Sabtu, 20 September 2008

BERSIKAP DEWASA MENGHADAPI HIDUP

Bersikap dewasa? Wah, berarti dalam hal hal ini kita dianggap belum dewasa ya?! Sungguh keterlaluan! Tentunya semua orang tidak akan menerima jika diirnya dianggap belum dewasa. Hal ini jelas memberikan dampak yang kurang baik bagi kondisi kejiwaannya. Selanjutnya kondisi kejiwaan yang ku-rang baik ini memberikan dampak negatif secara keseluruhan pada kehidup-annya. Semua orang menganggap bahwa dengan kedewasaan yang dimilikinya, maka kita dapat mengembangkan diri sesuai dengan kondisi diri kita.
Tulisan ini bukan bertujuan untuk mengatakan bahwa anda belum mampu berpikir dewasa. Ini hanyalah sebuah ajakan untuk menempatkan diri sebaik-baiknya dalam koridor yang sesuai dengan apa yang terjadi di luar diri. Ini merupakan upaya untuk menyeimbangkan kondisi di dalam diri dengan di luar diri. Penulis berharap setelah sidang pembaca membaca wacana yang tertulis di buku ini, maka terbit sebuah kondisi hidup yang didasari oleh pola lebih baik dan terarah pada kebahagiaan hidup. Kita perlu menyadari bahwa tujuan hidup kita yang terutama adalah menggapai kebahagiaan hakiki.
Seringkali kita sebagai orangtua membentak atau menasehati anak-anak agar dapat bersikap dewasa pada saat menghadapi persoalan hidup. Hal ini karena anak-anak memang belum mampu menentukan pilihan terbaik bagi kehidupannya, alias belum dewasa! Jika ungkapan tersebut kita arahkan kepada anak-anak bukanlah sebuah permasalahan yang besar sebab mereka memang masih membutuhkan arahan dari kita untuk lebih memfokuskan langkah ke tujuan hidupnya. mereka memang masih dalam proses mencari apa yang seharusnya dilakukan untuk dapat mewujudkan cita-cita hidupnya. Dan, justru karena itulah, maka mereka membutuhkan arahan dari orang-orang yang lebih berpengalaman. Tetapi, bagaimana dengan kita yang sudah beranak pinak? Masih pantaskah kita diarahkan untuk bersikap dewasa dalam menghadapi kehidupan? Apakah kita ini belum dewasa? Apakah setiap saat kita masih harus diarahkan untuk bersikap hidup lebih dewasa, sedangkan kondisi kita dapat di-katakan sudah dewasa?!
Kedewasaan seseorang menunjukkan pada kita bagaimana seseorang menghadapi kehidupan dengan berbagai kondisi secara bertanggungjawab serta mempunyai solusi-solusi yang tepat untuk menghadapi setiap konsekuensi kehidupan yang dihadapinya. Kita memang mengetahui bahwa sebenarnya seseorang dapat dianggap dewasa beradasarkan 3 (tiga) hal, yaitu dewasa dalam usia, dewasa dalam sosial, dan dewasa dalam susila. Kedewasaan seseorang memang sangat terkait dalam tiga hal tersebut dan agar seseorang mempunyai atau mencapai kedewasaan yang utuh, maka dia harus sampai atau mencapai tiga kondisi kedewasaan tersebut. Kalau hanya faktor usia yang sudah banyak (tua), itu bukan berarti secara langsung dapat menunjukkan bahwa seseorang itu telah mencapai kedewasaan diri atau kadang kala dilihat dari sejarah pernikahannya, jika sudah pernah mneikah berarti dianggap sudah dewasa.. Demikian juga jika ternyata seseorang telah mencapai kondisi sosial yang cukup, bahkan kaya raya, bukan berarti dia dapat dianggap telah dewasa. Serta seseorang yang telah mencapai kondisi susila yang baik, bukan berarti dia telah dewasa. Kedewasaan seseorang merupakan keuTuhan dari ketiga hal tersebut diatas. Jika salah satu dari ketiga hal tersebut belum dapat dicapai seseorang, maka dia tidak dapat dikatakan telah mencapai kedewasaan diri. Misalnya, sseorang telah mencapai usia yang cukup, di negeri ini seseorang dikatakan telah mencapai kedewasaan usia saat berusia dua puluh tahunan, tetapi ternyata faktor sosial belum mencukupi, apalagi faktor susila belum mencukupi, maka tidak dapat dikatakan telah dewasa.
Kedewasaan usia artinya seseorang telah mencapai atau mencapai usia kalender yang sudah cukup, misalnya diatas tujuh belas tahun. Di negeri ini, jika seseorang telah mencapai usia di atas tujuh belas tahun dan atau sudah menikah, maka secara langsung sudah dianggap telah mencapai usia kedewasaan. Anak-anak yang sudah mencapai usia tujuh belas dianggap telah mempunyai ke-sadaran atau kesanggupan untuk menghadapi kehidupan secara bertanggung-jawab terhadap segala hal yang dilakukannya dalam kehidupan. Anak-anak yang sudah mencapai usia dewasa harus mempertanggungjawabkan setiap kelakukan atau perbuatan yang dilakukannya dalam kehidupan. Dalam hal ini orangtua sudah bukan lagi sebagai penanggungjawab penuh atas segala per-buatan anak didik. Dalam hal upaya mencapai kedamaian hidup yang hakiki, maka faktor kedewasaan usia sangat menentukan sehingga kehidupan anak ini jika melakukan kesalahan tidak sulit. Hal ini didasari pada kenyataan konsep bahwa anak-anak yang telah mencapai usia dewasa dianggap sudah mampu mengetahui dan membedakan hal-hal yang baik dan buruk serta mampu menentukan mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukannya. Memang hal ini sebagai sebuah anggapan secara umum, tetapi setidaknya ketika anak mencapai usia dewasa, maka mereka harus dapat me-nanggung setiap hasil perbuatan yang telah dilakukannya tanpa harus melibatkan orangtua secara langsung. Setiap perbuatan adalah tanggungjawab pribadinya. Begitulah yang selama ini berlaku di dalam kehidupan bermasya-rakat sehingga secara umum semua elemen masyarakat menerapkannya sebagai sesuatu yang lumrah dan harus diikuti oleh semua anak oleh karena itulah, maka tidak aneh saat anak melakukan suatu perbuatan yang menyimpang dari pola kehidupan positif masyarakat, maka mereka harus menanggungnya hingga berhadapan dengan hukum yang berlaku di negeri ini. Jangankah yang sudah dewasa, sedangkan yang kecil saja, di negeri dapat masuk ke penjara atau berurusan dengan hukum jika telah melakukan kesalahan yang melanggar pola kehidupan positif di masyarakat.anak kecil yang dalam hal ini masih berada dalam pertanggugjawaban orangtua saja dapat dipermasalahan secara hukum jika telah melakukan pelanggaran pola kehidupan positif di masyarakat, apalagi yang sudah dewasa. Begitulah yang terjadi di dalam kehidupan masya-rakat kita. Oleh karena itulah, maka agar seseorang atau secara umum kita dapat mencapai kedamaian hidup yang selanjutnya dapat membawa kita pada istana kebahagia-an hidup, maka kita harus meyakinkan diri bahwa dengan usia yang telah dewasa, maka segala tindak tanduk perbuatan kita dimasyarakat haruslah mencerminkan seseorang yang sudah dewasa.
Sekali lagi kita perlu menyadari bahwa sebenarnya kedewasaan orang di negeri kita ini salah satu indikasinya adalah usia orang tersebut, jika usia sese-orang telah mencapai tujuh belas tahun atau sudah menikah, maka secara langsung dia sudah dianggap dewasa. Oleh karena itulah, maka dia harus berani bertanggungjawab terhadap segala hal yang diakukannya selama bergaul dalam masyarakat.
Sementara itu, kedewasaan dari segi sosial berarti bahwa seseorang dapat dikatakan sudah dewasa jika dia sudah dapat memenuhi kebuTuhan hidupnya secara mandiri, artinya dia sudah mempunyai pekerjaan yang dapat dijadikan sebagai menggantungkan hidupnya dan jika perlu keluarganya. Seseorang yang telah mempunyai sumber penghasilan yang layak untuk menghidupi dirinya dan keluarganya, maka orang tersebut dapat dikatakan telah dewasa secara sosial. Umumnya, dalam hal ini akibat pekerjaan yang sudah dimilikinya, maka dia sudah mempunyai rumah, segala kebuTuhan hidup, bahkan status sosial di masyarakat. Orang-orang yang sudah dewasa secara sosial pada umumnya adalah mereka yang mempunyai kesempatan hidup secara layak, mempunyai pekerjaan tetap dengan penghasilan yang mencukupi kebuTuhan hidupnya, selanjutnya, jika memang diperlukan, dia mempunyai kedudukan yang patut diperhitungkan dalam pola pergaulan kemasyarakatan, misalnya sebagai tokoh masyarakat atau sebagai orang-orang yang eksistensinya diperhitungkan di dalam kehidupan bermasyarakat. Orang-orang yang mempunyai tingkat ke-dudukan sosial yang mencukupi merupakan orang-orang yang secara lang-sung mempunyai kemampuan untuk melakukan hal-hal yang berguna ataupun yang tidak berguna bagi kehidupan di masyarakat. Dengan kemampuan yang di-milikinya tersebut, maka setidaknya mereka mempunyai kesempatan yang lebih banyak bagi upaya perbaikan pola kehidupan bermasyarakat.
Kedewasaan sosial menunjukkan pada kita seberapa tingkat kemampuan seseorang dalam menjawab setiap tantangan kehidupan bermasyarakat. Kehi-dupan bermasyarakat itu sangatlah luas jangkauannya sehingga kita tidak dapat hanya melihat dari satu sisi semata. Kemampuan inilah yang selanjutnya dijadi-kan sebagai salah satu indikasi untuk menyatakan seseorang itu sudah layak dikatakan dewasa ataukah belum. Seseorang yang secara usia sudah dapat dikatakan sudah dewasa sebab usianya sudah cukup dan sudah mneikah, tetapi tetap saja dianggap belum dewasa jika ternyata dia tidak mempunyai pekerjaan tetap yang memberikannya penghasilan tetap untuk kehidupan dirinya sendiri dan keluarganya. Seseorang yang belum mampu memberikan rasa aman secara sosial untuk dirinya ataupun untuk keluarganya, maka dapat dikelompokkan sebagai orang-orang yang belum mempunyai kedewasaan yang mencukupi.
Berdasarkan kondisi seperti inilah yang selanjutnya ternyata menjadikan banyak orang kehilangan semangat untuk mencapai kedewasaan secara utuh. Kita seringkali melihat dan mendengar seseorang tidak mau menikah sebab merasa belum mecukupi dari segi sosialnya. Mereka beranggapan bahwa yang didapatkannya dari hasil kerja kerasnya sama sekali belum mampu untuk menutup atau memenuhi kebutuhan hidup sosialnya, apalagi harus menghidupi sebuah keluarga. Mereka merasa belum mampu melakukan hal tersebut sehing-ga merasa ragu dan akhirnya menimbulkan kesan sebagai pribadi yang belum dewasa. Mereka memang mempunyai kemampuan untuk hidup secara sosial, tetapi merasa belum mampu untuk menghidupi keluarganya, artinya belum menikah, maka mereka dikatakan belum dewasa.
Seseorang yang dikatakan telah dewasa secara sosial memberikan kontribusi yang utuh terhadap segala upaya untuk mencukupi segala kebuTuhan hidupnya sehingga tidak ada kekurangan yang menyebabkan kehidupannya menderita atau keluarganya menderita sebab kekurangan dana dalam kehidup-an sosial. Kedewasaan seseorang dalam segi sosial-pun menunjukkan kondisi sampai dimana kemampuan orang tersebut dalam melakukan interaksi sosial dalam kehidupan rmasyarakat. Bagaimana seseorang menempatkan diri dalam hubungan kemasyarakatan menunjukkan kedewasaan dirinya. Seringkali kita melihat betapa seseorang dipercaya oleh hampir semua orang untuk menjadi wakil mereka atau pimpinan mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebenarnya, kedewasaan seseorang yang dilihat berdasarkan kondisi sosial bukan semata-mata berdasarkan kondisi kehidupan sosial atau harta ben-danya saja. Harta bukanlah menunjukkan tingkat kedewasaan sosial, melainkan sekedar sebagai perwujudan keberhasilan segala usaha hidup yang dilaku-kannya. Harta seringkali dijadikan sebagai tata ukuran tingkat sosial seseorang sementara dalam kehidupan bermasyarakat sehingga kita seringkali mendengar istilah strata sosial atau tingkatan sosial seseorang dalam kehidupan bermasya-rakat. Strata sosial diartikan sebagai tingkatan kedudukan seseorang yang lebih didasarkan pada kemampuan finansialnya dibandingkan dengan orang keba-nyakan.
Selama ini kita memang telah salah kaprah dalam menentukan keduduk-an seseorang yang didasarkan pada kondisi kehidupan finansialnya. Kebanyak-an atau secara umum jika seseorang memiliki kondisi finansial hidupnya sangat berkecukupan, maka secara langsung mereka mengatakan bahwa seseorang tersebut memiliki kedewasaan sosial yang cukup bagus. Tapi apakah memang seperti itu halnya? Apakah seseorang yang mempuyai kedudukan finansial yang cukup lantas dapat dikatakan sebagai berkedudukan sosial yang tinggi?! Apakah selanjutnya kedewasaan sosial seseorang hanya didasarkan pada kondisi ke-bendaan, fiasial dari seseorang tersebut? Tentunya tidak demikian kenyataan-nya.
Kedewasaan sosial itu sebenarnya dapat dikatakan sebagai suatu kondisi seseorang terhadap responsibilitasnya pada setiap kondisi kehidupan orang-orang yang ada di sekitarnya. Sosial dapat diartikan sebagai suatu sikap untuk selalu memperhatikan dan memberikan perhatian yang cukup terhadap semua orang yang ada di sekitarnya sehingga menghadirkan perasaan tertentu yang berkaitan dengan kesetiakawanan terhadap kondisi seseorang di sekitarnya. Orang-orang yang memiliki kedewasaan sosial pada dasarnya memiliki kesadaran sosial yang cukup tinggi sehingga selalu mampu menyisihkan sebagian perhatian dirinya kepada sesamanya, berbagi kasih sayang dan kondisi kebahagiaan dengan orang-orang lain, khususnya yang mengalami kesulitan dalam kehidupannya.
Orang – orang yang memiliki kemampuan untuk berbagai kondisi diri secara proporsional terhadap kondisi kehidupan finansialnya atau kehidupan sosialnya memberikan sebuah pemandangan dan cara memandang kehidupan yang lebih obyektif dan sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya. Orang-orang yang tidak mampu memandang kehidupan ini sebagai sesuatu yang saling mengkait dan menjadi saling menyebabkan kondisi kehidupan manusia secara umum.
Begitulah seharusnya kita memandang kedewasaan sosial seseorang se-bagai suatu sikap hidup yang mempunyai kemampuan untuk menghadapi kehidupan secara proporsional dengan secara intens memperhatikan pola kehi-dupan orang-orang yang berada di sekitarnya sebagai bentuk kesetiakawanan yang cukup tinggi dan menjaga hubungan antar personal untuk selalu dalam kondisi sebaik-baiknya dengan memposisikan pandangan bahwa semua orang mempunyai kedudukan yang sama dalam tata pergaulannya. Tidak ada sese-orang yang lebih tinggi kedudukannya dari orang lainnya, walaupun kondisi finansialnya sangat berlebih dibandingkan dengan orang-orang kebanyakan di sekitarnya. Mereka hanya berbeda pada kondisi finansial, tetapi secara umum, kedudukan sosial atau hubungan antar personall sebenarnya tidak ada perbeda-annya. Walau yang terjadi selama ni kedudukan finansial ini diidentikan dengan kedudukan sosial seseorang. Dalam hal ini sudah menjadi sebuah ketentuan umum, bahwa mereka yang mempunyai kedudukan finansial tinggi, kaya secara otomatis masuk dalam golongan orang-orang dengan strata sosial yang tinggi, bukan lagi dalam golongan strata ekonomi tinggi. Hal inilah yang seringkali menjadi salah satu indikasi penyebab ketidakdamaian hidup seseorang. Jika seseorang menduduki kondisi finansial yang rendah, serba kekurangan, maka di dalam dirinya secara otomatis timbul suatu perasaan yang tidak kondusif untuk terciptanya sebuah kehidupan yang penuh kedamaian. Salah satu bentuk ke-tidakdamaian tersebut adalah adanya kondiis minder ketika harus berinteraksi dengan orang-orang yang mempunyai kedudukan finansial tinggi. Mereka me-rasa sedemikian kerdilnya sehingga menganggap bahwa manusia hidup itu memang tersusun atas strata-strata sosial yang berbeda. Sungguh, jika sudah terjebak dalam opini seperti itu, maka dimana-pun kita berada, maka ketidak-damaian pasti timbul dan menekan hati kita sebab kehidupan masyarakat kita semakin tidak seimbang, artinya yang kedudukan finansialnya tinggi semakin tinggi, tetapi mereka yang kedudukan finansialnya rendah semakin terpuruk dan tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka hanya menekan perasaan sebagai ben-tuk keterpurukan perasan oleh kondisi finansial kehidupan mereka.
Orang-orang seperti ini menunjukkan bahwa tingkat kedewasaan sosial-nya masih sangat rendah, sehingga apresiasinya terhadap hubungan antar manusia hanya terbatas pada kedudukan finansial semata. Padahal sebenarnya ada sesuatu yang jauh lebih penting daripada sekedar kedudukan finansial dalam pola pergaulan bermasyarakat. Hal terpenting tersebut adalah tingkat kepedulian seseorang terhadap kondisi kehidupan sesama yang ada di sekitar-nya. Ya, hal terpenting dalam pola pergaulan masyarakat adalah bagaimana seseorang mem-berikan respon terhadap orang lainnya dan selanjutnya mem-berikan solusi-solusi cantik terhadap setiap permasalahan yang mungkin dihadapi dalam kehidupannya. Sebenarnya, yang menjadikan kita berbeda atau memiliki kedewasaan sosial adalah tingkat kepedulian kita terhadap setiap permasalahan yang dialami oleh masyarakat di sekitar kita. Seberapa besar tingkat kepedulian kita itulah yang sebenarnya menjadi salah satu indikasi ukuran tingkat kedewasaan sosial seseorang. Semakin besar tingkat kepeduli-annya terhadap kondisi kehi-dupan di masyarakatnya, maka semakin tinggi tingkat kedewasaan seseorang. Orang mengatakan, dalam hal ini salah satunya adalah kedermawanan seseorang terhadap orang yang lainnya. Begitulah, jika seseorang memiliki tingkat kedewasaan sosial yang tinggi, maka segala sepak terjangnya tidak luput dari perwujudan dari kepeduliannya terhadap kondisi kehidupan ini.
Kedewasaan yang ketiga adalah kedewasaan susila. Kedewasaan susila artinya kesanggupan seseorang untuk bersikap sesuai dengan kodratnya sebagai manusia. Dalam hal ini kedewasaan susila sangat erat hubungannya dengan kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri dari perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan susila dalam kehidupan bermasyarakat. Kehidupan su-sila artinya tidak lain adalah tindakan-tindakan yang berdasarkan pada norma-norma kehidupan positif yang berlaku dimasyarakat. Susila secara bebas dapat kita artikan sebagai norma atau kondisi positif yang dimiliki dan harus dimiliki oleh seseorang agar kehidupannya dapat lancar dan tidak mengalami hambatan ataupun kesulitan. Dengan aturan hidup kesusilaan ini, maka kita tidak bakalan melakukan hal-hal yang diluar sisi kenormaan dari kehidupan kita. Jika kita melakukan hal tersebut, berarti kita harus melawan pola kehidupan masyarakat secara umum. Semua elemen masyarakat tentunya menjadi musuh kita jika kita melakukan tindakan asusila dalam masyarakat. Oleh karena itulah, agar kehi-dupan kita penuh kedamaian menuju kebahagiaan hakiki, maka kehidupan yang penuh kesusilaan harus dijadikan sebagai salah satu bentuk sikap positif menghadapi kehidupan yang semakin tidak karuan ini. Kita harus menjadikan sikap hidup penuh kesusilan sebagai dasar berinteraksi sehingga pola kehidup-an dapat tertata dan mampu serta memungkinkan bagi kita untuk mencapai ke-damaian yang kita angan-angankan.
Tingkat kedewasaan susila seseorang pada dasarnya terkait dengan ting-kat kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri dalam hal tindakan-tin-dakan yang bersifat susila. Kemampuan seseorang dalam mengendalikan tin-dakan-tindakan asusila menunjukkan seberapa tingkat kedewasaan seseorang, misalnya seseorang yang mampu mengendalikan dirinya untuk tidak berbuat negatif dengan melanggar norma kesusilaan, misalnya melacur atau bertindak untuk kepentingan dan kesenangan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain, terutama lawan jenis, memperkosa atau melakukan perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai penzinahan, maka kita dapat mengatakan bahwa seseorang telah mempunyai atau mencapai tingkatan kedewasaan diri yang cukup baik. Suka melecehkan orang lain-pun dikategorikan tidak dewasa secara susila. Hal ini sering kali kita lihat dilakukan kaum lelaki terhadap kaum perempuan. Entah dengan pola pemikiran yang bagaimana, sepertinya kaum lelaki merasakan bahwa posisinya berada pada kedudukan superior sehingga dengan seenaknya memperlakukan kaum perempuan sebagai sesuatu yang dapat dipermainkan begitu saja. Tetapi, repotnya juga, kaum perempuan-pun ternyata tidak sedikit yang justru membuka peluang seluas-luasnya untuk diperlakukan seenaknya oleh kaum laki-laki. Kaum perempuan dengan seenak hatinya berpenampilan seronok di tempat-tempat umum sehingga mengun-dang mulut-mulut atau tangan-tangan usil untuk menggodanya. Dalam kasus seperti ini, maka kita dapat mengatakan bahwa yang mengalami kemerosotan kedeawasaan susila adalah kedua pihak, yaitu sang laki-laki dan perempuan.
Orang-orang yang telah mencapai kedewasaan susila selalu memposisi-kan dan menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak sepatutnya dilakukan jika dilihat dari sisi kesusilaan. Dengan langkah dan pola hidup seperti ini, maka setidaknya kita dapat mengkondisikan hati kita dalam keadaan yang damai me-nuju kebahagiaan diri. Kesusilaan yang dimiliki seseorang menjadi indikasi ke-dewasaan seseorang. Semakin dewasa, maka semakin terkontrol kesusilaannya. Orang-orang yang sudah pada taraf kedewasaan susila selalu melakukan intro-speksi atau evaluasi awal sebelum sesuatu mereka lakukan, terkhusus yang berhubungan dengan kesusilaan. Mereka seringkali harus mengalah dan meng-anggap tidak ada apa-apa disekitarnya jika sudah berhubungan dengan kesusila-an. Bagi mereka kesusilaan merupakan sesuatu yang sakral dan tidak boleh di-ganggu eksistensinya. Semua orang mempunyai kewajiban untuk menjaganya.
Sekarang ini kita seringkali melihat kenyataan bahwa semakin hari banyak orang yang kehilangan kedewasaan susilanya, apalagi jika kita melihat ke tempat-tempat umum, seperti mall atau plaza di kota-kota. Banyak orang yang telah kehilangan nilai-nilai norma kehidupan positif sehingga dengan seenaknya melakukan tindakan-tindakan yang lebih mengarah pada kondisi kehilangan kedewasaan susila. Mereka dengan seenaknya bersikap sebagai orang-orang barbar yang tanpa perhitungan dan pertimbangan melakukan se-gala hal hanya untuk menyenangkan hatinya semata. Bahkan tidak jarang mereka bermesraan di tempat - tempat umum, dipandang oleh banyak mata. Mereka seakan tidak memperdulikan betapa semua orang berdecak keheranan melihat sikap mereka yang sangat over acting. Boleh saja kita menyayangi pasangan kita, tetapi tentunya tidak seperti itu kita menyatakannya. Tidak pada tempatnya jika kita melakukan kemesraan dengan pasangan kita, apalagi yang bukan pasangan kita di tempat-tempat umum, dihadapan banyak mata orang. Tentunya hal ini menjadikan kita sebagai orang-orang yang belum memahami tentang kedewasaan susila kita sendiri. Sebaiknya, jika kita saling menyayang dengan pasangan resmi ataupun bukan pasangan resmi kita, maka tidak perlu kita pamerkan di depan pandangan umum. Sama sekali tidak etis jika hal ter-sebut kita lakukan secara drastic seperti itu. Lebih baik kita pulang atau ke tempat pribadi kita sehingga hanya kita berdua yang melakukannya.
Berapa banyak orang yang dengan seenaknya melakukan tindakan-tin-dakan asusila di dalam kehidupan masyarakat. Bergerak seenaknya sendiri dalam kondisi yang tidak bermoral. Barapa banyak orang yang melakukan tindakan - tindakan amoral, asusila hanya untuk memenuhi kebuTuhan naluri kebinatangannya. Kalau hal seperti itu terjadi, bagaimana mungkin kita dapat hidup secara damai menuju pada kondisi yang serba berbahagia?! Dapatkah kita hidup damai jika ternyata setiap saat kita selalu saja menjadi perbincangan orang akibat sikap kita yang telah kehilangan sisi susila kemanusiaan? Oleh karena itulah, maka kita perlu menjaga kedewasaan susila kita secara baik dan teratur.

Tidak ada komentar: