kehidupan. Mereka selalu bercuriga pada setiap aspek kehidupan sehingga hal tersebut menjadikan pola kehidupan mereka menjadi tidak teratur dan selanjut-nya menjadikan mereka selalu sibuk untuk menghadapi permasalahan yang seharusnya bukan permasalahan yang urgen. Kehidupan yang tidak teratur sudah memberikan gambaran yang sedemikian nyata betapa tidak adanya kese-imbangan antara dunia di luar diri dengan kehidupan dunia di dalam diri. Se-mentara kehidupan yang damai memberikan gambaran bahwa di dalam diri telah tercipta keseimbangan yang sedemikian stabil, maka tidak heran jika mereka selalu dalam keadaan damai dan sejahtera.
Di dalam hidup ini, manusia memang sak dermo nglampahi, tetapi hal itu bukan berarti manusia tidak mempunyai harapan untuk bertindak sesuai dengan persepsinya terhadap kehidupan ini. Manusia memang sudah diplot untuk sebuah peran saja, tetapi pada dasarnya peran tersebut dapat dikem-bangkan sesuai dengan improvisasinya terhadap kehidupan. Maka, adalah sah-sah saja jika manusia mempunyai pengharapan dalam hidupnya untuk kondisi-kondsi tertentu, misalnya kedamaian. Seperti telah dikatakan bahwa di dalam kehidupan ini manusia berada di antara dua dunia, yaitu dunia di dalam dirinya dengan dunia di luar dirinya yang pada dasarnya merupakan satu ke-satuan yang terpisah oleh ruangan semata. Ruangan itu selanjutnya kita nama-kan sebagai jasad. Jasad inilah yang memisahkan dunia dalam diri dengan dunia luar diri. Dengan dua dunia yang kita miliki ini, maka setidaknya kita dapat mem-posisikan diri kita sebaik-baiknya sehingga benar-benar dapat mengkontribusi segala hal yang ada didalam kehidupan ini. Jika kita menginginkan kondisi kehidupan yang penuh kedamaian, maka setidaknya dalam hal ini kita harus dapat mengkomposisikan kondisi kehidupan di dalam diri dengan kehidupan di luar diri sedemikian rupa sehingga ada perimbangan kondisi dan hal ini dapat menjadikan kesetimbangan kondisi sehingga tidak muncul tuntutan hidup yang beraneka. Memang kita perlu menyeimbangkan kondisi kehidupan dunia di dalam diri dengan kehidupan dunia di luar diri sehingga dengan kesetimbangan tersebut, maka tidak tercipta peluang untuk saling menuntut. Sebenarnya hal utama yang menyebabkan manusia berambisi dan untuk hal tersebut dilakukan dengan berbagai kelakuan yang kadangkala dapat mengancam kondisi kehidup-an secara umum. Kondisi kehidupan di dunia dalam diri merasakan ada sesuatu yang kurang sehingga untuk hal tersebut harus dipenuhi. Proses pemenuhan kondisi tersebut menyebabkan terlahirnya tuntutan untuk memenuhinya. Bukankah jika di tempat kita ada tempat yang kosong, maka naluri kita selalu berkeinginan untuk mengisinya.?! Seperti ketika bak kamar mandi kita sudah tandas, tidak ada airnya, maka secara sadar kita memposisikan diri untuk segera memenuhi kebuTuhan pengisian bak kamar mandi tersebut. Itu merupakan ke-sadaran yang tidak pernah kita kontrol tetapi secara otomatis muncul dalam kegiatan hidup kita. Semua itu selalu muncul setiap kali kita melihat kejang-galan ada di dalam kehidupan kita. Ini adalah kontrol naluri yang selalu muncul dari dalam diri kita. Inilah yang menjadikan kita sebagai orang-orang yang sadar lingkungan dan kondisi diri. Jika hal ini kita alami, maka berarti kita selalu ber-pandangan positif terhadap kehidupan ini. Dan, inilah sebenarnya yang selalu kita inginkan, yaitu kesadaran untuk melakukan segala tanggungjawab kehidup-an sebagai sesuatu yang wajar dan memang harus dikerjakan tanpa adanya tun-tutan ataupun beban yang memberati langkah kehidupan. Bukankah, jika kehidup-an kita terbebani, maka rasanya hidup ini begitu berat dan tidak sesuai dengan bayangan hati kita. Apa yang bakal kita rasakan jika ternyata hidup kita ber-beban? Tentunya kedamaian hidup menjadi hilang dan selanjutnya kebahagiaan bakal meninggalkan hidup kita. dunia di dalam diri kita akan terusik dan gelora air laut menggunung menjilati awan putih yang berarak. Kalau lautan di dalam dunia dalam diri kita bergelora, apa yang bakal kita alami?!
Bukankah yang terpenting sebenarnya adalah kehidupan di dalam diri kita? Ya, memang sebenarnya pertimbangan yang terpenting bagi kehidupan kita selama ini adalah menciptakan kondisi dunia di dalam diri sebagai suatu pola kehidupan yang seimbang, bahagia dan penuh dengan kedamaian. Yang terpenting bagi kita memang adalah keseimbangan antara kondisi dunia di dalaam diri dengan kondisi dunia di luar diri kita. Keseimbangan kondisi dunia di dalam diri dan kondisi dunia di luar diri selanjutnya kita posisikan sebagai sebuah neraca dan jiwa adalah titik tengahnya. Dengan kondisi seperti itu, maka kita dapat mengatur posisi kita terhadap kondisi kehidupan. Dimana kita harus bersikap, bagaimana sikap kita, dapat kita atur sedemikian rupa sehingga terjadi keseimbangan antara dunia dalam diri dengan dunia diluar diri. Seperti yang dilakukan oleh pak tani pada saat harus mengangkat beban dengan menggu-nakan sebatang kayu, pikulan. Mereka begitu enjoy saat memikul beban tersebut di pundak. Mereka sama sekali tidak kelihatan terbebani oleh barang yang dipikul. Bahkan jika kita melihat bagiamana mereka memikul, maka setidaknya kita dapat mengetahui bahwa tersirat kebahagiaan di raut wajahnya yang sudah mengkilap oleh keringat diterpa sinar matahari yang garang. Topi bambu yang dipakainya sama sekali tidak dapat menghalau panasnya sinar matahari yang langsung terpancar dari langit. Sementara orang mengatakan bahwa kehidupan yang paling tenang adalah kehidupan yang dijalani oleh pak tani. Mereka nam-pak begitu tenang dan nampaknya tidak berbeban, walau sebenarnya kalau kita tanyakan pada mereka, semuanya tidak jauh berbeda sebab semua harus meng-hadapi dunia luar yang sama. Tetapi, yang jelas pada saat kita melihat yang dilakukan oleh pak tani, maka secara langsung kita dapat mengatakan bahwa kehidupan mereka sangat tenang. Bergumul dengan lumpur sawah, berceng-kerama dengan burung-burung bangau, mendengarkan suara desiran angin yang melewati lubang-lubang dangau tempatnya istirahat. Seharusnya seperti itulah hidup yang kita angan-angankan. Tidak terlalu direpotkan oleh berbagai pemikiran yang kadangkala jauh dari realitasnya. Kita seringkali mengharapkan sesuatu yang lebih daripada yang bakal kita dapatkan. Memang hal tersebut wajar dan harus kita lakukan. Bukankah mimpi merupakan keinginan masa depan yang tersimpan dalam memori otak kita dan muncul pada saat kita meng-hadapi permasalahan atau ketika sedang rileks dan menunggui kehidupan yang terus melangkah.
Mimpi, ya mimpi memang merupakan keinginan yang tersimpan dalam di lubuk hati dan setiap saat keinginan tersebut dapat muncul sebagai mimpi yang merupakan perwujudan keinginan yang sudah sedemikian kuatnya untuk mengalami penyesuaian. Kita memang hidup di alam mimpi, yaitu alam yang penuh dengan keinginan terselubung, yang kadangkala tidak bakalan diketahui oleh orang lain. Mimpi, ya mimpi kitalah yang mengantar segala hal yang kita inginkan dalam konteks kebahagiaan hidup di dunia. Kita berpedoman pada mimpi agar dapat melangsungkan kehidupan dengan lebih baik. Selama ini mimpi telah menjadi kendaraan bagi kita untuk mencapai tujuan yang telah kita programkan bersama. Kita hidup sebab kita mempunyai mimpi dan bisa jadi karena mimpilah kemudian kita mengalami kematian. Banyak contoh yang menunjukkan betapa seseorang menjadi sedemikian berhasil dalam kehidupan-nya sebab dia mempunyai banyak mimpi untuk kehidupannya itu. Kita juga mendapatkan banyak contoh berapa banyak orang yang terjebak dalam mimpi dan selanjutnya terjerat menuju kematiannya yang tragis. Sungguh, mimpi telah menjadi semacam monument yang harus diperebutkan oleh semua orang untuk dapat menggapai kebahagiaan, kesejahteraan, dan kedamaian hakiki dalam ke-hidupannya. Kalau memang hal tersebut merupakan sebuah kenyataan, menga-pa pula kita malu untuk mengakui bahwa apa yang kita dapatkan hari ini, kema-rin dan esok merupakan perwujudan dari segala mimpi yang telah kita miliki dan jadikan semacam menara api di dalam jiwa kita? Bagaimanapun kita membutuhkan sesuatu yang dapat mendorong diri dan jiwa kita untuk me-lakukan sesuatu yang telah menjadi semacam tenaga pendorong yang mampu membawa semua keinginan sehingga terwujud dan dapat direalisasi sebagai pengalaman hidup dan keberhasilan kita dalam kehidupan ini.setiap orang membutuhkan tenaga pendorong yang dapat berasal dari dalam dirinya sendiri ataupun dari orang lain yang berada di sekitarnya, yang menaruh perhatian dan harapan padanya. Kita dapat hidup secara damai sebab di dalam diri kita ada semacam kondisi yang menjadikan kita nyaman dan tidak tertekan oleh sesuatu sehingga menyebabkan pikiran kita stress. Tanpa tekanan di dalam dirinya, maka kehidupan kita bakal nyaman. Inilah yang sebenarnya kita harapkan se-bagai salah satu bentuk kedamaian yang hakiki.
Dengan kedamaian yang melingkupi kita, maka segala persoalan hidup hanyalah sebutir kelilip di kelopak mata kita atau seserpih selilit diantara sela gigi. Sakit, tetapi segera hilang jika dikeluarkan. Bahkan, kedamaian telah menjadi salah satu fenomena penting yang selalu diusahakan semua manusia agar ke-hidupan global menjadi lebih terarah dan aman. Kedamaian hakiki menjadikan manusia hidup tenang dan ayem. Segala hal yang dihadapi dalam kehidupannya merupakan sealun air di pinggir pesisir dan sama sekali tidak memberikan pengaruh yang signifikans terhadap pola kehidupan kita secara menyeluruh. Alunan air tersebut jsutru menjadikan semacam elusan lembut di dinding hati kita dan menjadi penyemangat yang tiada taranya bagi kehidupan secara me-nyeluruh. Kalau memang kita dapat hidup secara damai, mengapa pula kita harus melakukan segala hal yang pada akhhirnya sangat berbahaya bagi pola kehidupan secara umum? Kita hanya menginginkan kehidupan yang nyaman dan damai sepanjang hari melingkupi setiap ayunan kaki dan memberikan support bagi yang lainnya sehingga mampu mendapatkan apa yang kita dapat-kan.
Kedamaian itu sebenarnya manifestasi dari kondisi jiwa yang tenang dan tidak merasa terancam, aman. Kedamaian itu letaknya ada di dalam jiwa sehing-ga tidak dapat kita ketahui secara kasat mata. Seseorang yang kehidupan finan-sialnya serba kekurangan bukan berarti tidak damai, atau sebaliknya orang yang berlimpah harta tidak pasti hidupnya penuh kedamaian. Tidak seperti itu keadaannya. Kedamaian itu sifatnya relatif untuk setiap orang. Bahkan, orang yang serba berkekurangan saja hidupnya dapat damai. Sebab mereka dapat menerima kondisi kehidupan secara luas hati dan tidak dibeban oleh keinginan-keinginan yang berlebih dari kemampuan dirinya untuk mendapatkannya. Mereka menjalani kehidupan sebagaimana adanya, artinya kalau hari ini mereka dapat makan nasi yang dimakan, tetapi kalau esok mereka hanya dapat makan ubi, ya dimakan saja. Tidak ada perbedaan antara nasi dan ubi. Semuanya sama saja. Yang membedakan hanyalah syaraf rasa yang ada di permukaan lidah. Kalau nasi dan ubi sudah melewati lidah, maka semuanya sama. Tidak ada rasanya tetapi sama-sama dapat menyebabkan perut menjadi kenyang. Jika kita makan dalam jumlah yang sama atau setidaknya berimbang, maka antara nasi dan ubi memang berbedanya hanya pada saat melewati permukaan lidah saja. Kedamaian itu berkaitan erat dengan kondisi batin, jika kondisi batin tenang, ayem, maka pada saat itulah kedamaian melingkupi hidup. Dan, itu berarti tidak terpaut jauh dari kebahagiaan. Kedamaian sama dengan kebahagiaan. Setidak-nya identik. Kalau kita mampu memberikan masukan bagi diri kita, walaupun cuma sedikit tetapi cukup, maka tidak ada masalah lagi. Kita boleh saja kaya, tetapi bukan berarti kaya identik dengan kedamaian sebab orang kaya justru merasa tidak nyaman hidupnya. Mereka selalu berpikir bagaimana caranya mengamankan semua harta yang dimilikinya sehingga tidak dicuri orang dan sebagainya. Artinya, menjadi orang kaya ternyata membuat kita memiliki kebiasaan berprasangka terhadap orang lain. Sementara perlu kita ketahui bah-wa sebenarnya berrasangka itu merupakan penyakit batin yang sangat gawat. Kalau seseorang telah terjangkiti oleh penyakit batin ini, maka secara terus menerus mereka selalu berada pada kondisi syakwasangka dengan yang lain-nya. Jika kita mempunyai syak wasangka terhadap orang lain, maka di dalam diri kita tercipta sebuah opini yang sudah barang tentu bersifat negatif terhadap orang bersangkutan. Setiap kali kita bertemu dengan orang tersebut, maka secara langsung di dalam diri kita, dunia dalam diri kita tergoncang dan me-nyebabkan gelora air laut yang membahana. Setiap yang dilakukan orang tersebut, dihadapan kita segalanya salah. Tidak ada hal positif yang dimiliki oleh orang tersebut. Kita jadi makan hati sendiri. Kita merasa begitu rupa terhadap orang tersebut sehingga didalam hati kita telah tertanam perasaan sentiment yang begitu besar. Lantas, apakah kita pernah berpikir bagaimana kondisi orang yang kita syakwasangkai? Apakah mereka juga berlaku seperti kita?! Tentunya tidak seperti itu. Mereka tenang-tenang saja saat lewat atau bergurau di sekitar kita. Justru kita yang semakin kebakaran jenggot melihat sikapnya di hadapan kita. Tetapi, mereka tenang-tenang saja. Orang yang kita syakwasangkai tidak pernah menyadari bahwa kita sentimen terhadap dirinya. Tentunya di dalam hatinya sama sekali tidak menduga hal tesrebut terjadi didalam diri kita. Apa yang kita harapkan jika kondisi sudah seperti ini? Kita sendiri yang terluka oleh sikap kita yang tidak proporsional. Itulah, sebenarnya kedamaian tidak berada jauh dari diri kita. Kemanapun kedamaian itu selalu kita bawa dan selalu kita terapkan dalam pola kehidupan pergaulan antar personil di masyarakat. Hanya saja kita memang perlu sedikit keterampilan pada saat membuka folder ke-damaian yang ada di ruang memori computer otak kita. Otak kita ini kan tidak berbeda fungsinya dengan komputer yang setiap hari mungkin kita pakai untuk bekerja. Di komputer tersebut kita memasukan data dan selanjutnya data ter-sebut dikelola dan disimpan dalam chiep yang berhubungan dengan pe-nyimpanan data. Otak kita tidak berbeda jauh dengan perangkat tersebut. Seka-rang tergantung bagaimana kita menghadapi kondisi seperti ini.
Mungkin, jika kita mengkaitkan dengan kondisi kehidupan global yang secara langsung tersaji di hadapan mata kita, maka rasanya sangatlah muskil untuk dapat mewujudkan kedamaian dalam kehidupan ini. Kedamaian menjadi barang yang sangat langka dan sulit didapatkan ataupun diciptakan sebab setiap manusia hanya pandai membuat permasalahan tanpa mempunyai solusi. Banyak orang yang secara membabi buta memaksakan keinginan pribadinya untuk menjadi yang terbaik bagi kehidupannya. Mereka berusaha untuk mem-pengaruhi setiap orang agar mendapatkan berbagai dukungan untuk kegiatan yang dilakukannya sebagai perwujudan ambisi diri pribadi. Ambisi, ya ambisi-lah yang menjadikan seseorang berusaha untuk mendapatkan hal-hal terbaik bagi kehidupan dirinya. Dengan ambisi, maka seseorang dapat bersemangat. Tanpa ambisi tentunya seseorang akan merasakan kehidupan ini hanyalah semacam terminal yang hiruk pikuk tetapi sama sekali tidak memberikan nilai tambah kepada kehidupannya. Sampai sekarang ini kita dapat menemukan banyak orang yang telah kehilangan kehdiupan yang sebenarnya masih berada dalam genggaman tangannya. Mereka kehilangan sesuatu yang sebenarnya masih melekat dalam dirinya. Inilah kehilangan semu yang selalu dialami oleh seseorang yang tenggelam dalam ketidak seimbangan pola kehidupan dunia dalam diri dengan dunia diluar dirinya. Kita memang seringkali mengalami ke-hilangan semu seperti ini. Coba kita bayangkan, berapa kali kita tiba-tiba merasakan bawa dalam kehidupan ini ternyata kita hanya sendirian saja, tanpa teman yang mau mengerti apa yang sebenarnya sedang kita butuhkan pada saat tertentu. Semua teman seakan pergi meninggalkan kehidupan kita. meninggal-kan kita sendirian. Padahal sebenarnya tidak ada seorang-pun dari teman kita yang meninggalkan diri kita, hanya saja mereka memang terlalu sibuk mengha-dapi kehidupan mereka sendiri sehingga tidak sempat memperhatikan diri kita.
Ya, kita memang selalu berusaha untuk memenuhi kebuTuhan diri pribadi lebih besar dibandingkan upaya untuk memenuhi kewajiban menyenangkan orang lain. Kita seringkali mengutamakan kebuTuhan diri sendiri terlebih dahulu, setelah itu kita memikirkan segala kebuTuhan orang lain. Orang lain menjadi nomor kesekian dalam tabel skala prioritas yang harus diselesaikan oleh diri kita. Kita tidak dapat mengelak pada kenyataan seperti itu sebab semua memang lebih condong untuk bersikap seperti itu. Kita ini makhluk sosial yang juga makhluk pribadi, tetapi hak jauh lebih diutamakan daripada kewajiban, sebab sejak kita saat makan kita selalu diajari untuk hak agar makanan masuk. Orang Jawa selalu mengatakan ‘hak’ setiap kali menyuapi anak-anaknya. Hak……hak…..hak, maka secara spontan anak akan membuka mulutnya dan menerima makanan yang disuapkan oleh ibu atau ayahnya, bahkan tidak jarang pembantu setianya. Setiap saat kita memang selalu mendengarkan ibu, bapak, atau penyuap kita mengatakan ‘hak’ pada saat menyuapkan makanan ke mulut kita, sehingga kata tersebut terekam kuat di dalam diri kita bahwa hak itu artinya kita harus membuka mulut untuk melahap semua yang diberikan pada kita, bahkan yang tidak diberikan-pun dapat saja dilahapnya.
Tetapi setidaknya satu hal yang selalu kita harapkan dalam kehidupan ini yaitu kondisi yang benar-benar kondusif untuk proses kehidupan kita yang sudah sedemikian rupa. Kita perlu mengakui secara lapang hati bahwa kehidup-an kita saat sekarang ini sudah jauh dari kondisi ideal. Kita sudah terlalu lama terjebak dalam suasana hidup yang serba gamang dan tidak pasti. Setiap kali pergantian pimpinan yang kita harapkan dapat menjadi harapan baru ternyata hasilnya tidak berbeda jauh. Bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa pim-pinan yang baru-pun itupun bertindak jauh lebih parah dari pimpinan yang lama. Semua hal memungkinan untuk terjadi sebab kita berhadapan dengan orang-orang yang secara pasti tidak dapat kita ketahui bagaimana sebenarnya kondisi yang ada didalam dirinya. Kemungkinan terciptanya kedamaian dalam kehidupan memang merupakan hal penting yang harus kita upayakan, tetapi hal itu bukan berarti menghalalkan setiap langkah dalam penerapannya. Kita masih harus memperhitungkan berbagai hal sebelum kita menerapkan konsep-konsep kehidupan, apalagi jika kita melihat kemungkinan terciptakan friksi jika konsep-konsep tersebut disosialisasikan dalam kehidupan. Hal ini seringkali menjadi salah satu penyebab kehilangan damai, bahagia dan kesejahteraan hidup ini. Jika semua orang sudah menerapkan kebutuhan umum sebagai alasan untuk menimbun kekayaan pribadi, maka sampai kapanpun hidup kita tidak bakalan damai, apalagi bahagia dan sejahtera. Sesuatu yang masih jauh jika kita hanya begini.

Tidak ada komentar: